Dunia copywriting mengalami perkembangan pesat, terutama sejak maraknya media dan platform digital. Sekitar tahun 2000, copywriting didefinisikan sebatas tulisan yang diasosiasikan dengan iklan. Kini, copywriting merambah berbagai bentuk.

Keterampilan tersebut telah ada sejak 1900-an. Menurut John E Kennedy, “copywriting is salesmanship in print”, yang intinya adalah penggunaan kata-kata persuasif dengan tujuan orang lain menggunakan produk yang dijual. Beberapa jenis copywriting yang kita kenal saat ini di antaranya iklan penjualan (advertorial), nawala (newsletter), rilis pers, deskripsi produk, dan yang mungkin cukup familier saat ini, yakni UX writing.

Pembahasan lebih kompleks berkaitan dengan copywriting diulas dalam kelas elektif daring bertajuk “Polish Your Copywriting Skills” yang dibawakan oleh Mahansa Eka Gerga selaku Head of Copywriter Harian Kompas pada 31 Agustus 2020. Dalam pemaparan awal, Mahansa menjelaskan berbagai ranah kerja dan teknik-teknik dasar yang terlebih dahulu harus dikuasai seorang copywriter.

Mahansa menuturkan salah satu contohnya pada perusahaan elektronik niaga (e-commerce), “Bayangkan kita sedang membuka situsnya kemudian kita melihat ciamik-nya tampilan (interface) yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Tetapi, coba bayangkan jika tidak ada satu pun kata yang ada pada tampilan situs tersebut, kita tidak akan mendapatkan manfaat apa pun di dalamnya. Kemudian ditambahkan kata-kata, apakah kita akan langsung tertarik untuk membeli produk atau jasanya? Belum tentu.”

Bangun perjalanan konsumen

Sebagai proses komunikasi, copywriter harus terlebih dahulu memahami customer journey yang terdiri atas attention-interest-desire-action. Berdasarkan pemahaman tersebut baru dapat disusun copywriting yang menyasar tiga tataran pada khalayak sasaran, yakni kognitif, afektif, dan perilaku.

Perhatian (attention) termasuk dalam tatanan kognitif yang mana proses tidak tahu menjadi tahu sehingga membuat konsumen sadar keberadaan produk tersebut. Mahansa menegaskan, “Cara yang biasa dilakukan adalah memprovokasi konsumen yang bersifat informatif, media yang digunakan bisa melalui iklan, media sosial, dan word of mouth.

Ketertarikan (interest) merupakan proses membuat konsumen tertarik dan mencari tahu lebih lanjut, perlu ada edukasi tentang alasan mengapa harus tertarik. Media yang diimplementasikan biasanya adalah video, blog, brosur, e-mail, dan rilis pers. Keinginan (desire) termasuk pada tatanan afektif yang membutuhkan peneguhan-peneguhan, brand perlu membuat konsumen setuju dan memiliki hasrat untuk berbuat (misal: membeli, berinteraksi) yang membutuhkan sentuhan emosi. Terakhir adalah, aksi (action) termasuk tatanan perilaku, yakni proses seseorang melakukan sesuatu untuk berinteraksi lebih lanjut dengan sebuah brand.

Praktik “copywriting”

Menurut Mahansa, hal pertama yang perlu dilakukan untuk membuat copywriting adalah bagaimana mengenali konsumen kita. “Coba buka pembicaraan dengan mereka, pahami masalah mereka, dan ketahui kebiasaan mereka lebih lanjut. Kemudian kita bisa menciptakan persona setelah berbicara dengan konsumen kita, tidak hanya di ranah demografis, tetapi juga pada hal psikografis,” paparnya.

Hal berikut yang bisa kita lakukan adalah fokus pada menunjukkan manfaat produk ketimbang keunggulan. Sebagai contoh ketika menjual ponsel pintar, alih-alih menunjukkan fitur keunggulan dalam bahasa yang belum tentu dipahami konsumen, lebih baik menunjukkan manfaat yang langsung dirasakan konsumen dalam bahasa yang mudah dipahami.

Lalu membangun kepercayaan konsumen melalui pemilihan kata-kata. Mahansa melanjutkan “misalnya nih, kalimat ini “Penelitian Universitas X: Curcumin berpotensi menyembuhkan Covid-19” akan lebih meyakinkan dibandingkan sebatas “Terbukti! Produk X menyembuhkan Anda dari virus Covid-19,” ungkapnya.

Terakhir adalah dengan memahami dan mempraktikkan struktur dalam copywriting, yakni headline-body copy-call to action, “Headline paling penting karena dibaca lima kali lebih banyak dibandingkan body copy, headline yang teruji adalah yang mampu menonjolkan manfaat, kebaruan, dan memicu rasa ingin tahu”, ujar Mahansa.

Lanjutnya, body copy berfokus pada penawaran, alasan, testimoni, garansi, dan bonus. Kemudian call to action akan berkualitas dengan menunjukkan urgensi, rincian, langkah demi langkah, dan informasi tambahan yang lengkap.

“Sehingga dalam prosesnya, copywriter tidak dapat begitu saja menulis. Butuh riset mendalam untuk memahami interest konsumen kita. Tidak ada yang praktis dalam melakukan copywriting,” simpul Mahansa.

Kognisi adalah platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung dikunjungi di akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogifriends! Stay safe, healthy, and sane!

Penulis: Gilang Rizky Pratama; Editor: Sulyana Andikko.