Sebagian besar dari mahasiswa atau karyawan mungkin pernah berada pada titik ada keraguan apakah jurusan atau pekerjaan yang dijalani sesuai dengan minatnya. Sebagai konsekuensi, terkadang tebersit rasa menyesal saat mengalami masa-masa sulit mengerjakan kewajiban-kewajiban yang menyertai aktivitas tersebut.

Narasi tersebut dikupas tuntas melalui webinar yang diselenggarakan oleh Kognisi bertajuk “Self-Awareness: The Right Start In Embarking Your Career Journey” oleh Elsa Christine selaku Asociate Facilitator Talentbox pada Sabtu, 3 Oktober 2020 yang diikuti oleh hampir 300 peserta.

Elsa dalam pemaparannya menjelaskan tentang kesadaran diri (self-awareness) yang meliputi fenomena salah jurusan dan cara menghadapinya; memetakan karier pasca-kampus sejak kuliah; memanfaatkan peluang karier yang ada di depan mata; membangun self-awareness saat kuliah maupun pasca kampus, hingga tips praktis manajemen diri untuk nyaman saat bekerja.

Elsa yang pernah meniti karier sebagai praktisi sumber daya manusia di industri perbankan dan asuransi ini membuka webinar dengan kutipan menarik dari Alvin Toffler, “The illiterate of the 21st Century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn.” Hal ini masuk akal, mengingat pada era kini orang yang bisa cepat berkembang adalah orang yang bisa semakin cepat belajar hal baru yang membutuhkan kesadaran alami diri sendiri.

Keterampilan yang dibutuhkan pada abad ke-21

Sebelum mengembangkan diri, menurut Elsa kita perlu menelusuri terlebih dahulu kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan di era kini. Ia mengutip data World Economic Forum yang menyebutkan antara lain kemampuan berpikir analitis, inovatif, kreativitas, kepemimpinan, dan pengaruh sosial merupakan kemampuan yang dibutuhkan pada tahun 2022. Lebih jauh lagi, kecerdasan emosional juga termasuk di dalamnya dan merupakan kunci utama kita dalam mencapai kesuksesan dalam berkarier.

Kesadaran diri itu sendiri adalah proses menyadari kemampuan kita untuk kemudian mampu kita tingkatkan. Elsa menjabarkan, “Self-awareness adalah titik kita merenungi ulang sikap kita di dalam suatu tim saat berdiskusi, seberapa besar kontribusi kita terhadap tanggung jawab yang sedang kita emban, maupun cara kita berkenalan dengan orang baru. Self-awareness yang sudah kita kuasai tersebut perlahan akan menuju fase social management dan self-management yang akhirnya bermuara pada relationship management.”

Elsa lantas memvisualisasikan empat komponen itu dalam bentuk matriks kecerdasan emosional, yang mengandung pemetaan tingkat kesadaran diri itu dalam bentuk “The Four Self-Awareness Archetypes” untuk menggarisbawahi beberapa perbedaan tipe. Keempat komponen itu adalah introspectors, aware, seekres, dan pleasers.

“Pada intinya, tidak ada kata terlambat untuk belajar dan menemukan tingkat self-awareness kita,” simpul Elsa.

Mengatur ekspektasi versus realita                

Pribadi yang memiliki sifat sadar diri adalah orang yang menyadari narasi dirinya secara benar-benar utuh. Kita sadar bahwa kita apa adanya dan tidak mudah goyah saat mendengarkan pandangan atau persepsi buruk orang lain.

Elsa menambahkan, “Memang kita perlu dapat feedback, tapi kita harus pilah mana hal positif yang bisa kita jadikan langkah peningkatan kapabilitas dan mana hal negatif yang bisa kita jadikan langkah perbaikan diri.” Saat individu sadar diri dan tahu dengan jelas narasi yang hendak ia asah dalam diri, kelak tujuan hidupnya pun lebih mudah ditentukan.

Pada akhir sesi, Elsa menjelaskan tentang “The Three Blind Spot of Self-Awareness” yang terdiri dari tiga elemen yakni knowledge blindness, emotion blindness, dan behavior blindness. Knowledge blindness adalah kondisi saat kita tidak selalu bisa mengukur apa yang kita ketahui; Emotion blindness adalah kondisi saat kita tidak melulu konsisten peduli apa yang kita rasakan; dan Behavior blindness yang merupakan situasi saat kita tidak benar-benar sadar bagaimana kita akan bertindak.

Sebagai penutup, Elsa menyatakan, “Self-awareness itu dimulai dari beberapa hal yakni (1) terima bahwa tantangan bisa saja datang kapan pun; (2) berkesadaran dalam mengetahui apa yang tidak kita ketahui, dan (3) introspeksi untuk memperbaiki diri terus-menerus.”

Kognisi adalah produk turunan Growth Center, yang merupakan platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung dikunjungi akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogi Friends! Stay safe, healthy, and sane!

Penulis: Gilang Rizky Pratama, Editor: Sulyana Andikko.