Marah merupakan bagian dari emosi manusia yang universal. Semua orang pasti pernah marah. Kemarahan biasanya muncul dari banyak hal, misalnya kecewa, frustasi, atau terganggu. Namun, ada kesalahpahaman tentang kemarahan.

Masih banyak yang mengira bahwa marah selalu identik dengan suara keras atau sifat yang merusak. Padahal, ada beberapa jenis marah seperti marah verbal, pasif agresif, volatil, hingga marah tegas yang cenderung positif.

Mengutip dari lifesupportscounselling.com.au, ada 10 jenis marah yang umum ada di masyarakat. Dengan mengetahui jenisnya, semoga saja Anda bisa tahu bagaimana mengontrolnya ya.

1. Assertive anger

Jenis marah ini merupakan yang paling “kalem”. Alih-alih memperlihatkan kemarahan, orang dengan tipe marah ini cenderung menghindar dari konfrontasi dan menahan diri mengeluarkan kata-kata kasar. Orang dengan tipe marah seperti ini cenderung memotivasi untuk menjadi lebih baik.

2. Behavioural anger

Kemarahan jenis ini lebih melibatkan ekspresi fisik dan cenderung agresif. Orang dengan marah jenis ini biasanya menyerang seseorang atau merusak barang yang ada di sekelilingnya. Kemarahan jenis ini biasanya tidak bisa diprediksi dan punya konsekuensi negatif di akhirnya. Jika memiliki jenis marah ini, sebaiknya segera pergi dari tempat di mana Anda marah untuk mengatur napas dan mengontrol emosi.

3. Chronic anger

Orang dengan jenis marah ini biasanya lebih memilih ditahan dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri. Bahayanya, jika terus menerus tidak diperbaiki, kemarahannya justru akan membuat tidak sehat. Biasanya kemarahan ini timbul karena benci dengan orang lain atau frustrasi pada keadaan. Cara paling baik untuk meredam amarah jenis ini adalah memaafkan.

4. Judgmental anger

Kemarahan ini boleh jadi karena kemarahan yang sebenarnya. Jenis marah ini muncul sebagai reaksi saat melihat atau menerima ketidakadilan. Walaupun terlihat punya nilai positif, tak menutup kemungkinan bahwa orang dengan marah ini dijauhi karena perbedaan pandangan dengan orang lain di sekitarnya.

5. Overwhelmed anger

Inilah tipe marah yang tidak terkontrol. Marah ini biasanya muncul karena akumulasi dari kondisi di luar batas kemampuan kita, diikuti dengan perasaan tanpa harapan atau frustrasi. Ini biasanya muncul karena terlalu banyak tanggung jawab yang dipikul atau karena ketidakmampuan melawan stres.

6. Passive aggressive anger

Jenis marah ini biasanya tidak menyerang seseorang secara langsung. Biasanya, orang dengan jenis marah ini lebih memilih untuk sinis atau menyalahkan kejadian. Perilaku ini biasanya membuat ambigu dan membingungkan orang lain. Belajar tentang komunikasi yang asertif menjadi salah satu cara untuk mengelola kemarahan ini.

7. Retaliatory anger

Jenis marah ini biasanya direspons dengan rasa balas dendam atau ingin membalas. Biasanya orang yang memiliki tipe kemarahan ini sudah mempersiapkan diri dan bertujuan. Tak jarang, pembalasannya dilakukan dengan intimidasi yang cenderung menyulut tensi menjadi lebih tinggi. Kemarahan model ini bisa menjadi fatal jika tidak diredam.

8. Self-abusive anger

Kemarahan ini muncul karena merasa putus asa, tidak berharga, disakiti, atau malu. Orang dengan kemarahan seperti ini biasanya tidak bisa mengekspresikan dan cenderung menyalurkannya dengan berbicara yang buruk terhadap diri sendiri. Tak jarang, mereka menyakiti diri sendiri.

9. Verbal anger

FOTO-FOTO: SHUTTERSTOCK.COM

Walaupun terlihat tidak menakutkan, kemarahan jenis ini berpotensi menyerang lawan bicara secara psikologis. Biasanya kemarahan ini diikuti dengan ekspresi teriak, mengancam, sarkasme, hingga kritik yang menyalahkan. Kemarahan ini bertujuan untuk mempermalukan seseorang. Jika memiliki jenis ini, sebaiknya belajar menahan diri untuk berteriak dan cobalah untuk mengeluarkan argumen dengan lebih tertata dan tenang.

10. Volatile anger

Kemarahan ini cenderung naik turun seperti rollercoaster. Anda bisa marah besar cepat sekali, tetapi seketika kemudian langsung tenang. Jenis marah ini sebenarnya dijauhi oleh orang lain karena mereka cenderung takut untuk berinteraksi dengan Anda. Untuk itu, Anda harus belajar mengontrolnya agar tidak terekskalasi.