Karakter Hellboy kembali menemui penonton pada April ini. Cukup menjanjikan pada awalnya, film Hellboy terbaru ini menutup cerita dengan tidak impresif.
Hellboy (2019) garapan sutradara Neil Marshall ini adalah film reboot, alias tidak bersambungan dengan kedua film Hellboy yang pernah tayang sebelumnya, Hellboy (2004) dan Hellboy II: The Golden Army (2008) arahan Guillermo del Torro. Dalam film Hellboy, karakter ciptaan Mike Mignola ini mendapati tantangan baru ketika berhadapan dengan penyihir kuno yang ingin mengambil alih kendali atas dunia.
Baca juga: Review Film Hotel Mumbai (2019): Teror di Hotel Mewah
Film dibuka dengan pembangunan latar tentang perseteruan penyihir jahat Nimue (Milla Jovovich) dengan Raja Arthur pada abad ke-6. Diceritakan, penyihir yang disebut sebagai Blood Queen ini tidak dapat disakiti dengan senjata buatan manusia. Namun, pedang excalibur milik Arthur, yang memiliki kekuatan gaib, dapat menjadi alat berperang melawan Nimue.
Arthur pun memutilasi Nimue, memasukkan potongan tubuhnya ke dalam beberapa peti, memantrai peti itu, dan menyebarkannya ke berbagai penjuru Eropa agar tubuhnya tidak lagi dapat kembali bersatu. Dari awal film, kita sudah tahu siapa yang kelak bakal dihadapi Hellboy.
Latar waktu film lantas melompat abad ke-21, masa ketika Hellboy (David Harbour) sudah berkomunikasi dengan gawai—yang layarnya berkali-kali ia retakkan karena tekanan jarinya. Bersama ayah angkatnya, Trevor Bruttenholm (Ian McShane), ia kini menjadi agen untuk Bureau for Paranormal Research and Defense (BPRD).
Baca juga: Review Film Shazam (2019): Ketika Anak-anak Jadi Pahlawan Super
Sebagai agen BPRD, Hellboy mendapatkan tugas baru untuk membantu Osiris Club di Inggris memburu tiga raksasa. Di sana, ia bertemu Lady Hatton (Sophie Okonedo), yang menyingkap asal-usul Hellboy.
Sementara itu, Gruagach (Douglas Tait), monster berkepala babi hutan yang memiliki dendam pribadi terhadap Hellboy, membantu Nimue mencari potongan tubuhnya untuk disatukan. Kisah selanjutnya, bisa ditebak, Nimue bangkit kembali dan Hellboy menjadi harapan untuk menangkal serangan dari Nimue.
Datar-datar saja
Dari segi cerita, bangunan cerita Hellboy cenderung kurang solid. Di bagian awal film pembangunan kisah cukup meyakinkan. Namun, konflik atau klimaks film terasa kurang greget. Pengembangan kisah menuju ke klimaks terasa terburu-buru.
Pertempuran Hellboy dengan Nimue berlangsung terlalu singkat. Pilihan-pilihan yang disodorkan kepada Hellboy ketika ia menghadapi konflik internal pun terasa kurang dilematis; tidak ada sesuatu yang berarti yang layak dipertaruhkan. Penyelesaian konflik pun terasa terlalu cepat, hampir tanpa ketegangan yang asyik diikuti penonton.
Catatan tambahan, film yang notabene mendapat rating R (untuk dewasa) ini terlalu banyak mendapat intervensi sensor dari lembaga sensor film. Alur pun terasa tersendat-sendat, dengan cutting yang membuat penonton merasa tidak nyaman.
Setidaknya di film ini penonton bisa menikmati prostetik yang apik. Yang paling mengesankan adalah penampilan Baba Yaga, penyihir legendaris yang tinggal di rumah kayu berkaki ayam. Dalam Hellboy, karakter ini diperankan “Twisty” Troy James, kontursionis yang lihai menekuk-nekuk tubuhnya.
Seni prostetik yang diaplikasikan sangat baik, ditambah gerakan-gerakan dan gestur Troy, membuat penampilan Baba Yaga menjadi sangat mengesankan. Meski begitu, ini tidak dapat menyelamatkan Hellboy dari kesan keseluruhan yang datar-datar saja.