Clement (30) dan Jess (27) pening bukan main. Seharusnya, hari-hari di pengujung Maret lalu menjadi saat paling indah dalam hidup mereka. Dalam bekapan udara dingin, turis asal Ohio, AS, itu berencana mewujudkan mimpi mereka mengunjungi Museum Louvre, berfoto di bawah Menara Eiffel, melintasi Monumen Arc de Triomphe, menatap Mona Lisa, dan tempat-tempat ikonik lainnya di Paris, Perancis.

Namun, apa daya, mungkin karena saking senangnya menatap bangunan-bangunan artistik di Negeri Napoleon itu, sejoli itu abai dengan risiko kejahatan yang biasa mengintai para pelancong. Benar saja, pada suatu pagi yang nahas, mereka dikecoh oleh beberapa orang yang berpura-pura menawarkan jasa penerjemah dengan bayaran seiklasnya.

“Saat kami turun dari bus dan berjalan menuju piramida (Louvre) ini, orang-orang itu mengerubungi kami dan menawarkan jasa penerjemah. Mereka sangat meyakinkan. Ternyata itu kedok mereka mencopet kami,” kata Clara. “Sebagian uang kami mereka ambil. Sekitar 80 dollar (AS),” lanjutnya.

Clement juga menumpahkan kekesalannya. “Aku marah sekali. Ini perjalanan pertama kami ke luar negeri. Kami bahkan sudah mempersiapkannya sejak dua tahun lalu. Sekarang kami harus benar-benar berhemat agar bisa pulang (ke AS).”

Turis dan pedagang asongan membaur di sekitar piramida Museum Louvre yang ikonik.

Ditanya lebih jauh tentang agendanya selama di Paris, Clara menjawab bahwa mereka seperti turis “pemula” pada umumnya yang terpesona dengan cerita-cerita negeri yang jauh. Mereka ingin menatap dan menyentuh langsung ikon-ikon dunia yang selama ini hanya dilihat lewat brosur iklan dan tayangan media.

Apalagi, imbuh Clara, ia sangat ingin melihat langsung lukisan paling terkenal di dunia, Mona Lisa, karya seniman Renaissance, Leonardo Da Vinci. Lukisan yang “cuma” berukuran 77 cm x 53 cm itu memang “beristirahat” di Louvre.

“Mona Lisa selalu menarik diperhatikan. Apalagi kabarnya ada kisah asmara yang melingkupi Da Vinci saat melukisnya. Gara-gara itulah kami kemari,” seloroh Clara, seolah tengah menghibur diri usai dicopet.

Motivator dan penulis Mira Kelley pernah mengungkap di situs web pribadinya tentang kisah asmara di balik senyum enigmatis Mona Lisa. Ia mengungkapkan, tatkala Da Vinci bertemu dengan perempuan yang sekarang kita kenal sebagai Mona Lisa itu, sang pelukis mengalami cinta pada pandangan pertama. Sosok perempuan itu begitu meluruhkan hati Da Vinci.

Pengunjung Museum Louvre berada di sekitar lukisan berjudul “Napoléon on the Battlefield of Eylau”. Lukisan ini dibuat oleh Antoine-Jean Gros sekitar tahun 1807-1808.

Banyak teori yang mengatakan, perempuan pada lukisan itu adalah Lisa Del Giocondo, istri seorang pedagang sutera kaya raya, Francesco Del Giocondo. Kata “Mona” adalah singkatan dari ma donna yang dalam bahasa Inggris berarti my lady. “My lady” yang diterjemahkan menjadi “perempuanku” dianggap menjadi penanda adanya ketertarikan batiniah Da Vinci kepada sosok yang dilukisnya.

Mona Lisa diperkirakan dilukis pada 1503 dan dikerjakan Da Vinci selama bertahun-tahun hingga selesai beberapa saat sebelum ia meninggal pada 1519. Di Louvre, lukisan ini “bersemayam” di lantai 1 sayap Denon.

Di sayap itu pula dipajang lukisan terkenal lainnya karya Paolo Veronese, Pernikahan Kana. Dibandingkan dengan Mona Lisa, Pernikahan Kana ukurannya jauh lebih besar yakni 6,77 m x 9,9 m. Veronese membuat lukisan ini pada 1562–1563.

Langit-langit Museum Louvre yang tampil sangat artistik.

Berdesakan

Louvre sendiri memiliki tiga sayap bangunan, yakni Richeliu, Sully, dan Denon. Ribuan koleksi disimpan di sini dan dibagi dalam beberapa kelompok, contohnya karya seni Islami, barang-barang kuno dari Mesir, peninggalan Kerajaan Roma, hingga benda-benda antik dari Yunani. Beberapa koleksi disebut telah berumur ribuan tahun. Untuk menikmati semua koleksi di Louvre perlu waktu lebih dari satu bulan!

Namun bagaimanapun, Mona Lisa tetap menjadi magnet utama dari Louvre. Ruang pemajangan Mona Lisa selalu disesaki pengunjung yang penasaran. Itulah sebabnya, menikmati eksotisme Mona Lisa menjadi terasa lebih sulit saat ini.

Selain sering harus berdesakan, para turis kebanyakan langsung mengangkat lengannya untuk memotret lukisan itu. Akibatnya, pengunjung yang berada di barisan belakang akan kesulitan melihat lebih jelas senyum misterius paling terkenal sejagat ini.

Di bagian lain Louvre, pengunjung juga bisa mengamati koleksi patung yang telah berusia ratusan hingga ribuan tahun.

Jurnalis Amelia Gentleman juga pernah melontarkan kritik di The Guardian tentang ketidaknyamanan untuk melihat potret Mona Lisa. Ia menyebut bahwa sulit untuk melihat bagaimana orang benar-benar dapat menikmati melihat lukisan itu dalam keadaan penuh sesak.

Kemolekan Mona Lisa ibarat kecantikan Kota Paris itu sendiri yang ada kalanya tercederai dengan berkurangnya rasa nyaman. Pemerintah Kota Paris memang tak hanya dipusingkan dengan tingginya angka kriminalitas seperti pencopetan atau pemalakan, tapi juga persoalan tunawisma.

Di brosur kunjungan Museum Louvre sendiri sampai harus memuat peringatan tentang risiko kecopetan dan petunjuk pencegahannya. Jadi, kapan pun berkunjung ke surga seni dan fashion ini, tetaplah bergembira sembari waspada. Sebab, tawa yang menyala sering membuat kita terlena.

Baca juga: Kisah Lebah dan Manusia Slovenia