Color speaks louder than words.
Kita melihat warna seperti merasakan rasa. Saat makan, lidah kita akan merasakan empat atribut rasa, yaitu manis, asin, asam, dan pahit. Warna juga mempunyai makna psikologis, menjadi simbol sekaligus penguat kesan dan pesan tertentu kepada orang lain.
Menengok sejarah peradaban manusia berabad-abad silam, warna merupakan elemen esensial dalam berbagai lini kehidupan. Keberagaman warna inilah yang berhasil membuat hidup lebih inspiratif dari masa ke masa.
Warna kuning, misalnya, pada zaman Romawi kuno, populer sebagai warna dekorasi acara pernikahan dan pakaian pengantin. Lain lagi cerita dari warna ungu. Dari dulu hingga kini, warna ini identik dengan warna kerajaan. Simbolisasi itu sudah dipercayai bangsa Mesir kuno, termasuk Ratu Cleopatra. Kala itu, untuk mendapatkan satu ons pewarna ungu untuk pakaian kerajaannya, Cleopatra membutuhkan 20 ribu bekicot yang harus direndam selama sepuluh hari.
Bergulirnya waktu, variasi dan makna warna terus berkembang. Terdapat makna secara universal ataupun budaya.
Contohnya, putih dimaknai secara universal sebagai yang bersih dan suci. Para pekerja kesehatan dan rumah sakit di berbagai negara mengenakan seragam warna putih sebagai representasi kesterilan dan kebersihan. Namun, secara budaya, putih dapat diartikan berbeda di antara budaya barat dan timur.
Dimulai pada abad ke-20, budaya barat mendefinisikan warna putih sebagai lambang kesucian. Oleh karena itu, pengantin barat pun mengenakan gaun dan jas putih. Sebaliknya, di timur, khususnya Tiongkok, putih justru diibaratkan sebagai warna berkabung dan kedukaan.
Proses kreatif
Warna pun telah diteliti lebih dari 2000 tahun. Sejumlah penelitian dan teori awal tentang cahaya sudah dilakukan filsuf Yunani Aristoteles. Dia menemukan bahwa dengan mencampurkan dua warna akan menghasilkan warna baru yang ketiga.
Dalam perjalanan sejarah studi warna, spektrum warna pertama kali ditemukan Isaac Newton pada 1666. Barulah pada abad ke -19, Ewald Hering, ahli fisiologi Jerman, memperkenalkan diagram warna.
Studi warna terus berkembang hingga saat ini, yang dipandang dari berbagai ilmu. John Gage dalam bukunya Color and Meaning: Art, Science, and Symbolism menjabarkan, fenomena warna diteliti dengan cara baru, yaitu dari perspektif sejarah ilmu pengetahuan, termasuk bahasa dan seni. Di sisi lain, warna berperan penting dalam sebuah proses kreatif sehingga mampu menghasilkan karya seni impresif sepanjang zaman.
Hal itulah yang diakui Tory Burch, perancang Amerika Serikat. Burch menceritakan bagaimana warna memengaruhi proses kreatif dalam aspek kehidupannya, yang tertuang dalam buku Tory Burch In Color yang diterbitkan akhir tahun lalu. Warna-warni inilah yang mengiringi Tory dalam membuat variasi produk modenya.
Tren tahun ini
Di awal tahun, biasanya ada beberapa warna yang dijagokan menjadi tren tahun ini untuk diaplikasikan dalam ranah mode. Salah satu yang dikenal sebagai acuan adalah tren warna dari Pantone Color Institute.
Tahun ini warna yang diusung lebih condong ke warna lebih dingin dan lembut dari spektrum warna. Adapun warna yang dikeluarkan terdiri atas aquamarine, scuba blue, lucite green, classic blue, toasted almond, strawberry ice, tangerine, custard, marsala, dan glacier gray.
Executive Director Pantone Color Institute Leatrice Eiseman, menerangkan, “Anda dapat sejenak membebaskan koneksi dari teknologi, bersantai, memberikan waktu untuk berdiam. Dari sanalah terinspirasi pilihan warna yang minimalis bertema En Plein Air. Pilihan warna diambil dari warna alam dengan membaurkan warna dingin dengan warna hangat yang lembut.”
Lantas, apa warna favorit Anda tahun ini? [AJG]
Klasikamus:
Spektrum warna merupakan kumpulan panjang gelombang cahaya atau elektromagnetik yang dapat dilihat mata. Percobaan Isaac Newton ditemukan bahwa sinar cahaya yang dibagi menjadi warna penyusunnya oleh prisma pertama akan menghasilkan kumpulan sinar warna yang disusun kembali menjadi cahaya putih oleh prisma kedua.