Setiap orang punya cara belajarnya masing-masing. Mengenali gaya belajar ini dapat membantu kita atau anak mengoptimalkan proses belajar.

Secara umum, gaya belajar dapat dikategorikan menjadi gaya belajar visual, auditori, verbal, kinestetik, logis, sosial, dan soliter. Setiap orang punya gaya belajar dominannya atau bisa juga kombinasi, yang membantunya lebih mudah memahami sesuatu.

Cara-cara itu bukan hanya berlaku ketika kita menjalani masa-masa sekolah. Saat dewasa pun, belajar dengan cara yang sesuai dengan karakter dan preferensi kita dapat membuat sesuatu lebih mudah dimengerti.

Dilatari kesadaran bahwa cara belajar beragam bagi setiap anak, para pendidik dan orangtua sebaiknya tidak pukul rata untuk membantu anak mencerna materi. Sedikit banyak, tipe belajar anak perlu dipahami.

Jika pendidik atau orangtua memaksakan gaya belajar tertentu untuk anak, ini dapat menjadi tekanan bagi anak dan menjauhkan mereka dari kemampuan berpikir kreatif. Gaya belajar dominan anak sebaiknya diakomodasi seoptimal mungkin, dengan tetap memotivasinya belajar dengan cara yang lain. Ini dapat membantu meluaskan cakrawala berpikir anak untuk memecahkan masalah, sekaligus membuka kesempatan bagi anak untuk mengenal perspektif baru.

Saat ini, secara umum ada tujuh gaya belajar. Mengetahuinya dapat membantu kita mengenali gaya belajar dominan pada diri sendiri maupun anak-anak.

1. Gaya belajar visual

Pembelajar visual atau spasial suka menggunakan gambar dan warna dalam proses belajar. Mereka dapat dengan relatif mudah memahami peta, bagan, maupun grafik. Kemampuan spasial mereka biasanya baik dan karenanya mampu menjelaskan relasi antara obyek tertentu dengan sekitarnya. Kemampuan seperti ini dikelola lobus oksipital di bagian belakang otak.

Ada beberapa karakteristik pembelajar visual yang bisa kita amati. Seseorang dengan gaya belajar ini biasanya lebih memilih duduk di depan kelas kalau memungkinkan. Ia juga antusias jika belajar dengan beragam warna dan gambar.

Ketika mencatat, ia biasanya menyalin persis kalimat di buku atau papan tulis. Buku catatannya kerap penuh dengan garis warna-warni dengan spidol, pulpen berwarna, atau stabilo. Ia juga suka menandai poin-poin penting dengan gambar tertentu, bintang, misalnya.

Baca juga:

Anak Sulit Memahami Pelajaran? Bantu Belajar sesuai Tipe Kecerdasannya

5 Langkah Tepat Atasi Masalah Pembelajaran Jarak Jauh

2. Auditori

Pembelajar auditori lebih mudah menerima informasi lewat suara. Mereka menikmati musik dan dapat memilah-milah nada dengan presisi. Anak dengan gaya belajar ini suka belajar dengan dibacakan, lewat siniar (podcast), atau berkreasi dengan lagu untuk membantu mereka mengingat sesuatu. Pada orang seperti ini, lobus temporal di otaknya berkembang dengan baik untuk mengelola informasi suara.

Orang dengan gaya belajar auditori biasanya suka membaca keras-keras untuk dirinya sendiri dan menyukai cerita lisan. Mereka sering berpartisipasi dalam diskusi dan menikmati berdebat. Untuk mengingat informasi penting, mereka suka menggunakan lagu. Mereka juga hebat dalam mengingat nama!

3. Gaya belajar verbal

Pembelajar verbal menyukai aksara, baik lisan maupun tulisan. Mereka biasanya juga cukup ekspresif. Area otak yang mengelola kemampuan ini adalah lobus temporal dan frontal.

Orang dengan gaya belajar verbal biasanya suka menuliskan atau membaca ulang catatannya. Mengidentifikasi kata-kata kunci penting memudahkan mereka dalam mencerna informasi. Bermain peran dapat membantu mereka mempelajari konsep baru.

4. Kinestetik

Mereka yang gaya belajar dominannya adalah kinestetik gemar mengeksplorasi sekitarnya dengan menggerakkan tubuh atau menggunakan indera peraba. Mereka suka belajar sambil bergerak. Jadi, ketika kamu mendapati diri atau anak-anak menggerak-gerakkan kaki, tangan, kepala, atau bahkan berjalan ketika belajar, jangan terburu-buru menganggap ini tanda tidak fokus.

Bisa jadi, cara itu memudahkan dalam mencerna informasi. Bagian otak yang banyak terlibat dalam kemampuan ini adalah serebelum dan korteks motorik.

Ciri yang menandai dominannya gaya belajar ini antara lain kegemaran anak dalam kerajinan tangan atau permainan bongkar pasang. Ia juga sering menghafal sambil berjalan maju-mundur atau bolak-balik karena ini memudahkannya mengingat. Ia juga punya kemampuan atletik atau menari yang baik.

5. Logis atau matematikal

Tipe pembelajar yang ini berbakat dalam matematika dan penalaran. Mereka dapat dengan gampang menjelaskan atau mereka-reka hubungan sebab akibat. Mereka berupaya untuk mengklasifikasikan dan mengorganisasikan sesuatu lantaran bagi pembelajar jenis ini, hal ini dapat membuat sesuatu lebih masuk akal dan mudah dipahami. Lobus parietal pada otak, terutama bagian kiri, memengaruhi kemampuan berpikir logis ini.

Pembelajar jenis ini umumnya tidak kesulitan pada pelajaran yang banyak berhubungan dengan angka. Mereka menyukai teka-teki, permainan strategi, atau permainan matematika. Ketika menjumpai statistik, mereka mudah mencernanya. Mereka juga cenderung lebih cepat memahami penjelasan di balik jawaban-jawaban.

6. Sosial

Pembelajar sosial atau interpersonal bisa belajar dengan optimal ketika berada di dalam grup. Mereka umumnya komunikator yang baik dan senang bercakap-cakap dengan orang lain. Interaksi sosial membangun perasaan positif pada orang-orang dengan gaya belajar ini. Aktivitas sosial semacam ini banyak dikelola lobus frontal dan temporal pada otak.

Mereka biasanya cemerlang ketika belajar dalam grup. Mereka cerdas secara sosial dan dapat membaca emosi orang lain. Mereka juga suka berbagi kepada orang lain apa yang sudah mereka pelajari atau alami.

Baca juga: 5 Tips Mengatasi Kendala Pembelajaran Jarak Jauh

7. Soliter

Berseberangan dengan tipe sosial, pembelajar soliter atau intrapersonal lebih suka bekerja atau belajar sendirian dengan suasana yang tenang. Mereka juga suka berimajinasi dan lebih memilih bermain sendirian. Orang-orang seperti ini punya kemampuan yang baik dalam mengelola waktu. Lobus frontal dan temporal dominan dalam hal ini.

Mereka yang tampak pendiam dalam kelompok biasanya adalah tipe pembelajar soliter. Menulis jurnal atau diari juga kerap menjadi kebiasaan pembelajar soliter. Mereka biasanya juga lebih menyadari emosi-emosinya.

Setiap orang memang punya keunikannya. Namun, mencoba gaya belajar yang lain baik juga untuk melatih anak-anak atau kita sendiri menjadi pembelajar yang holistik. Dengan begitu, kita bisa beradaptasi lebih mudah pada beragam jenis edukasi dan latar sosial.

Infografik gaya belajar anak