Bagaimana rasanya dikejar-kejar hantu dan disuruh bernyanyi mengikuti lagu dari mesin karaoke? Sudah pasti ini merupakan kisah dari sebuah film horor komedi. Seram tapi lucu. Mengerikan sekaligus menghibur. Itulah yang disajikan Premika, film Thailand yang sedang diputar di layar-layar bioskop.

Kisah dalam film ini dimulai dari ditemukannya potongan-potongan tubuh korban pembunuhan misterius di sebuah hutan. Karena identitasnya tidak dapat diketahui, nama korban kemudian disebut sebagai “Premika” (Natthacha De Souza), mengikuti merek baju seragam sekolah Jepang yang dikenakan.

Pejabat polisi setempat yang memimpin penyelidikan di lokasi tampak acuh tak acuh. Ia lebih memilih pergi untuk urusan lain ketimbang menyelidiki pembunuhan tersebut. Ia beralasan, hampir dapat dipastikan korban adalah pekerja gelap yang kerap masuk ke Thailand. Tidak ada perlunya mengurusi pembunuhan demikian.

Poom (Todsapol Maisuk), seorang letnan polisi bawahannya berbeda pendapat. Ia bertekad mencari tahu identitas korban sekaligus menguak kasus pembunuhan tersebut. Sayangnya, petunjuk yang dimiliki hanyalah potongan tubuh dan pakaian yang dikenakan.

Tak jauh dari lokasi tersebut, sebuah resor baru dibuka. Pengelola resor mengundang sejumlah tamu VIP untuk menjajal suasana resor yang dikelilingi alam pegunungan yang menawan. Termasuk di antara para tamu adalah pasangan suami-istri muda yang kurang harmonis, seorang produser musik beserta dua orang penari, sebuah kelompok band dengan penyanyinya Tul (Nutthasit Kotimanuswanich) yang tengah naik daun, serta sejumlah wartawan di bawah pimpinan Kreng (Pramothe Pathan).

Saat melihat-lihat fasilitas resor, tanpa sengaja, salah satu tamu menyalakan sebuah mesin karaoke. Ternyata, mesin karaoke tersebut menghidupkan sosok hantu perempuan muda yang mendendam karena dibunuh. Ia lalu menghantui para tamu resor. Namun, caranya sangat unik. Korbannya disuruh untuk bernyanyi mengikuti lagu yang dipilih acak oleh mesin karaoke. Jika bernyanyi sumbang, korban akan gagal dan si hantu perempuan pun membunuhnya. Satu per satu tamu VIP resor itu pun menjadi korban.

Sementara itu, pencarian Letnan Poom berkembang ke sejumlah kelab malam yang beroperasi di seputar kawasan wisata tersebut. Tampaknya pencarian Letnan Poom menemukan titik terang karena kelab-kelab malam tersebut banyak mempekerjakan pekerja gelap dari negara tetangga. Mereka umumnya tanpa identitas jelas dan tidak bisa berbahasa Thailand. Ia lalu menelusuri, apakah ada yang mempekerjakan perempuan muda dengan seragam seperti murid sekolah Jepang.

Apakah ada hubungan antara perempuan muda yang menjadi korban pembunuhan mutilasi dan hantu yang menggentayangi resor? Apakah ada yang berhasil melewati tantangan bernyanyi dengan mesin karaoke sehingga urung dibunuh? Dibalut berbagai tingkah konyol para pemerannya, film Premika berhasil menjadi tontonan horor komedi yang memikat.

dokumen M Pictures.

Sutradara yang juga merupakan salah satu penulis naskah Siwakorn Charupongsa tak hanya menghadirkan berbagai kelucuan yang menghibur. Premika juga mengusung kritik sosial antara lain mengenai nasib para pekerja ilegal yang menjadi korban perdagangan manusia karena terbelenggu kemiskinan. Ia juga menghadirkan potret institusi yang semestinya menjadi lembaga pelindung masyarakat, tetapi malah menjadi beking kaum pengusaha. Penonton diajak tertawa, tetapi pada saat yang sama merasa getir melihat ketidakadilan yang terjadi.

Sebagai tontonan, Premika cukup menghibur. Terdapat banyak situasi konyol yang membuat penonton terpingkal-pingkal. Bumbu horor cukup mengena walau bagi penggemar horor sejati pasti dianggap basi. Jika menginginkan tontonan yang berbeda, film ini layak dicoba. [ACA]

Sutradara :
Siwakorn Charupongsa

Skenario :
Siwakorn Charupongsa, Komsun Nuntachit, Sukree Terakunvanich

Pemain :
NatthacHa De Souza, Nutthasit Kotimanuswanich, Pramothe Pathan

Rilisan :
Thailand

Tayang Perdana :
18 April 2018

 

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 25 April 2018.