Beberapa tahun belakangan, orang makin kritis pada pola konsumsi yang sehat dan berimbang. Empat sehat lima sempurna bisa jadi dianggap tidak lagi “cukup” untuk memuaskan hasrat mengejar gaya hidup sehat. Lalu, seperti apa pola makan yang baik?

Jajak pendapat Litbang Kompas pada 28–30 April 2015 mendapati nyaris seluruh responden (97 persen) mengakui perlunya mengatur pola makan. Beragam cara mengatur pola makan muncul, mulai food combining, empat sehat lima sempurna, vegetarian, raw food, hingga diet jenis makanan tertentu. Masyarakat kini kian menyadari pentingnya mengatur pola makan untuk kualitas kesehatan tubuh mereka.

Sejak tahun 1995, pemerintah sudah mencanangkan piramida makanan atau Tumpeng Gizi Seimbang. Kita boleh memilih empat sehat lima sempurna, tetapi harus diperhatikan proporsi gizi seimbang seperti dalam piramida makanan. Jadi, seseorang tidak mengonsumsi satu jenis makanan tertentu secara berlebihan.

Dalam penerapan gizi seimbang proporsi karbohidrat sebanyak 3–8 porsi, sayur 3–5 porsi, dan protein 2–3 porsi. Persoalannya, dalam piramida gizi seimbang yang disebut proporsi makanan itu, kebutuhan tiap orang, anak-anak, dewasa ataupun ibu hamil berbeda. Oleh karena itu, konsep piramida makanan cenderung lebih sulit dipraktikkan sehari-hari.

Dalam piramida gizi seimbang, karbohidrat masih berada dalam posisi paling bawah atau paling besar dari jenis makanan lain. Sejumlah ahli gizi menyatakan kebutuhan nasi adalah 1 kepalan tangan atau 6–8 sendok setiap kali makan. Untuk memenuhi rasa lapar, disarankan kita memenuhinya dengan mengonsumsi sayuran atau tahu dan tempe.

Food combining

Sementara itu, food combining lebih menekankan pada kombinasi makanan yang disantap setiap satu kali makan. Pada food combining, kita bisa mengabaikan pola gizi seimbang karena tidak bisa menyantap semua makanan pada saat yang sama. Misalnya, makan karbohidrat tidak boleh bersamaan dengan protein hewani.

Karbohidrat hanya bisa dicampur dengan protein nabati atau sayuran. Sementara itu, protein hewani hanya dapat dicampur dengan sayuran. Bahkan, jeda untuk makan berikutnya harus ditunggu 1 jam.

Uniknya, dalam food combining, kita tidak perlu dipusingkan oleh besarnya proporsi makanan karena akan terproses dengan baik. Menjalankan food combining hendaknya dilakukan dengan disiplin karena efeknya tidak terlihat jika dijalankan sembarang. Sekarang terpulang kepada kita sendiri untuk memilih model pola makan sehat seperti apa yang ingin kita jalankan. [Umi/Litbang Kompas]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 11 Mei 2015