Tema kehidupan kita sudah jelas. Kembali normal bukanlah normal seperti masa beberapa bulan yang lalu. Tiga empat bulan yang lewat adalah masa lalu yang sudah berupa impian untuk nanti diceritakan ke anak cucu. Masa ketika para profesional sumber daya manusia (SDM) masih sibuk memantau disiplin kehadiran, klaim pengobatan, penggajian, pemenuhan KPI, penyelenggaraan pelatihan, serta rotasi mutasi karyawan secara adem ayem, sudah berlalu.

Bila pada masa lalu para manajer bisa dengan mudah menyerahkan masalah manusia kepada divisi SDM karena beranggapan bahwa itu bukanlah area mereka, saat sekarang ketika pengelolaan SDM hanya melalui layar kaca, masalah produktivitas manusia kembali menjadi tanggung jawab besar para atasan. Lalu, apa isu yang dimiliki para profesional SDM sekarang ini? Apakah kita menyerah dengan anggapan bahwa divisi SDM adalah lini yang paling terkena dampak krisis pandemi? Apakah betul tidak ada sesuatu pun tersisa dari sisi sumber daya manusia yang dapat dikembangkan pada saat ini?

Fokus utama memang keberlangsungan bisnis. Kita memang perlu berusaha keras agar setiap individu berkontribusi pada peningkatan bisnis. Namun, bagaimana mengajak para karyawan baru mengikuti irama selama krisis ini? Bagaimana memancing komitmen karyawan melalui tatap muka yang terbatas dari dada ke atas saja? Sementara itu, pada masa lalu, kita memang masih banyak bersenjatakan kertas dan berkutat dengan do’s dan don’ts karyawan.

“Remote work is here to stay”

Terkadang kita masih terbayang kenormalan lama dan berharap kehidupan bekerja akan berjalan kembali dengan metabolisme yang lama. Namun, sampai kapan kita mau menunda dan terus menunggu tanpa kepastian?

Kita memiliki banyak masalah berkaitan dengan SDM. Masalah tidak selamanya berupa kinerja dan penyesuaian karyawan dalam dunia digital saja. Dalam masa kritis dan keadaan terpisah-pisah seperti ini, kita perlu menggarap beberapa hal lain di luar kinerja karyawan.

Bagaimana kita bisa menjamin keadaan yang kondusif untuk bekerja? Apakah kita mengakomodasi situasi kerja selama ia berada di rumah? Apakah kita sudah membuat strategi untuk membangun trust sesama karyawan, antara atasan dan bawahan, serta antara manajemen dan karyawan? Apakah kita tahu bagaimana membuat semua sasaran dan strategi perusahaan menjadi semakin transparan? Bagaimana kita mengupayakan prinsip-prinsip insight to action terserap ke karyawan dan diimplementasikan oleh mereka? Bagaimana mempersiapkan karyawan untuk menghadapi keadaan masa depan yang lebih menantang? Bagaimana menjaga keterampilan karyawan yang mungkin baru akan bermanfaat pada masa mendatang?

“The big reset”

Manajemen SDM harus dijalankan dalam bentuk lain dan berfokus pada beberapa hal tambahan. Kita tahu bahwa manusia terdiri atas 3 H: head, heart, dan hand. Bila tadinya kita banyak memprioritaskan fokus pada pengembangan head alias pengetahuan serta hand untuk melatih keterampilan, inilah saatnya bagi kita untuk berfokus pada heart alias emosi, passion, dan motivasi. Rasa tertekan karyawan pun pasti meningkat dalam kondisi ini. Bayangkan, transformasi yang dulu dialokasikan waktu persiapan selama beberapa tahun sekarang harus diselesaikan dalam sekejap. Jadi, kalau dikatakan para profesional SDM kehilangan arah, kita perlu membelokkan pandangan dari sisi lain dengan memprioritaskan kegiatan caring, listening, dan empati.

Perangkat teknologi sebenarnya juga bisa dimanfaatkan untuk membuat kita lebih terhubung satu sama lain. Kita perlu membudayakan hal-hal baru pada seluruh karyawan. Bila dulu resilience dianggap sebagai nice to have, kita sekarang perlu mempersiapkan mental mereka untuk menghadapi hal yang lebih buruk dari sekarang. Kalau dulu kita menganggap kreativitas dan inovasi sebagai bonus yang sesekali diharapkan muncul, sekarang hal ini merupakan tuntutan yang paling utama di perusahaan. Selain itu, kepemimpinan jauh lebih penting saat ini, yaitu keputusan harus dibuat dengan mempertimbangkan aspek-aspek kesehatan, keamanan, kelangsungan, dan etika bisnis perusahaan.

Bagaimana menjadi perusahaan yang “resilient”?

Dengan adanya transformasi ini yang mengharuskan semua karyawan membiasakan diri dengan remote working, sudah sewajarnya penyesuaian diri ini menjadi pekerjaan yang serius. Kita perlu memiliki panduan bagaimana agar penyesuaian diri dapat berjalan dengan lancar dan produktivitas tetap terjaga. Dari survei yang pernah dilakukan oleh sebuah perusahaan, justru generasi muda sekarang ini memiliki kebutuhan akan rasa aman yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Di sinilah profesional HRD dapat memiliki power untuk membantu mereka menghadapi masa depan yang semakin tak terbayangkan dengan rasa aman.

Karyawan perlu digerakkan untuk berpikir keras melalui pembiasaan kegiatan brainstorming berkala untuk mencari jalan keluar yang lain dari biasanya. Para karyawan perlu berpikir revolusioner bagaimana memanfaatkan situasi pandemi ini demi keuntungan bisnis. Kebiasaan inilah yang perlu dibangun oleh para profesional SDM. Bagaimana menyelenggarakan kegiatan blended learning agar keterampilan karyawan yang tinggal di rumah dapat terus berkembang sesuai tuntutan bisnis. Dari segi kepemimpinan, para profesional SDM juga perlu bersiap untuk mengembangkan kepemimpinan yang tadinya top down menjadi high touch leadership yang jujur, transparan, asertif, dan penuh empati.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING