Profesi ini semakin populer dan dinilai berperan penting terhadap perkembangan perusahaan rintisan karena mampu meningkatkan kelekatan (engagement) serta kenyamanan pengguna produk/aplikasi.
Namun, kenyamanan pengguna saja tidaklah cukup dalam pengembangan sebuah produk. Seorang UX designer harus mampu menyeimbangkan antara keinginan pengguna dengan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu bisnis. Lalu, bagaimana agar seorang UX designer dapat menjadi nilai tambah dalam pengembangan sebuah produk?
Jawaban dari pertanyaan tersebut menjadi pokok pembahasan dalam kelas elektif daring oleh Kognisi pada 18 September 2020 bertajuk “How UX Designer Adds Value in Product Development” yang dibawakan oleh Reza Fikri selaku Product Design Lead (UI/UX) Kompas.id dan Septa Inigopatria selaku Product Development Lead Kompas.id.
Dalam pemaparan awal, Reza menjelaskan bahwa UX designer dan UI designer memiliki peran yang berbeda dalam pengembangan sebuah produk. UX designer akan lebih mendalami tentang apa yang pengguna rasakan dan inginkan dari produk tersebut.
Kemudian, susunan, struktur, tata letak, navigasi, dan organisasi konten (wireframe) yang dihasilkan akan diolah menjadi tampilan yang menarik di suatu produk/aplikasi oleh UI designer.
“UX designer lebih kepada perancangan sebuah desain, sedangkan UI designer merupakan eksekutornya,” papar Reza.
Pendekatan solutif berbasis “human-centered design”
Dalam membangun produk yang lebih baik, dibutuhkan langkah yang dapat memberi solusi dalam memecahkan masalah. Seperti saat membangun situs Kompas.id, Reza mengatakan bahwa dalam mencari solusi untuk memecahkan masalah, UX designer akan menggunakan pendekatan human-centered design yang diterapkan pada setiap langkah dalam design thinking process.
Terdapat lima langkah yang harus dilakukan dalam design thinking process yaitu pemahaman masalah (understand), identifikasi dan deskripsi (define), simulasi ide-ide (ideate), desain (design), dan uji validasi (validate).
Pendekatan human-centered design harus selalu melekat pada pola pikir seorang UX designer. Dalam menyeimbangkan tujuan organisasi dan keinginan pengguna. Terdapat tiga kategori dari human-centered design yang perlu diperhatikan. Menurut Reza, “Pertama, kita dapat mulai memahami kebutuhan user terlebih dahulu (desirability). lalu pahami tujuan yang ingin dicapai dari segi bisnis. Dan, yang terakhir, mengetahui kesanggupan teknis dari pengembangnya (baca: developer).”.
Individu dan interaksi
Bayangkan Anda adalah seorang UX designer. Tentunya, Anda akan berkolaborasi dengan sesama rekan kerja. Contohnya di dalam Kompas.id, UX designer kerap berinteraksi dengan karyawan dari divisi lain, seperti jurnalis, digital marketing, dan teknologi informasi. Selain itu, UX designer tersebut akan berkolaborasi dengan konsumen. Pertanyaannya, bagaimana seorang UX designer dapat berkontribusi dalam setiap aspek yang ada dari kolaborasi tersebut?
Septa menyatakan bahwa pada dasarnya, seorang UX designer akan menyeimbangkan apa yang konsumen inginkan dengan apa yang dapat kita tawarkan sebagai solusi. Dengan adanya seorang UX designer, kita tidak perlu melewati kegagalan-kegagalan seperti salah menginterpretasikan keinginan dari konsumen.
“Inilah value utama dari seorang UX designer dalam sebuah organisasi. Yaitu, memfasilitasi adanya collaborative design,” tambahnya. Dalam pelaksanaannya, collaborative design wajib dilakukan secara kritis. Semua individu dapat menyampaikan ide dan masukan dengan mengesampingkan birokrasi demi mencapai keberhasilan perancangan suatu produk.
“Design thinking and doing”
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan oleh seorang UX designer adalah mengelola ide-ide tersebut berdasarkan prioritas dan tingkat urgensi. Berdasarkan data Nielsen Norman Group, hasil kerja dominan seorang UX designer adalah struktur/kerangka konten statis (static wireframe), purwarupa interaktif (interactive prototype), dan alur atau diagram aktivitas (flowchart/activity diagram).
“Tujuan bisnis dapat tercapai dengan memperbaiki masalah yang user alami berlandaskan dengan penelitian, kemudian divalidasi dengan pengguna, dan tetap belajar dari apa yang sudah kita aplikasikan sebelumnya,” tutup Septa.
Kognisi adalah platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung mengunjungi akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogifriends! Stay safe, healthy, and sane!
Penulis: Elvira Tantri, Editor: Sulyana Andikko.