Di tengah kondisi ekonomi yang bergejolak dan maraknya pengaruh media sosial, banyak anak muda yang terjebak dalam siklus konsumsi tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap keuangan pribadi.
Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka pada 2023 mencapai 5,86 persen dengan sebagian besar penganggur berasal dari kelompok usia muda. Hal ini menciptakan tekanan tambahan bagi Gen Z, yang sering kali mencari pelarian melalui perilaku belanja yang tidak terkontrol.
Tak hanya faktor ekonomi, Gen Z Indonesia juga sangat rentan terhadap pengaruh gaya hidup yang ditampilkan di media sosial. Berdasarkan laporan We Are Social dan Hootsuite, sekitar 98 persen Gen Z di Indonesia menggunakan media sosial secara aktif, di mana mereka terpapar konten yang mendorong konsumsi dan tren belanja terbaru. Kombinasi antara tekanan ekonomi dan budaya konsumsi inilah yang membuat doom spending menjadi masalah serius yang perlu segera ditangani.
Baca juga: Tren Soft Saving : Cara Gen Z Menabung Dana Pensiun
Apa Itu doom spending?
Doom spending adalah tindakan belanja secara impulsif sebagai respons terhadap kecemasan atau ketidakpastian. Bagi Gen Z Indonesia, tekanan ekonomi yang semakin berat, seperti kenaikan biaya hidup dan ketatnya persaingan di pasar kerja, menjadikan mereka lebih rentan terhadap perilaku ini.
Berdasarkan survei oleh Bank Indonesia, tingkat inflasi pada 2023 tercatat sebesar 3,08 persen, yang memengaruhi daya beli masyarakat, terutama generasi muda yang masih dalam tahap merintis karier. Selain itu, budaya konsumsi di Indonesia juga berperan besar.
Kehadiran platform e-commerce yang mempermudah transaksi digital, seperti Shopee dan Tokopedia, mempercepat perilaku belanja impulsif. Pada tahun 2022, e-commerce di Indonesia menghasilkan transaksi sebesar 77 miliar Dollar, sebagian besar dipengaruhi oleh Gen Z yang sangat aktif dalam belanja daring.
FOMO Mendorong doom spending
Salah satu faktor yang memperkuat doom spending di kalangan Gen Z Indonesia adalah pengaruh media sosial dan fenomena Fear of Missing Out (FOMO). Sosial media seperti Instagram dan TikTok menjadi platform utama bagi banyak anak muda untuk mengikuti tren gaya hidup dan mode terbaru.
FOMO menciptakan perasaan tidak ingin tertinggal tren, sehingga muncul rasa urgensi untuk membeli barang-barang yang sedang tren itu tanpa mempertimbangkan kondisi keuangan. Promo dan diskon besar-besaran seperti Harbolnas atau flash sale yang ditawarkan oleh platform e-commerce juga berkontribusi pada perilaku doom spending ini.
Pengaruh selebgram, influencer, dan iklan yang secara terus menerus membanjiri lini masa membuat Gen Z merasa harus segera memiliki barang-barang tertentu untuk tetap dianggap relevan.
Baca juga: Dari Emas Sampai Arisan: Tradisi Keuangan Unik Berbagai Negara
Dampak buruk bagi keuangan
Doom spending tidak hanya berdampak pada kondisi emosional, tetapi juga memberikan tekanan finansial yang besar. Banyak Gen Z yang terjebak dalam perilaku konsumtif yang berakibat pada peningkatan hutang dan sulitnya menabung.
Berdasarkan survei oleh Katadata Insight Center, 49 persen Gen Z Indonesia mengaku kesulitan untuk menabung secara konsisten. Selain itu, dengan mudahnya akses kredit digital melalui layanan paylater, seperti yang disediakan oleh GoPay dan OVO, membuat mereka semakin terdorong untuk berbelanja tanpa memperhitungkan kemampuan keuangan.
Kondisi finansial yang tidak stabil juga diperparah oleh rendahnya tingkat literasi keuangan di kalangan Gen Z. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022 menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan di Indonesia hanya sebesar 49,68 persen. Ini artinya, hampir separuh dari penduduk Indonesia, termasuk Gen Z, belum memiliki pemahaman yang baik tentang bagaimana mengelola keuangan pribadi dengan bijak.
Hai anak muda, kamu bisa mengatasinya
Untuk mengatasi doom spending, kamu perlu lebih sadar akan dampak dari kebiasaan belanja impulsif dan mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan pengeluaran mereka. Berikut beberapa strategi yang dapat dilakukan:
- Buat anggaran, tetapkan prioritas
Gen Z harus mulai membuat anggaran bulanan yang realistis dan menetapkan prioritas pengeluaran. Menyisihkan uang untuk menabung sebelum melakukan pembelanjaan dapat membantu menjaga keseimbangan keuangan. - Hindari pembelian emosional
Cobalah untuk memberikan jeda waktu sebelum melakukan pembelian. Cobalah untuk menunda selama 24 jam sebelum membeli barang supaya bisa membantu mengevaluasi apakah pembelian tersebut benar-benar diperlukan. - Memanfaatkan aplikasi pengelola keuangan
Ada banyak aplikasi pengelola keuangan yang dapat membantu Gen Z memantau pengeluaran mereka. Aplikasi seperti Finansialku dan DompetKu dapat menjadi alat yang efektif untuk membantu mereka memahami pola pengeluaran dan menabung secara teratur. - Meningkatkan Literasi Keuangan
Meningkatkan literasi keuangan adalah langkah kunci untuk menghindari doom spending. Pemerintah dan institusi keuangan dapat berperan aktif dalam mengedukasi Gen Z melalui kampanye literasi keuangan di sekolah-sekolah dan kampus.
Dengan memahami apa itu doom spending dan bagaimana dampaknya, Gen Z Indonesia dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan mereka. Perubahan kecil dalam perilaku konsumsi dapat membuat perbedaan besar dalam kesejahteraan finansial jangka panjang.