Mobil listrik digadang-gadang menjadi kendaraan masa depan. Selain mampu menghemat sumber energi dari fosil, mobil listrik bisa mengurangi emisi gas buang di udara. Negara lain sudah berlomba-lomba memproduksi bahkan mendukung agar penggunaannya makin masif. Indonesia sedang menuju ke sana.

Gelaran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS 2018) menyajikan banyak cerita. Salah satunya, tren menuju produksi mobil listrik. Beberapa pabrikan yang tampil di salah satu gelaran pameran otomotif terbesar di Indonesia ini menampilkan mobil konsep berbasis listrik sebagai dayanya. Para pabrikan itu ada yang sudah memperkenalkan mobil hibrida (hybrid), plug in hybrid, dan full battery.

Tantangan

Namun, untuk bisa “mengaspalkan” mobil listrik di jalan-jalan Indonesia, butuh jalan panjang. Banyak tantangan menanti. Padahal, berdasarkan sebuah riset bertajuk Electric Vehicles in Indonesia: The Road Towards Sustainable Transportation yang lakukan oleh lembaga riset Solidiance pada 2018, orang Indonesia sudah tahu kalau kendaraan berbasis listrik sudah ada di Indonesia.

Sayangnya, dari riset yang sama, masyarakat Indonesia belum tertarik untuk membelinya satu atau dua tahun mendatang. Untuk sepeda motor, hanya 17 persen yang tertarik membelinya. Sedangkan untuk mobil, lebih kecil lagi, hanya sebesar 9 persen.

Tentu saja, keengganan untuk membeli tersebut disebabkan banyak hal. Sebut saja kemampuan jarak tempuh kendaraan listrik yang masih diragukan. Sementara itu, orang Indonesia masih sangat tergantung dengan kendaraan pribadi. Belum lagi tempat isi ulang daya yang masih susah ditemui. Yang terakhir, harga. Tidak adanya kebijakan yang jelas dari pemerintah membuat kendaraan listrik masih susah untuk populer di jalanan Indonesia. Tidak hanya itu, dari kalangan pengguna mobil memandang mobil listrik beban pajaknya masih sangat tinggi.

Berkaca dari negara lain

Indonesia sebenarnya tidak berdiam diri, hanya target yang diinginkan masih jauh dari kenyataan. Berdasarkan Perpres nomor 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kendaraan listrik di Indonesia pada 2025 akan mencapai 2,1 juta kendaraan roda dua dan 2.200 unit kendaraan roda empat. Kenyataannya roda duanya masih sekitar 3.000 unit atau 0,14 persen dari target pemerintah. Sementara itu, roda empatnya hanya 1.000 unit.

Pemerintah Indonesia pun mencermati tren kendaraan listrik ini dengan saksama. Tahun lalu, pemerintah sudah mengusulkan untuk melarang penjualan kendaraan bahan bakar fosil pada 2040. Jangka waktu ini lebih lama dibandingkan beberapa negara di dunia yang merencanakan pelarangan itu pada 2030. Negara-negara itu, antara lain Jerman, Inggris, Amerika Serikat, dan India.

Bahkan ada yang merencanakan lebih cepat, yaitu Norwegia, yang akan melarang kendaraan berbasis fosil pada 2025. Norwegia pun bergerak cepat dengan merumuskan berbagai kebijakan dan penguatan infrastrukturnya. Beberapa kebijakan itu, antara lain memberikan insentif bagi pembangunan Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU). Pemerintahnya juga sudah merencanakan pembangunan sumber listrik dan parkir gratis di 400 stasiun serta mengizinkan untuk melaju di jalur bus.

Norwegia sekarang sudah menyediakan lebih dari 3.500 SPLU dan 100 stasiun pengisian cepat. Mari bandingkan dengan Indonesia. Mengutip Tech in Asia, Indonesia baru mempunyai 1.300 SPLU yang tersebar di 24 kota di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 71 persen atau 924 lokasi ada di DKI Jakarta.

Keputusan untuk segera beralih ke listrik ini merupakan imbas dari meroketnya harga BBM. Norwegia pun diperkirakan akan menjadi pasar terbesar kendaraan listrik dan pada 2020 akan ada 200 ribu kendaraan listrik di sana.

Keseriusan untuk beralih ke kendaraan listrik juga dilakukan oleh Jerman. Negara bavaria ini membebaskan kendaraan listrik dari pajak tahunan dan pajak lima tahunan untuk lisensi di bawah 2020. Serupa dengan Jerman, Inggris juga membebaskan pajak jalan tahunan sekaligus memberikan subsidi kepada beberapa model mobil listrik. [VTO]

Foto-foto : Shutterstock.com

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 7 Agustus 2018.