Heritage Loco Tour di Kawasan Pemangku Hutan (KPH) Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, kini naik daun. Sempat dianggap angker oleh sebagian orang, bengkel traksi atau depo loko tersebut kini menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Cepu.

Ruston

Sinar matahari yang menembus celah dedaunan seolah membasuh Ruston. Cat berwarna kuning, hijau, dan merah yang membasuh lokomotif jadoel bertenaga mesin diesel tersebut masih terlihat baru.

Namun, jelaga di ruang mesin yang dibiarkan terbuka, karat dan jok usang di ruang masinis, serta suara mesin yang “parau” tidak bisa menutupi usia rentanya.

heritage-loco-tour

Dua gerbong kayu di belakang lokomotif buatan Inggris tersebut riuh oleh suara anak-anak. Sementara itu, mereka yang lebih tua sebagian besar memilih untuk berswafoto sambil menunggu Ruston membawa mereka melewati sawah, ladang, dan bekas hutan jati.

Sesaat setelah klakson dibunyikan, lokomotif tersebut mulai berjalan pelan. Gilas roda besi pada rel yang tak kalah tua memunculkan suara yang cukup keras, beradu dengan suara diesel lokomotif.

Butuh waktu sekitar 1 jam menempuh jarak sekitar 6 kilometer (3 kilometer pergi-pulang menempuh jalur yang sama), untuk kembali ke depo yang teduh oleh rindang pohon beringin.

Riwayat

Kawasan depo loko milik Perum Perhutani tersebut dibangun kira-kira pada 1911. Empat tahun kemudian, pada 1915, jaringan relnya dibangun, dan disebut-sebut sebagai salah satu jalan rel tertua di Pulau Jawa, bahkan di Indonesia.

Dengan panjang sekitar 300 kilometer, rel kereta api yang menembus kawasan hutan jati Cepu tersebut memiliki lebar sepur 1.076 mm. Pemilihan lebar sepur ini diperkirakan untuk memudahkan sambungan jalan rel lintas utama Semarang–Surabaya.

Selain Ruston, di depo loko tersebut juga ada lokomotif lain, termasuk 3 buatan Berliner Maschinebau  – Actien Gesellschft (BMAG) yang masing-masing diberi nama Tujuh Belas, Agustus, dan Bahagia; dua lokomotif langsir uap buatan Du Croo & Braun; serta satu lokomotif Hanomag buatan tahun 1922 Exs PJKA C290.

Semakin menurun

Seiring waktu dan usia, kondisi lokomotif-lokomotif uap yang fungsi utamanya sebagai alat transportasi pengangkut hasil hutan ini semakin menurun. Beberapa rusak dan belum bisa diperbaiki karena suku cadang yang sulit atau malah tidak bisa lagi ditemui.

Petugas yang ada di Heritage Loco Tour sangat berharap agar lokomotif-lokomotif tersebut bisa diperbaiki dan beroperasi, mengulang masa jayanya.

Harapan tersebut tertuang pada sudut papan informasi, “ … Ia nyata dan bergerak. Bermain dan beraktivitas di antara kita. Berlarian di antara rumah penduduk, berkejaran melintasi sawah dan ladang. Kami memanggilnya dengan panggilan sayang, ‘Loko Tua Perhutani’.” [ASP]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 21 Juli 2018

Foto: Antonius SP