Dalam pelatihan yang sering diselenggarakan Experd, terdapat aktivitas kami mengajak para peserta membuat tugas bersama dalam keadaan mata tertutup. Walaupun masih bisa berkomunikasi dan menggunakan indera lainnya, ternyata kondisi mata tertutup ini membuat peserta sulit memahami posisi dirinya, apalagi untuk mengarahkan teman sekelompoknya.

Di sini, kita bisa melihat bahwa memimpin dalam gelap memang sangat sulit. Bagaimana bisa seorang pemimpin mengarahkan anak buahnya, sementara ia sendiri pun tidak pasti arah yang mau dituju. Akibatnya, pengarahan bisa terasa asal-asalan sehingga membuat kebingungan di antara anggota kelompoknya. Dalam kondisi nyata, banyak hal memang tidak bisa ditebak, tetapi tugas tetap harus terlaksana, bahkan dengan tenggat yang sudah ditentukan.

Di media kemarin, kita lihat begitu ramainya komentar mengenai Nadiem Makarim, menteri termuda yang dipasrahi pengelolaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Pendidikan Tinggi. Banyak yang meragukan kapabilitasnya dan menganggap bahwa beliau buta dengan isu-isu di kependidikan mengingat minimnya pengalaman beliau di bidang tersebut. Apa yang harus dilakukannya dalam situasi gelap seperti ini?

Bagaimana dengan kita, yang urusannya tidak sekompleks bapak-bapak menteri itu? Kita juga mengalami kekaburan masa depan. Kondisi pasar yang bergeser secara cepat, pelanggan yang tiba-tiba semakin pandai memilih, sementara pilihan juga bertambah banyak. Peraturan pemerintah yang bisa berubah secara mengejutkan, sumber daya yang tidak menentu. Banyak lagi fenomena-fenomena baru yang mengejutkan dan bahkan disruptif, yang harus kita hadapi. Apakah kita tahu tentang masa depan? Bahkan, apakah kita tahu tentang apa yang akan terjadi pada tahun depan, bulan depan? Kita seolah melihat masa depan seperti jalan yang diliputi kabut, serba tidak jelas.

Banyak di antara kita yang kemudian menghindari keputusan-keputusan berisiko besar alias bersikap wait and see. Semua pengeluaran ditahan. Sementara itu, ketegangan dan kecemasan ini pun menciptakan keresahan yang berujung sikap negatif seperti mengutarakan kritik yang tidak berdasar dan tidak produktif. Namun, kita perlu mengingatkan diri sendiri tidak mungkin diam berpangku tangan saja. Banyak perusahaan yang berhasil sukses dalam situasi yang tidak menentu ini. Para pemimpin terbaik bisa menemukan jalan untuk menembus ketidakjelasan dengan terus maju, membuat arah yang jelas, dan berkomunikasi dengan bawahan.

Para ahli memiliki beberapa saran bagaimana kita perlu bersikap dalam kondisi yang tak jelas ini.

Ambil tindakan pragmatis

Beberapa pemimpin yang berhasil mengatakan bahwa strategi mereka adalah tetap melakukan tindakan dengan arah yang realistis dan berkomitmen menjalankannya. Walaupun demikian, strategi tidak bisa dibuat segamblang-gamblangnya. Jim Collins dalam bukunya Built to Last juga menceritakan bahwa “keep going” adalah suatu strategi untuk mempertahankan jalannya perusahaan. Doing something, anything, in support of your company’s success makes you and your team feel better than doing nothing.

Terkadang, karena rasa khawatir yang berlebihan, kita sering lupa pada inti bisnis sehingga tidak sempat memikirkan nilai tambah apa yang masih bisa dikerjakan. Kita bahkan sering melupakan harta kita yang paling penting yaitu clientele kita. Kita perlu bertanya pada diri sendiri, sudahkah mempelajari pelanggan lebih mendalam?

Kita juga bisa kembali ke visi dan misi. Apakah perlu di-refresh agar lebih tepat dengan situasi sekarang sehingga setiap anggota kelompok juga menjadi lebih jelas dengan arah perusahaan. Bagaimana kita bisa berkinerja faster, better, dan smarter?

Kita pun tak boleh enggan mengambil risiko. Bagaimana kalau keadaan tak jelas ini terjadi selama-lamanya? Apakah kita mau berdiam diri sampai kehabisan sumber daya dan tenaga? Kita perlu melakukan taruhan cerdas dengan memperhitungkan dinamika yang lebih berdampak positif bagi perusahaan dan menghentikan tindakan yang merugikan.

Kita tidak bisa lagi membuat strategi jangka panjang seperti dahulu dan berpegangan erat-erat padanya apa pun yang terjadi di luar sana. Kita hanya bisa membuat strategi jangka pendek, Yang perlu segera dicoba bila merasa sudah menemukan potensi solusi. Operate in sprints: Embrace short-term strategies. Kita tidak bisa lagi bermewah-mewah dengan waktu. Mengapa menunda urusan yang bisa diselesaikan hari ini? Mengapa menjadwalkan sebulan untuk pekerjaan yang bisa selesai dalam seminggu?

Pelihara emosi

Dalam keadaan uncertain ini, kita mudah sekali terpancing emosi. Segala yang tak jelas, membuat rasa aman kita terancam. Kita juga mengerti bahwa berdiam di comfort zone pada saat seperti ini merupakan kesalahan. Oleh karena itu, kita pun perlu berstrategi mengamankan emosi.

Pertama, kita perlu bersikap lebih proaktif. Yang jelas, bergerak bisa lebih meredakan emosi. Selain itu, pada saat seperti ini, kita perlu belajar mendengar tentang beragam hal. Dari yang dirasa tidak penting, sampai yang memang terkait dengan diri kita. Dari gosip sampai berita yang faktual, dan tentunya juga dari berbagai kalangan. Kita butuh informasi sehingga bisa lebih cepat mendapatkan wawasan, konteks dan kejelasan. Hal ini akan membuat sense making dari kejadian-kejadian di seputar kita menjadi lebih tajam.

Kita juga perlu mengenali, mengakui, dan mengarahkan emosi kita. Kita tetap harus tampak tenang walaupun emosi bergejolak. Oleh karena itu, kita benar-benar perlu berkawan dengan emosi, bisa mengendalikan dan menyalurkannya dengan baik. Komunikasi terbuka mengenai emosi karenanya menjadi sangat penting.

Belajar dari disiplin ilmu lain

Inilah saatnya kita belajar dari orang lain, apakah itu ahli dari bidang ilmu lain, atau bahkan kompetitor sekali pun. Kita bisa terkaget-kaget bila sedikit saja melebarkan sayap aktivitas sehari-hari kita ke divisi lain atau ke perusahaan lain. Di sana, kita bisa belajar tidak hanya praktik-praktik mereka, tetapi juga cara pikirnya. Dengan demikian, pikiran kita pun akan lebih terbuka dan bisa memperbesar kemungkinan kita mendapat pencerahan tentang: what to do next?

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 2 November 2019.