Pola konsumsi masyarakat tidaklah stagnan. Seiring perubahan perilaku masyarakat, kini menjalani pola konsumsi yang teratur, tak sekadar kenyang, makin menjadi kebiasaan. Memilih makanan untuk menjaga kesehatan tampak semakin menjadi pengetahuan dan kesadaran umum.

Hasil jajak pendapat Kompas beberapa waktu lalu menunjukkan hal itu. Kini, nyaris seluruh responden (97 persen) mengatakan “mengatur pola makan”, perlu dilakukan. Pola makan tidak lagi melulu soal empat sehat lima sempurna, tetapi juga bagaimana menerapkan kombinasi makanan yang tepat atau populer dengan istilah food combining.

Satu dari tiga responden yang ditanya berpendapat, pola makan yang ideal adalah kombinasi makanan. Sementara itu, konsep empat sehat lima sempurna masih dianggap sebagai pola makan ideal oleh 16 persen responden. Tentu kedua model pola makan sehat itu tidak bersifat bertentangan karena masing-masing didasari konteks berbeda.

Responden mengungkapkan beberapa alasan dilakukannya pola makan yang sehat, antara lain yaitu untuk menjaga kesehatan (69 persen) atau mengurangi risiko penyakit keturunan (25,6 persen).

Yang menarik adalah masyarakat kini mengatur sendiri pola makan mereka. Antara lain dengan mengurangi jenis makanan tertentu hingga berbagai model diet atau hanya memakan sayuran mentah. Menjadi vegetarian dengan tidak mengonsumsi protein hewani, misalnya, dilakukan oleh 1 dari 11 responden (9 persen).

Pengetahuan masyarakat akan pengaruh makanan pada kesehatan sudah cukup baik. Namun, tidak mudah mengubah kebiasaan makan dan selera lidah serta kepuasan perut. Meski mayoritas responden menyatakan perlunya mengatur pola makan, hanya sebagian yang mengaku telah melakukan hal tersebut, termasuk mendukung program kombinasi makanan (food combining) sebagai pola makan.

Kombinasi makanan

Dengan pendekatan kombinasi makanan, konsumsi tidak lagi bebas makan apa saja meski sesuai dengan proporsi gizi seimbang. Sebaliknya, konsumsi harus memperhatikan kompleksitas proses cerna dalam tubuh. Contohnya, kita tidak boleh makan karbohidrat bersamaan dengan protein hewani. Karbohidrat hanya boleh dimakan bersama dengan sayuran ataupun protein nabati.

Makan nasi, misalnya, hanya boleh ditemani sayuran, tahu, dan tempe. Sementara itu, protein hewani hanya bisa dikonsumsi dengan sayuran. Jadi, jika makan steik, sebaiknya hanya dengan sayuran.

Demikian pula dengan gula yang tidak boleh dikonsumsi bersamaan dengan “gula”, misalnya yang terkandung di dalam roti dan meises karena hal itu akan mengakibatkan fermentasi gula dalam usus halus. Keuntungan lain dalam kombinasi makanan adalah kita tidak perlu memikirkan proporsi jumlah yang dimakan sehingga tidak dipusingkan dengan asupan kalori.

Kita tidak lagi bergantung pada nasi. Karbohidrat bisa didapat juga dari tepung, gandum, atau umbi-umbian dan jagung. Perbedaannya adalah jika dalam slogan empat sehat lima sempurna hanya berbentuk lingkaran pemenuhan kebutuhan tanpa membicarakan proporsi, dalam Tumpeng Gizi Seimbang dibuat piramida makanan.

Hal ini agar asupan yang masuk seimbang antara karbohidrat, protein, serta vitamin dan mineral. Misalnya, dengan besaran porsi yang sama, perbandingan karbohidrat, sayur, dan protein yaitu 8:5:3. Kita tidak lagi makan agar kenyang dan kuat, tetapi makan makanan yang memiliki kualitas sehingga kesehatan dan vitalitas menjadi lebih baik.(UMI KULSUM/LITBANG KOMPAS)

Mengatur pola makan:

Jawaban Persentase
Perlu 97,0
Tidak perlu 2,6
Tidak tahu/tidak jawab 0,4

 

Alasan mengatur pola makan:

Alasan Persentase
Menjaga kesehatan 69,1
Mengurangi risiko penyakit 25,6
Lainnya 5,3
Total 100

 

Pola makan ideal:

Jawaban Persentase
Kombinasi makanan (food combining) 34,4
Empat sehat lima sempurna 16,1
Vegetarian 9,2
Makan teratur 5,7
Mengurangi jenis makanan tertentu 20,2
Makan sesuai keinginan 9,1
Lainnya 5,3
Total 100

 

N = 704

Sumber: Litbang Kompas

 

Metode Jajak Pendapat:

Pengumpulan pendapat melalui telepon ini diselenggarakan Litbang Kompas pada 28-30 April 2015. Sebanyak 704 responden berusia minimal 17 tahun dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis dari Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, Makassar, Semarang, Denpasar, Banjarmasin, dan Pontianak. Jumlah responden di setiap wilayah ditentukan secara proporsional. Menggunakan metode ini, nir-pencuplikan penelitian ± 3,7 persen. Meskipun demikian, kesalahan di luar pencuplikan dimungkinkan terjadi. Hasil jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili seluruh pendapat masyarakat di negeri ini.

noted: pola makan ideal