Masa muda merupakan waktu bagi generasi muda untuk bereksplorasi. Pada masa inilah, mereka mengerahkan segala potensinya untuk mengembangkan karier mereka. Sayangnya, anak-anak muda pun lebih rentan mengalami tekanan di dalam prosesnya.

Hal ini pun diperparah dengan hadirnya Pandemi Covid-19 yang membuat anak muda semakin tertekan, baik dari keluarga hingga pertemanan. Penelitian Ifdil dan Fitria (2021) membuktikan bahwa kecemasan remaja pada masa pandemi berada pada kategori tinggi, yaitu mencapai 54 persen.

Itu sebabnya, diperlukan pencegahan sejak dini ketika kecemasan yang kita alami tak semakin buruk. Pertolongan pertama ini dijelaskan dalam siniar Anyaman Jiwa episode “Pertolongan Pertama Diri pada Kecemasan” yang dapat diakses melalui dik.si/AJCemas.

Penyebab meningkatnya gangguan kecemasan pada remaja

Lebih spesifik, melansir Healthy Children, ada beberapa faktor penyebab mengapa remaja lebih rentan mengalami gangguan kecemasan.

Pertama, harapan dan tekanan yang tinggi untuk berhasil

Sejak dini, anak sudah diberi harapan yang tinggi oleh orangtua agar memiliki kehidupan yang sukses. Bahkan, mereka ditanamkan untuk terus belajar hingga lupa bahwa anak-anak memiliki waktu untuk bermain.

Orangtua berpikir kalau waktu anak dihabiskan dengan bermain, mereka bisa kehilangan kesempatan. Padahal, bermain atau melakukan kegiatan yang mereka sukai bisa membuat anak jadi tak tertekan.

Justru, tekanan dan pola asuh yang terus menekankan pada hasil akan membuat anak semakin merasa cemas. Apalagi, saat gagal, orangtua cenderung memarahi dan memberikan anak hukuman.

Kedua, dunia yang terasa menakutkan dan mengancam

Seiring bertambahnya tahun, bertambah pula masalah-masalah yang mengancam dan telah terjadi di dunia. Sebut saja Pandemi Covid-19 yang kehadirannya tak terduga-duga. Situasi ini pun membuat banyak remaja yang khawatir akan masa depan karena pendidikan mereka juga mengalami dinamika.

Krisis iklim juga menghantui remaja di masa depan. Pasalnya, semakin bertambahnya populasi membuat remaja pun memiliki kesempatan yang semakin minim untuk menyejahterakan hidupnya. Akibatnya, para remaja pun mengubah pola pikir sekadar untuk bertahan hidup.

Ketiga, media sosial

Saat ini, media sosial adalah platform yang tak bisa lepas dari para remaja. Tidak mengherankan jika remaja menjadi terhubung dengan orang dari berbagai latar belakang. Hal inilah yang membuat mereka memiliki beragam pandangan.

Itu sebabnya, sulit untuk tidak membandingkan kehidupan dan hubungan sosial para remaja dengan apa yang dilihat dari unggahan orang lain di media sosial. Bahkan, Behav (2018) mengungkapkan media sosial dapat menyebabkan pengalaman negatif, menarik diri dari interaksi sosial di kehidupan nyata, dan penurunan kemampuan untuk memperhatikan.

Untuk mengetahui pertolongan pertama saat mengalami kecemasan, kalian bisa mendengarkan informasi selengkapnya melalui siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Pertolongan Pertama Diri pada Kecemasan” di Spotify.

Di sana, ada banyak pula informasi dan kisah seputar kesehatan mental untuk menunjang kehidupan sosial, romansa, dan kariermu!

Ikuti siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya. Akses sekarang juga episode ini melalui tautan berikut dik.si/AJCemas.

Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata