Sebagai seorang pemimpin, seberapa sering Anda menerima masukan ataupun komentar negatif terkait dengan kepemimpinan? Bila jawabannya adalah jarang atau bahkan tidak pernah, ada baiknya bertanya pada diri sendiri mengapa hal ini sampai terjadi.

Dengan menyadari bahwa kesempurnaan ini hanya milik Tuhan, artinya selama masih hidup, seharusnya kita memiliki hal-hal yang perlu diperbaiki. Namun, bilamana sebagai pemimpin kita hanya dikelilingi oleh mereka yang memberikan pujian tanpa ada yang mengkritik, saatnya bertanya pada diri sendiri apakah kita memiliki “perisai” yang memagari sehingga tiada kritikan yang dapat menembusnya.

Seorang pemimpin yang sukses biasanya memiliki kepercayaan diri yang kuat, ketegasan, ketahanan, serta daya lenting yang sangat besar. Ini dapat membuat mereka mampu menghadapi beragam tantangan dan memengaruhi orang lain untuk percaya pada visi yang mereka gambarkan dan mengikuti mereka.

Karakter-karakter positif tersebut sering kali kita sebut sebagai ego yang kuat. Banyak pemimpin yang berhasil memiliki ego kuat ini. Namun, ego ini juga memiliki sisi gelap. Ia dapat menjadikan seseorang merasa diri yang paling benar, paling tahu, paling berpengalaman, hingga terjebak pada keadaan tidak mau kalah dan sibuk mempertahankan dirinya ketika merasa mendapat serangan.

Ia bahkan bisa merasa terganggu ketika orang lain mendapatkan spotlight meskipun itu adalah anak buah yang dibimbingnya sendiri. Dalam diskusinya dengan Larry King, David Cornwell kuasa hukum Tiger Woods sang pegolf kondang, mengatakan, “It’s okay if other people think you’re God, but you’re in trouble if you start believing it.

Mengenal ego

Istilah ego sering mengacu pada sense of self seseorang. Ini mencakup pikiran dan perasaan mereka, termasuk harga diri dan rasa pentingnya diri. Kita semua pastinya memiliki ego, tetapi ada yang dapat meraba-rasakan egonya dengan kuat, ada juga yang mengenal egonya secara samar-samar.

Banyak juga yang karena berkutat dengan kesibukannya sehari-hari tidak menyadari bahwa egonya ini tidak lagi berada dalam genggamannya. Mereka tidak menyadari bagaimana reaksi mereka terhadap situasi tertentu. Mereka tidak sadar adanya orang yang terganggu dengan pola bicara dan tingkah lakunya.

Ego yang sehat juga akan menyehatkan mental kita. Ia akan membuat kita percaya diri, berani melawan ketakutan dan kekhawatiran kita.  Sebaliknya ego yang melembung, selain menjadikan kita individu yang arogan, memaksakan kehendak, membuat kita tidak obyektif dalam mengambil keputusan.

Pemimpin dengan ego “oversized” seperti ini, biasanya tanpa disadari dapat melecehkan anggota timnya dan sulit mengembangkan mereka secara optimal. Ia harus selalu menjadi pusat perhatian, merasa anak buah tidak bisa apa-apa tanpa dirinya.

Dengan rajin memeriksa ego, menata, memperbaiki posisi, kita mengembangkan kemampuan mengambil tanggung jawab terhadap diri, tingkah laku, dan tindakan. Ini sangat penting bagi organisasi, apalagi sebuah negara. Bayangkan organisasi dipimpin oleh individu yang tidak bisa meraba egonya, bagaimana mungkin ia bisa mengontrolnya.

Baca juga: Kekuasaan

Menata dan mengendalikan ego

Pertama, jangan biarkan ego kita menyempit. Diam-diam ego kita berusaha membuat lorong sehingga kita sulit membandingkan pendapat kita dengan yang lain demi mencari kebenaran dirinya.

Kita hanya mendengar suara kita berbicara dan menganggapnya sebagai kebenaran hakiki. Bahkan demi mempertahankan dirinya, ego kita berusaha mendiskreditkan pendapat yang lain. Kita tumbuh menjadi orang yang “self centered”.

Untuk menghindari hal itu, paksa diri kita untuk mendengar pendapat dan saran orang lain, sampai mereka selesai berbicara. Kenali momen setiap kali hati kecil kita mengatakan sudah tahu apa yang akan dikatakan orang lain sehingga dengan cepat memotong pembicaraan dan menyambungnya dengan pendapat kita sendiri, untuk menunjukkan bahwa kita paling tahu.

Tunjukkan kerendahan hati bahwa kita mungkin saja salah. Kita tidak selalu memiliki jawaban, tidak peduli seberapa pun berpengalamannya diri kita. Ini akan membuat ego kita terasah dan mengarahkan diri kita untuk berfokus pada yang benar sehingga membuka peluang bagi orang lain untuk memberikan ide atau kritikan.

Dengan memosisikan diri sebagai pembelajar, kita membuka pikiran kita terhadap informasi dan pengetahuan lain untuk masuk ke benak kita. Kita pun tetap harus membiasakan diri terampil mengajukan pertanyaan, tanpa khawatir dibilang bodoh.

Manusia memang bisa tampil dengan seribu wajah sehingga terkadang membuat kita sulit untuk memercayai seseorang. Di sinilah manfaatnya bila kita memiliki teman baik yang benar-benar bisa kita percaya.

Teman yang baik tidak segan untuk mengungkapkan kebenaran pada diri kita meskipun berisiko membuat hubungan menjadi renggang jika kita tidak menerimanya. Sebab, tujuan mereka adalah membuat kita menjadi lebih baik. Jagalah kehadiran teman-teman seperti ini dalam hidup kita.

Berikan apresiasi kepada mereka yang memberikan perspektif berbeda dari yang kita tahu, kita lihat, dan kita rasa. Gunakan kalimat yang menghargai, seperti terima kasih telah berbagi pandangan, apa yang Anda sampaikan sangat menarik dan tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya.

There’s always two sides of a coin. Bayangkan berapa banyak konflik, perpisahan, atau perceraian yang batal terjadi jika kita menyadari bahwa apa yang kita lihat dan tahu hanyalah sebagian dari keseluruhan yang utuh. Berapa banyak hubungan dapat terselamatkan bila kita mampu menekan ego yang melembung ini dan memulai pembicaraan yang awalnya terasa sulit.

Sadari bahwa seberapa pun suksesnya kita, ini tidak pernah merupakan buah dari kerja keras kita seorang diri. Ada sekian banyak orang, baik kita sadari maupun tidak, secara langsung maupun tidak langsung, yang berkontribusi terhadap kesuksesan kita.

Diana Nyad, orang pertama yang berhasil berenang tanpa perlindungan dari serangan hiu maupun sepatu katak dari Kuba sampai Florida sejauh 177 kilometer, selama 53 jam nonstop pada usia 64 tahun, mengatakan, “It looks like a solitary sport, but it takes a team.” Hargai kontribusi orang pada setiap kesuksesan kita.

Anda membutuhkan ego yang cukup untuk percaya bahwa Anda penting, tetapi tidak terlalu banyak sehingga mengabaikan orang lain.

–Dan Rockwell

 

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

HR CONSULTANT/KONSULTAN SDM