Selain keresahan dan kecemasan, pada tahun 2020, kita juga melihat negara-negara yang tadinya perang dingin, melakukan pendekatan pada negara yang sudah berhasil mendapatkan kemajuan dalam produksi vaksin. Situasi ini membuat kita optimistis, pada saat kepentingan bersama dan kemanusiaan ada di depan, ternyata dunia bisa bekerja sama dengan mesra. Ini membawa spirit kooperasi global yang menjanjikan.
Pada tahun ini, kita juga mengenal lebih dalam soal kemanusiaan. Kita prihatin dengan teman yang terpapar virus, kehilangan pekerjaannya, atau bahkan kehilangan anggota keluarga. Banyak gerakan filantropi untuk membantu sesama. Ini pun buah dari pengalaman pada tahun 2020 yang tidak bisa kita sepelekan. The spirit of generosity is alive and well.
Lebih banyak berimajinasi
Kita tidak bisa berkutat dengan kesulitan yang ada, tetapi harus melihat ke depan. Kita butuh menyegarkan diri masing-masing dengan sikap yang baru dan mengelola tingkah laku dengan lebih baik. Kita harus percaya pada imajinasi, kapasitas untuk berkreasi, berevolusi, dan menggarap mental model dari produk atau situasi yang belum ada. Kita perlu menciptakan kesempatan baru dan membuat lorong perkembangan.
Dalam tekanan, kita merasa hasrat berinovasi mengempis. Namun, bila melihat sejarah, justru pada saat-saat resesilah terjadi turning point pada perusahaan-perusahaan yang berinovasi. Misalnya Apple yang meluncurkan iPod pada tahun 2001 ketika terjadi resesi ekonomi di Amerika Serikat.
Dengan imajinasi, kita bisa memiliki kekuatan lebih untuk beradaptasi, bahkan berkreasi dan membentuk lingkungan baru. Misalnya, dalam krisis Covid seperti ini, kita bisa saja hanya berfokus pada sikap reaktif, bertahan di resesi atau langsung memikirkan rebound dan kemudian reinventing. Dari 250 perusahaan yang diteliti, sebagian besar perusahaan hanya melakukan tindakan reaktif, hanya sedikit yang berusaha untuk melakukan reinventing.
Bagaimana meningkatkan kapasitas imajinasi?
Kita tidak bisa mengandalkan satu bagian atau pimpinan saja untuk mendapatkan ide cemerlang. Setiap orang perlu berpikir keras untuk mendapatkan ide dan jalan keluar dari masalah organisasi. Untuk itu, kita perlu menata ulang kebiasaan-kebiasaan seperti berikut ini.
Luangkan waktu untuk refleksi. Krisis membuat kita reaktif dan sulit melihat gambaran besar situasi. Alih-alih menggambar masa depan, kita bereaksi fight and flight seolah dikejar oleh predator. Sistem syaraf seperti ini, membuat fokus kita semakin sempit. Sistem parasimpatetik yang berfungsi untuk rest and digest tidak bekerja. Kita perlu melakukan balancing antara bereaksi dengan mengambil napas dalam-dalam dan berelaksasi.
Ajukan lebih banyak pertanyaan terbuka. Dalam krisis, kita sering kali mengajukan pertanyaan yang mungkin tidak ada seorang pun yang bisa menjawabnya. Daripada bertanya “apa yang akan terjadi pada kita?” yang membuat kita seolah tidak berdaya terhadap situasi, lebih baik bertanya “bagaimana kita menciptakan pilihan-pilihan baru?“ atau “apa yang dibutuhkan pelanggan saat ini?”
Mental bermain adalah kunci kreativitas. Dalam menghadapi krisis, kita memang perlu berespons serius. Namun, terlalu serius juga bisa menjadi penghambat. Kita bisa memunculkan ide-ide yang tidak biasa, bila mengizinkan pikiran kita melompat-lompat, mencoba hal baru, dan berimajinasi yang tidak mungkin. “Creativity is the rearrangement of existing knowledge into new, useful combinations,” ungkap chairman Lego Brand Group. “Just like playing with Lego bricks, this can lead you to valuable innovations — like the Google search engine or the Airbnb business model.”
Siapkan wadah untuk brainstorming. Imajinasi memang terjadi secara individual. Namun, bila ide atau hasil imajinasi ini tidak ditangkap dan ditindaklanjuti, ia akan kandas di tengah jalan. Kuncinya adalah menampung semua ide dan imajinasi ini ke dalam sebuah wadah, untuk secara berkala dibicarakan tanpa birokrasi, hierarki, dan pertimbangan finansial.
Cari anomali dan hal yang tidak diduga-duga. Pertanyaan “apa yang tidak cocok di sini?” bisa memberikan ide yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Kita bisa bertanya mengapa negara-negara, seperti Korea, Jepang, dan China bisa menanggulangi virus ini dengan lebih cepat. Apakah mereka menggunakan strategi yang berbeda dan belum pernah dilakukan sebelumnya?
Kuatkan eksperimen. Ide hanya akan berguna bila bisa diimplementasikan. Dengan budget kecil sekalipun, kita bisa menguji ide kita dalam situasi nyata. Ole Kirk Christiansen, pendiri Lego, tadinya adalah produsen barang-barang rumah tangga, seperti furnitur, tangga, dan meja setrika. Namun, pada masa depresi pada Eropa tahun 1930, ia memulai membuat mainan. Ternyata pada saat itu konsumen memang tidak membangun rumah, tetapi tetap membelikan mainan untuk mengisi waktu anak-anaknya. Ia berhasil.
Gantungkan harapan setinggi langit. Bila kehilangan harapan, kita akan mengadaptasi mindset yang pasif. Hal ini menyebabkan kita berhenti berpikir. Semua krisis mengandung benih kesempatan. Namun, ini hanya berlaku bila kita memang menggantungkan harapan positif dan optimisme. Never in our lifetimes has the power of imagination been more important in defining our immediate future,” ujar Jim Loree, CEO Stanley Black & Decker.
Marilah kita memasuki tahun 2021 ini dengan optimisme dan berfokus pada kreativitas, kekuatan imajinasi dan kegigihan berusaha pada tahun mendatang ini.
Eileen Rachman & Emilia Jakob
EXPERD
HR Consultant/Konsultan SDM