Shazam memang pahlawan super yang berbeda. Ia adalah remaja Billy Batson (Asher Angel) yang terperangkap dalam tubuh sosok dewasa (Zachary Levi), ketika tanpa sengaja mendapat kekuatan sebagai champion dari penyihir Shazam.
Setelah kejadian pada film pertama, Billy dan saudara-saudaranya Freddy (Jack Dylan Grazer), Darla (Faithe Herman), Eugene (Ian Chen), Pedro (Jovan Armand), dan Mary (Grace Caroline Currey) sesama penghuni rumah yatim asuhan Victor (Cooper Andrews) dan Rosa (Marta Milans), mulai terbiasa menjalani hidup sebagai pahlawan super.
Baca juga: Shazam (2019): Ketika Anak-anak Jadi Pahlawan Super
Freddy acap memantau radio pihak berwajib. Jika dianggap perlu, mereka pun beraksi sebagai pahlawan super Freddy (Adam Brody), Eugene (Ross Butler), Darla (Meagan Good), Pedro (DJ Cotrona), dan Mary. Billy berusaha menjalankan peran sebagai pemimpin saudara-saudaranya, walau mereka tak selalu mendengarkannya.
Hingga suatu ketika, mereka bertemu lawan dengan kekuatan sepadan, para putri Dewa Atlas, yaitu Hespera (Helen Mirren), Kalypso (Lucy Liu), dan Anthea (Rachel Zegler). Ternyata, kekuatan super yang dimiliki Shazam berasal dari Dewa Atlas yang dicuri dahulu kala. Kini para putrinya menuntut kembali kekuatan tersebut dengan segala cara.
Mampukah Billy dan saudara-saudaranya menghadapi para putri Atlas? Shazam! Fury of the Gods menawarkan kisah menarik tentang pertarungan sengit pahlawan super melawan para dewa.
Semua tentang keluarga
Konflik yang dialami Shazam tidak selalu hitam putih. Tentu saja harus ada karakter antagonis, yang kali ini dihadirkan sosok Hespera dan Kalypso. Namun, konflik sesungguhnya justru bagaimana Billy yang seorang anak remaja terjebak dalam tubuh dewasa harus bersiap menjelang masa dewasa sesungguhnya.
Menjadi pahlawan super menghadirkan tambahan kepusingan dalam kehidupan anak-anak remaja yang masih punya banyak keinginan. Belum lagi, hubungan saudara di rumah yatim-piatu tentu berbeda dengan tinggal bersama saudara kandung. Seperti dikatakan Produser Peter Safran, film Shazam memiliki dinamika keluarga yang luar biasa, yang menjadi inti cerita.
“Gagasan bahwa keluarga adalah tentang ikatan, bukan sekadar tentang hubungan darah. Jadi, pada film kedua kita melihat bahwa Billy kini menemukan keluarganya, tapi pertanyaannya: apa yang akan ia lakukan untuk membuat keluarganya tetap bersatu?” ujar Safran.
Baca juga: Creed III, Melawan Hantu Masa Lalu
Meski berkisah tentang pahlawan super, adegan aksi bukanlah suguhan utama Shazam. Yang membuat film ini menarik adalah ramuan petualangan dan komedi. Terkait elemen komedi, penulis cerita Henry Gayden mengatakan bahwa hal itu hadir secara alamiah. Ia tak perlu menciptakan situasi komikal.
“(Hal itu) sudah ada di situ, dan kami memiliki ruang yang lebar untuk berimprovisasi,” ujar Gayden.
Memang konyol. Tengok saja bagaimana jadinya jika sekelompok remaja dengan kekuatan super harus menyelamatkan warga yang terjebak di jembatan yang mau runtuh. Di sela-sela kesibukan menolong warga, ada saja hal-hal yang tak terbayangkan “normalnya” dilakukan oleh pahlawan super.
Sementara itu, sosok Freddy yang pengidap paraplegia dan kerap menjadi sasaran perundungan memunculkan konflik lain yang tak kalah pelik. Sebagai orang yang difabel, menjadi pahlawan super bukan sekadar alter ego bagi Freddy.
Di situlah semua aspirasi yang tak mungkin ia rasakan dalam kondisi difabel dapat dicurahkan. Namun, pahlawan super yang dibangun dari sosok remaja difabel ternyata begitu rapuh dan dapat membahayakan pada situasi tertentu.
Melalui pertarungan melawan para dewa, Billy dan saudara-saudaranya tak hanya belajar menjadi pahlawan super sejati, tetapi juga meraih kedewasaannya.
Shazam! Fury of the Gods menjadi film tentang pahlawan super yang lain daripada yang lain. Film ini sudah dapat disaksikan di layar lebar Tanah Air. Jangan sampai ketinggalan.
Review overview
Summary
8Pahlawan super membutuhkan sumber kekuatan manusia normal pada umumnya, yaitu keluarga. Itulah yang dirasakan Shazam pada Fury of the Gods.