Selain robusta dan arabika, Indonesia memiliki varietas kopi liberika. Tahukah kamu, ternyata ada beberapa keunikan kopi liberika?

Dari sisi rasa kopi liberika cenderung mirip robusta. Bedanya, setelah diseduh, kopi liberika bagi beberapa orang dianggap menguarkan aroma buah atau bunga. Namun, apakah hal yang lebih unik dari kopi liberika?

Tumbuh di lahan gambut

Salah satu penghasil kopi liberika adalah Desa Kedaburapat, Kecamatan Rangsang Pesisir, Kabupaten Meranti, Provinsi Riau. Ini termasuk desa terpencil. Untuk mencapai desa ini, kita bisa melalui Batam.

Dari Batam, perjalanan dilanjutkan menggunakan kapal motor yang memakan waktu sekitar 3,5 jam menuju Selat Panjang. Setelah itu, kita bisa naik becak motor menuju dermaga Selat Air Hitam untuk menyeberang ke Peranggas. Penyeberangan ini sekitar 15 menit menggunakan kapal kayu.

Dari Peranggas, kita hanya bisa menumpang sepeda motor melalui jalan semen selebar sekitar 1,5 meter selama 1,5 jam menuju Desa Kedaburapat.

keunikan kopi liberika
Petani menunjukkan contoh biji kopi liberika usai dipetik.

Kopi liberika yang dihasilkan Desa Kedaburapat tergolong unik. Sebab, warga di sana menanam kopi di lahan gambut. Sekadar untuk diketahui, jenis lahan gambut inilah yang membuat jalan di Desa Kedaburapat tidak bisa diaspal karena akan sangat mudah rusak atau amblas.

Kembali ke kopi liberika. Bila umumnya kopi ditanam di dataran tinggi, kopi liberika di Desa Kedaburapat dapat tumbuh di daratan yang tingginya hanya 1 meter di atas permukaan laut.

Keunikan kopi liberika berikutnya, peneduh yang digunakan di desa ini sebagai penaung tanaman kopi adalah kelapa atau pinang yang sebelumnya sudah ditanam oleh warga. Padahal, di tempat lain, kelapa tidak pernah digunakan sebagai peneduh tanaman kopi.

Baca juga : 

Biji kopi lebih besar

Biji kopi liberika juga tampak lebih besar jika dibandingkan jenis lainnya. Sementara itu, kandungan kafeinnya termasuk rendah. Adapun kulit luar kopi ini lebih tebal sehingga tidak mudah diserang hama kumbang.

Kepala Desa Kedaburapat Mahadi, saat ditemui Klasika Kompas sebelum pandemi, mengungkapkan, dengan menanam dan mengolah kopi liberika, pendapatan rumah tangga warga Desa Kedaburapat menjadi meningkat dari sebelumnya yang hanya mengandalkan panenan kelapa.

“Dengan kopi liberika, dalam tempo 20 hari, warga sudah bisa menanam, mengolah, lalu menjual kopi ke pasaran. Petani bisa panen sebanyak dua kali per bulan,” kata Mahadi.

Ia melanjutkan, harga jual kopi liberika yang baru dipetik berkisar Rp 2.500 per kilogram. Bila dalam sekali panen bisa mencapai 100 kilogram, setiap petani bisa mendapat penghasilan kotor sebesar Rp 250.000 per 20 hari.

Mendapat IG

keunikan kopi liberika
Biji kopi liberika setelah dikupas dan dijemur.

Warga Desa Kedaburapat sendiri juga telah memiliki keterampilan dalam mengolah kopi. Untuk teknis pengupasan, pengeringan, hingga penggilingan, kopi liberika Desa Kedaburapat juga dinilai telah diproses secara benar, meski masih terdapat sejumlah perbaikan.

Ketua Indikasi Geografis Liberika Rangsang Meranti Al Hakim menambahkan, kopi liberika dari Desa Kedaburapat telah masuk di kategori Indikasi Geografis (IG) sehingga meningkatkan nilai hasil produk usaha desanya. IG merupakan sertifikasi yang dikeluarkan Kementerian Hukum dan HAM untuk melindungi komoditas unggulan.

IG untuk kopi Desa Kedaburapat ini, kata Hakim, didapat pada 2016. Dengan IG, kopi liberika desa ini tidak bisa diklaim, baik oleh lingkungan domestik maupun luar negeri.

Baca juga : 

Kualitas cukup bagus

Pakar kopi yang juga Q Grader dan SCA AST Trainer, Evani Jesslyn, yang menjajal langsung seduhan kopi liberika di rumah salah satu petani, menjelaskan, kualitas kopi liberika Desa Kedaburapat ini tergolong cukup bagus.

“Kopi liberika desa ini didominasi rasa cokelat dengan after taste sedikit pahit. Rasa pahit ini bisa jadi disebabkan karena proses roasting yang terlalu gelap. Saya tidak mencium aroma cacat yang fatal dari kopi ini,” katanya.

Terkait teknis penanaman di lahat gambut, para petani kopi Desa Kedaburapat menggunakan dolomit untuk menurunkan kadar keasaman tanah. Inovasi yang dilakukan warga Desa Kedaburapat ini juga telah mendapat dukungan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Saat ini, kopi liberika Desa Kadaburapat telah menemukan celah pasar hingga negara tetangga. Dengan dukungan pemerintah hingga tingkat pemerintah desa, warga bisa merintis usaha menuju kemandirian ekonomi.