Rasanya kita semua sudah setuju bahwa kita memang harus berubah. Namun, sering kali kita bingung dari mana perubahan itu harus dimulai. Kita melihat bahwa gejala sulit berubah ini terjadi bukan saja pada zaman disrupsi ini ketika perubahan terasa semakin cepat dan menyerap energi.

Pada tahun 1990, James A Belasco sudah menerbitkan buku Teaching The Elephant To Dance: Empowering Change in Your Organization. Bukankah ini pertanda bahwa upaya mengubah organisasi itu sudah sedari dulu menjadi isu. Apalagi dengan organisasi-organisasi berskala besar seperti perusahaan BUMN atau bahkan kementerian-kementerian yang baru berganti pemimpin ini. Beberapa perusahaan BUMN sangat menyadari bahwa perubahan bahkan disrupsi harus dilakukan. Ada beberapa perusahaan memang sudah berupaya mendisrupsi dirinya sendiri. Sudahkah memberikan dampak yang diharapkan?

Praktik-praktik yang sudah berurat berakar, seperti lemahnya kedisiplinan, sikap kurang bergegas, kurang kreatif, dan terlalu birokratis, masih dirasakan di mana-mana. Jangankan lembaga pemerintah, perusahaan-perusahaan besar pun mengalaminya. Bisa dibayangkan bila kita menjadi pimpinan lembaga yang ingin mengubah seluruh kebiasaan ini. Salah langkah bisa membuat kita dianggap sebagai tokoh antagonis, menjadi musuh semua orang. Perubahan juga menjadi semakin alot. Namun, mengubah perlahan-lahan, bisa membuat kita ketinggalan dan akhirnya menjadi kurang relevan.

Ada beberapa perusahaan yang sudah berhasil membuat perubahan, seperti perusahaan mainan Lego yang bisa melepaskan diri dari kebangkrutan dan bahkan sekarang masuk dalam jajaran perusahaan Fortune 500. Apa yang mereka lakukan? Perusahaan yang tadinya berorientasi ke produk ini berubah arah mencari apa yang lebih dibutuhkan oleh anak-anak sekarang ini. Selain mengubah produknya agar lebih sesuai dengan minat anak-anak sekarang, mereka memproduksi film dan membuat taman bermain. Seluruh karyawan dengan senang berpartisipasi dalam perubahan ini. Mereka juga berganti fungsi, yang tadinya mekanik bisa menjadi penjaga karcis taman hiburan. Dampaknya, perusahaan maju terus. Bukankah kita semua ingin melakukan transformasi seperti ini?

Pemimpin yang bisa membawa timnya dari business as usual ke arah yang berbeda, dengan semangat bereksperimen dan beradaptasi inilah yang bisa disebut dengan change champion. Ia tahu bagaimana berubah secara efektif. Ia juga memiliki pengaruh untuk mendapatkan buy in atas ide-ide dan pengarahannya. Pemikiran, cita-cita, dan visinya, harus bisa terbaca oleh yang lain sehingga setiap orang bisa memiliki pemahaman yang sama.

Banyak yang merasa bahwa apabila pengikut menuruti apa yang diinstruksikan pemimpin, otomatis perubahan akan terjadi. Sementara dari studi-studi mengenai perubahan, ternyata banyak perubahan yang menggebu-gebu pada awal, tetapi putus di tengah jalan. Bila demikian, bagaimana ciri perilaku pemimpin yang berpotensi change champion ini?

Pertama, inovatif. Perubahan tanpa inovasi bisa menghabiskan energi saja. Dengan adanya inovasi, alasan perubahan menjadi lebih masuk akal, pengikut pun lebih rela mengakomodasinya, bahkan dengan kemungkinan konsekuensi tertentu yang timbul sekalipun. Pemimpin yang inovatif selalu mencari jalan yang lebih cepat, efisien dengan hasil yang lebih baik.

Kedua, speed. Anda pasti pernah melepaskan plester luka di kulit. Apakah lebih baik melepaskannya secara perlahan atau melakukannya dengan cepat? Kecepatan bisa menjadi kekuatan yang membuat siput-siput yang menempel di dasar kapal melepaskan diri. Pada saat perubahan sudah kita rancang, implementasi secepat kilat akan lebih berhasil daripada bila dilakukan secara perlahan-lahan. Speedy leaders get it done and do it now!

Ketiga, perspektif strategis. Perubahan harus dirancang dengan menyusun arsitektur perubahan yang cermat. Berubah tidak boleh asal berubah, tidak tahu ke mana arah lembaga akan dibawanya. Pemimpin dengan perspektif strategis tahu persis gambaran sasaran yang akan dituju. Walaupun dalam proses terjadi hambatan atau bahkan kemacetan, gambaran mengenai tujuan tetap terpampang jelas di depan mata. Dengan ini, pemimpin tetap bisa mengingatkan timnya bila mereka kelelahan, berubah ataupun kehilangan arah.

Keempat, perspektif eksternal. Dalam melakukan perubahan, kita biasanya lebih berfokus ke dalam organisasi, melihat bahwa yang harus diubah adalah manusia di dalam lembaga kita; siapa yang tidak memegang komitmennya, siapa yang tidak berinisiatif untuk berubah. Padahal, untuk meraih kesuksesan kita perlu berorientasi eksternal, berfokus pada sasaran di luar yang ingin kita raih dan tidak memedulikan rengekan orang-orang di dalam lembaga kita. Pemimpin sadar bahwa lembaga harus maju atau terpuruk, jadi tidak ada pilihan untuk ragu. Pemimpin yang memiliki perspektif ke luar, bisa melihat kemajuan timnya dari luar, membandingkannya dengan kompetitor dan tuntutan pasar sehingga mereka bisa tetap kritis melihat perkembangan timnya.

Kelima, tetap inspiratif dan memotivasi. Upaya perubahan pasti memakan energi. Menempuh jalan baru yang lebih sulit dengan tanggung jawab yang berat sungguh membutuhkan kesungguhan dan semangat. Seorang change champion perlu pandai-pandai menumbuhkan motivasi para pengikutnya. Ini sering dilihat sebagai tindakan mendorong bawahan, tetapi hal ini memang perlu dilakukan. Selain mendorong, pemimpin perlu menarik pengikutnya dengan menggambarkan keberhasilan-keberhasilan yang sudah secara sukses dicapai. Leaders who can inspire are essential in any change effort.

Tentunya tidak semua change champion sanggup memenuhi kelima syarat di atas. Namun, bisa dipastikan bahwa paling tidak tiga syarat di atas perlu dimiliki bila ingin sukses.

Bila berkaca pada perubahan yang misalnya terjadi di Pemda DKI semasa kepemimpinan BTP, ada beberapa karakteristik yang dibawa oleh seorang change champion. Kita melihat adanya konsistensi keselarasan antara keputusan dan implementasi. Selain itu, bagaimana ia kelihatan tulus, autentik, tidak memiliki agenda pribadi, dan berfokus pada kebutuhan masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya. Ia juga berkonsentrasi untuk membenahi manusia di internalnya, dengan konsekuensi kesulitan mendapatkan individu-individu yang mendukungnya 100 persen. If you are not willing to risk the unusual, you will have to settle for the ordinary – Jim Rohn.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Illustrasi : Shutterstock.com

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 22 November 2019.