SUMMARY
Sekelompok senior dari sebuah sekolah menengah atas membuat usaha kecil-kecilan guna mengelabui sistem penerimaan perguruan tinggi yang rumit.
Jenis Film | Drama, Thriller |
Produser | Benedict Wong, Julia Hammer |
Sutradara | JC Lee |
Skenario | JC Lee dan Julius Onah |
Pemeran | Benedict Wong, Taylor Hickson, Jabari Banks, Sarah-Jane Redmond, Callina Liang, Samuel Braun, Tina Grant, Conor Meadows |
Rilisan | Picturestart, Picture Perfect Federation |
- 4 Juli 2025
- 96 Menit
- 13+
Bad Genius (2025) hadir sebagai remake berani dari film Thailand legendaris tahun 2017 yang menggemparkan Asia dengan kisah mencontek yang diolah bak aksi heist. Kali ini, sutradara JC Lee dan penulis naskah Julius Onah menyajikan versi Hollywood yang segar dengan pendekatan yang lebih politis dan emosional.
Berlatar di sebuah sekolah elit di Amerika Serikat, film ini mengisahkan Lynn (diperankan dengan sangat kuat oleh Callina Liang, siswi jenius berdarah Asia yang mendapatkan beasiswa berkat prestasi akademiknya. Namun, di balik kejeniusannya, Lynn terperangkap dalam sistem pendidikan yang dipenuhi tekanan sosial, ketimpangan ekonomi, dan ekspektasi tak masuk akal.
Cerita dimulai dari keputusan kecil: membantu sahabatnya, Grace (Taylor Hickson), lulus ujian dengan contekan kode tangan rahasia. Namun, bantuan ini berubah menjadi jaringan bisnis bawah tanah ketika Pat (Samuel Braun), pacar Grace, menawarkan uang demi jawaban. Bersama Bank (Jabari Banks), siswa jenius lainnya yang idealis dan berasal dari kalangan ekonomi bawah, Lynn menciptakan skema curang berskala global: operasi ujian SAT dengan satu tujuan, mengirimkan jawaban ujian ke para siswa kaya di AS.
Yang membuat film ini menegangkan bukan hanya rencana mencontek itu sendiri, tapi bagaimana sistem pendidikan, privilege, dan tekanan sosial menjadikan “kejahatan akademik” tampak masuk akal.
Teknik yang sangat cerdik
Film ini menyuguhkan pengalaman sinematik yang menggetarkan. Visual disusun rapi dengan sinematografi penuh intensitas, menghadirkan ruang kelas dan momen ujian layaknya medan perang. Gerak lambat, sorotan mata penuh kecemasan, dan sunyi yang menggantung menjadikan setiap detik ujian terasa seperti bom waktu.
Musik latar yang menghentak pada momen genting—seperti saat Lynn harus menghafal urutan jawaban dalam waktu terbatas di dalam toilet bandara Sydney—membuat penonton ikut menahan napas. Namun di balik aksi cerdas itu, konflik batin Lynn terus tumbuh. Ia adalah siswa berprestasi yang tahu bahwa mencontek adalah kesalahan, namun ia juga tahu bahwa sistem yang seharusnya adil justru memberi ruang besar bagi yang punya uang dan koneksi.
Akting Callina Liang sebagai Lynn layak diacungi jempol. Ia berhasil memerankan tokoh kompleks yang cerdas, tertekan, dan pada akhirnya retak oleh rasa bersalah dan krisis identitas. Chemistry-nya dengan Jabari Banks sebagai Bank terasa kuat, terutama ketika dua tokoh ini mulai berbeda arah secara moral—Bank tetap ingin idealis, sedangkan Lynn semakin dalam terjebak dalam tekanan untuk “menang”.
Karakter Grace dan Pat tampil sebagai representasi dari kelompok elite yang selalu menemukan cara membeli solusi, tanpa harus benar-benar berusaha. Penulisan karakternya menunjukkan kontras kelas sosial yang tajam, tanpa membuatnya terasa menggurui.
Yang membuat Bad Genius (2025) lebih dari sekadar film remaja biasa adalah lapisan kritik sosialnya. Film ini tak hanya menyoroti fenomena contek-mencontek, tapi mengangkat isu struktural seperti ketimpangan pendidikan, diskriminasi rasial, tekanan keluarga imigran, hingga rasa frustrasi generasi muda terhadap sistem yang menilai keberhasilan hanya dari angka di atas kertas.
Meski ceritanya mengikuti jejak versi Thailand, Bad Genius (2025) menawarkan pendekatan yang lebih dalam secara emosional dan lebih luas secara sosial. Ending-nya tetap mengejutkan dan memberikan refleksi bahwa kadang, untuk bertahan di dunia yang tidak adil, seseorang dipaksa menjadi bagian dari kebohongan yang lebih besar—sampai akhirnya ia harus memilih, melawan sistem atau menjadi sistem itu sendiri.
Bad Genius (2025) bukan hanya film thriller akademik yang cerdas dan menegangkan, tetapi juga cermin kritis bagi dunia pendidikan dan realitas sosial masa kini. Film ini memadukan ketegangan aksi, kedalaman emosi, dan pesan moral yang relevan. Cocok ditonton oleh penikmat drama remaja, penggemar heist movie, dan siapa pun yang pernah merasa frustasi dengan sistem yang tak selalu adil. Sebuah remake yang berani, relevan, dan berhasil berdiri dengan identitasnya sendiri.
Review overview
Summary
8