Salah satu kekayaan Indonesia yang diperhitungkan dunia adalah kopi. Indonesia tak hanya menjadi produsen kopi dunia, namun juga penyedia varietas kopi yang kaya berkat kesuburan tanahnya. Di negeri ini kopi berkembang tak sekadar sebagai komoditas tapi menjadi kekayaan plasma nutfah hingga budaya.

Tim Jelajah Kopi Harian Kompas memulai perjalanan menjelajah perkebunan kopi di 10 provinsi dari Aceh sampai Papua untuk menemukan dan menggali lagi potensi kekayaan kopi. Ekspedisi ini melibatkan wartawan, peneliti, fotografer, videografer, tim grafis, hingga tim media sosial. Perjalanan bertahap yang memakan waktu lebih dari setahun ini mendapati gambaran bahwa setelah 300 tahun, kopi kini mendapatkan tantangan baru.

Tak ada lagi tanam paksa, karat daun pun tak lagi menjadi masalah utama. Tantangan paling nyata adalah produktivitas kopi nasional yang stagnan di angka 700 kg per hektar setiap tahun. Angka tersebut jauh di bawah potensi produktivitas kopi nasional yakni 3 ton. Di balik fakta itu ada berbagai persoalan yang berkelindan di dalamnya. Mulai dari kalah saing dengan komoditas lain, kekurangan sumber daya manusia, hingga kebijakan yang belum berpihak pada kopi.

Dalam buku Arah Kebijakan Kopi Indonesia: Menghadapi Tantangan Kompetisi Perubahan Iklim dan Kondisi Perubahan Dunia, yang diterbitkan Kementerian Koordinator Perekonomian, disebutkan luas lahan robusta terus menyusut dari 1,17 juta hektar pada 2010 menjadi 887.000 hektar tahun 2017. Sebagian lahan beralih ke arabika atau komoditas lain seperti tebu, kelapa sawit, dan karet yang lebih menghasilkan uang.

Persoalan hulu ini merembet ke hilir. Di tingkat dunia, peringkat produksi kopi Indonesia turun dari ketiga menjadi keempat. Indonesia yang dulu merajai pasar kopi di era Hindia Belanda tergeser oleh Vietnam. Dalam kurun 1986-2017, produksi kopi di Vietnam meningkat dengan rata-rata pertumbuhan 16 persen per tahun. Bandingkan dengan Indonesia yang cenderung stagnan, hanya 0,2 persen selama 8 tahun terakhir.

Namun di balik tantangan itu, ada optimisme yang turut tumbuh. Tumbuhnya ekonomi kelas menengah dan bergeraknya kreativitas anak-anak muda menciptakan angin segar. Kedai-kedai kopi tumbuh, bahkan di saat sulit seperti pandemi Covid-19 saat ini. Di berbagai daerah, anak-anak muda dengan kreativitasnya menciptakan metode baru menjaga kualitas kopi, membuat mesin produksi dalam negeri yang lebih terjangkau, dan menembus pasar baru di dalam maupun luar negeri. 

Lepas dari nilai ekonomi yang menjanjikan, kopi turut mewariskan nilai-nilai lokal masyarakat. Kopi bahkan menjadi bagian dari rasa cinta untuk negeri ini. Tulisan-tulisan dalam buku kopi ini diharapkan bisa memunculkan semangat untuk membangkitkan lagi aroma kopi Nusantara.

Siswi Yunita C dan Irma Tambunan