Sebagai pekerja, kita harus tahu hal-hal esensial apa saja yang harus dimiliki. Salah satunya adalah jaminan hari tua (JHT). Jaminan ini wajib kita punya agar tak kelimpungan saat memasuki usia tua nanti.

Menurut Ampuh Nugroho, Senior Associate di SSAJ & Associates, JHT adalah program perlindungan yang diselenggarakan agar karyawan memiliki uang ketika memasuki masa pensiun, cacat total tetap, dan meninggal dunia. 

Ia juga mengungkapkan dalam siniar Obsesif musim kelima bertajuk Ada Apa dengan Program JHT? bahwa JHT ini merupakan salah satu program BPJS.

Ada Perbedaan Tipis dengan Jaminan Pensiun

Selain JHT, kita mungkin juga mengenal istilah jaminan pensiun. Namun, meskipun keduanya terdapat kata ‘pensiun’, ternyata ada perbedaan.

Dana JHT sendiri berasal dari pendapatan yang disisihkan per bulannya untuk memasuki hari tua. Sementara itu, jaminan pensiun adalah pengganti pendapatan bulanan untuk memastikan kehidupan dasar yang layak ketika karyawan sudah memasuki hari tua.

Jika dilihat dari segi pembayaran, JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus dalam satu waktu. Sementara itu, jaminan pensiun dibayarkan secara bertahap, yaitu per bulan sampai karyawan meninggal.

Tidak Memiliki Ketentuan Khusus

Untuk mengikuti program ini kita tak harus menyiapkan banyak dokumen. Yang terpenting adalah kita bekerja dan diberi upah oleh pemberi kerja. 

Dari situ, pemberi kerja wajib mendaftarkan dan membayarkan kita program ini. Biasanya, pembayaran dilakukan lewat pemotongan upah per bulan untuk disetor ke BPJS.

Untuk pemotongan, biasanya BPJS meminta 5,7 persen dengan rincian 2 persen dari upah pekerja dan 3,7 persen dibayarkan pengusaha. Jadi, keduanya saling berkontribusi. Namun, hal ini tentu berbeda lagi dengan uang pensiun yang mutlak berasal dari perusahaan sebesar dua persen.

Aksesnya Semakin Mudah

Masifnya penggunaan teknologi turut membuat program ini mengalami perubahan untuk mengurusnya. Jika pindah perusahaan, kita bisa lapor lewat situs daring milik BPJS.

Selain itu, ada juga dua pilihan yang bisa kita pilih, yaitu dicairkan atau diteruskan. Jika ingin diteruskan, kita harus menonaktifkan iuran BPJS dari perusahaan sebelumnya. Dicairkan artinya uang tersebut kita ambil semuanya. Jadi, kita hanya tinggal melapor untuk didaftarkan kembali program ini kepada pihak perusahaan. 

Proses pencairannya pun mudah, kita hanya tinggal mengunggah berkas-berkas atau bukti pendukung. Setelah itu, berkas kita diverifikasi. Jika disetujui, tahapan terakhir adalah pembayaran yang langsung disetorkan ke rekening pekerja.

Proses ini jauh lebih mudah dibandingkan dengan pada zaman dulu. Menurut Ampuh, “Sekarang kan gak seperti dulu, ya, kita harus minta cap Depnaker baru kita ke BPJS-nya, baru proses pencairannya.”

Polemik JHT, Adakah?

Meskipun memberikan manfaat besar, JHT tetap tak terlepas dari kontroversi. Setiap beberapa tahun sekali, peraturan terkait program ini mengalami revisi.

Polemik sebenarnya itu dimulai ketika perusahaan tidak mendaftarkan karyawannya ke BPJS. Bahkan, ada yang sudah mendaftarkan, tapi tak rutin membayar iuran. 

Sebenarnya, jika perusahaan tak membayar, akan ada teguran terlebih dahulu dengan surat formal. Namun, hal ini tetap saja akan berisiko ke perusahaan. 

“Urus perizinan jadi susah, daftar peraturan perusahaan juga akan dipersulit karena salah satu memperpanjang perizinan perusahaan itu, ya, pembayaran BPJS di bulan sebelumnya,” tutur Ampuh.

Dengarkan informasi menarik lainnya seputar ketentuan hukum di dunia kerja bersama SSAJ & Associates hanya melalui siniar Obsesif musim kelima di Spotify. Kalian juga bisa mendengarkan episode kali ini secara lengkap melalui tautan dik.si/obsesifS5E22.

Yuk, ikuti siniarnya agar kalian tak ketinggalan tiap ada episode terbarunya!

Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Brigitta Valencia Bellion