Pesan atau cerita dapat disampaikan melalui berbagai media, salah satunya secara visual dalam bentuk rangkaian foto yang dikenal dengan photo story. Foto kerap digunakan oleh penulis untuk mendukung gambaran suatu cerita.

Penelitian menjelaskan, kemampuan mengingat manusia terhadap visual sebesar 65 persen, jauh lebih besar dari kemampuan mengingat kata yang hanya sebesar 10 persen. Buku foto merupakan salah satu cara menyampaikan informasi secara visual.

Dalam webinar Kognisi dengan tema “Elevate Your Authenticity through Photo Story Narrative” beberapa waktu lalu, wartawan Kompas Denty Piawai Nastitie mengajak peserta untuk memahami cara menyusun photo story yang naratif. Penulis buku foto berjudul “Pelangi di Timur Tengah” ini memulai sesi dengan memandu para audiens untuk menjelajahi kondisi Timur Tengah melalui gambaran foto yang dikumpulkan sewaktu berkunjung ke sana pada 2015.

Berbagai foto yang ditampilkan memiliki makna tersendiri yang berbeda, seperti keberagaman masyarakat yang hidup berdampingan dalam damai, keindahan panorama alam, hingga berbagai sejarah religi menarik yang diangkat dari berbagai agama. Denty merangkum berbagai foto dengan kesan mendalam tersebut dirangkum dalam suatu buku foto.

“Ide ini sebenarnya terinspirasi dari keresahan pribadiku sejak kecil terhadap lingkungan sekitar yang kurang harmonis karena perbedaan kepercayaan. Hal ini benar-benar berbeda dengan yang aku lihat di Betlehem, yaitu masyarakat dari berbagai kepercayaan hidup rukun dan saling menghormati,” ujarnya.

Berbeda dengan koran, majalah, atau media informasi lainnya yang memiliki format susunan dan karakteristik tertentu yang harus disesuaikan, buku foto ini memberikan ruang bagi penulisnya untuk bebas berekspresi, karena tidak ada format penyusunan tertentu.

“Menurutku, hasil buku foto ini selain menjadi pencapaian pribadi sebagai seorang penulis dan fotografer, buku foto mampu menjadi kunci untuk membuka ruang diskusi dengan publik, karena kita dapat membagikan pengalaman personal yang selalu relevan untuk didiskusikan kapanpun. Terkadang, tidak semua hal dapat kita ungkapkan dalam kata-kata sehingga media visual, seperti foto mampu mewakili makna dan bukti yang lebih nyata kepada pembaca,” papar Denty.

Tahapan Produksi Buku Foto

Untuk menghasilkan buku foto yang menarik dan naratif, ada tiga proses utama yang harus dilalui oleh penulis. Tahap pertama, yang disebut pra produksi, mencakup proses pembentukan tim kerja antara lain kurator, desainer, editor, hingga penerbit. Kemudian, riset pematangan ide cerita yang berawal dari hal utama yang menjadi inspirasi penulis untuk membuat buku foto, seperti Denty yang mengangkat toleransi dan keberagaman untuk karyanya.

“Biasanya, penulis juga perlu menggali buku-buku yang memiliki gaya atau jenis serupa. Dari situ, kita harus menggali lebih dalam mengenai konten dan cara penulisannya agar kita mampu menciptakan suatu keunikan dalam karya kita. Setelah memiliki ide yang matang, kita bisa melakukan kurasi foto untuk memperkuat pesan yang ingin disampaikan dalam karya kita,” papar perempuan yang baru saja menyelesaikan studi Jurnalistik Visual di Universitas Ateneo de Manila.

Tahap berikutnya merupakan tahap produksi yang memiliki proses cukup panjang.

“Di tahap ini, penulis mulai membuat naskah, menentukan latar, melakukan proses edit, hingga mencetak gambaran kasar buku foto secara keseluruhan. Tahap ini disebut juga dengan dummy sebelum produksi sesungguhnya dalam jumlah besar untuk memeriksa kesesuaian fisik buku,” jelas Denty.

Selain itu, ia juga memaparkan perbedaan produksi buku foto dengan buku-buku lainnya yang dapat dikatakan membutuhkan biaya lebih tinggi, karena buku foto harus dicetak berwarna. Maka, penulis juga harus memikirkan lebih lanjut dalam tahap ini mengenai proses produksi dari buku foto, apakah akan dicetak secara independen? Atau justru ingin mencari sponsor yang mampu membantu pendanaannya dan diterbitkan oleh penerbit ternama.

Setiap pilihan memiliki konsekuensi masing-masing. Jika memilih untuk mencari sponsor atau diterbitkan di buku besar, sistem penjualan buku berupa konsinyasi, yaitu keuntungan penjualan akan dibagi hasilnya dengan penerbit, sehingga kita tidak bisa memperoleh keuntungan seluruhnya atau mungkin harus menaikkan harga jual buku.

Kalau memilih untuk mencetak buku foto secara independen, kita harus mencari sendiri percetakan yang mampu menghasilkan kualitas cetak atau bahan buku yang sesuai dengan ekspektasi.

“Proses pemeriksaan akan menjadi bagian yang agak berat, karena kita harus memeriksa setiap buku per halamannya untuk memastikan tidak adanya kesalahan cetak atau sebagainya. Keuntungannya, kita bebas menentukan sistem penjualan buku dan memperoleh keuntungan sepenuhnya. Dalam meningkatkan efisiensi biaya, karena saya mencetak buku secara independen, saya menggunakan metode pre-order,” tambah Denty.

Tahap pasca produksi, sekaligus menjadi tahap akhir dalam produksi buku foto yakni mencakup keseluruhan proses setelah buku foto telah diproduksi dan dapat didistribusikan, seperti promosi, distribusi, dan pendekatan ke target pasar.

Menurut Denty, tahap akhir ini menjadi tahap yang sangat berpengaruh untuk meningkatkan penjualan. Oleh karena itu, perlu meningkatkan awareness dari target pasar yang potensial melalui berbagai program, seperti mendaftarkan buku ke festival, membuat diskusi buku, pameran fotografi, atau bahkan tur ke berbagai kota jika memungkinkan.

“Selain itu, bisa juga melalui publikasi di media sosial, khususnya ke teman atau kerabat kita yang sekiranya mampu untuk membeli sebagai tahap awalnya. Namun, hal yang terpenting adalah sesuaikan segala perencanaan dengan biaya yang tersedia,” saran Denty.

Sebelum mengakhiri sesi, penulis sekaligus fotografer ini memberikan pesan bagi para calon penulis buku foto untuk jangan ragu untuk mengeksekusi ketika sudah memiliki ide yang kuat, karena kesempatan itu hanya datang kepada orang tertentu.

“Jangan terpaku pada komunitas fotografi untuk memperlancar proses produksi karena ada berbagai elemen masyarakat yang mampu berkontribusi,” kata Denty.

Proses pencarian ide dapat berasal dari pengalaman pribadi yang meresahkan, unik, ataupun menarik di mata kita, dan untuk memperkuat maknanya, tambahkan tulisan sebagai pelengkap.

Kognisi adalah produk turunan Growth Center, yang merupakan platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya dapat ditemukan di akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogi Friends! Stay safe, healthy, and sane!

Penulis: Helen Adriana Wijaya, Editor: Jihan Aulia Zahra.

 

Baca juga:

Bangun Minat Konsumen Lewat “Copywriting” yang Menggugah Emosi

Tips Jitu Menulis Berita Rilis yang Bernilai Tambah