Pesawat menjadi salah satu primadona transportasi mudik-balik tahun ini. Pada agenda Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI beberapa waktu lalu, Direktur Utama Angkasa Pura I Faik Fahmi mengatakan, jumlah pesawat yang dioperasikan untuk momen Lebaran tahun ini sebanyak 412 armada.

Jumlah tersebut naik dibanding tahun lalu yang hanya 335 pesawat. Namun, masih lebih rendah jika dibanding momen mudik 2019 yang mencapai 650 pesawat.

Mudik dengan pesawat memang cukup efisien dalam hal waktu. Contohnya, perjalanan kapal laut dari Papua ke Jakarta yang bisa mencapai tujuh hari, jika ditempuh dengan pesawat hanya memerlukan waktu sekitar enam jam.

Namun, bagi sebagian orang, menumpang pesawat terbang adalah sebuah tantangan. Sebab, rasa takut terhadap ketinggian ditambah guncangan saat pesawat menghadapi turbulensi bisa membuat jantung berdegub kencang. Dari sini sering muncul anggapan, terbang dengan pesawat berbadan besar lebih aman dibanding dengan pesawat kecil.

Duh, guncangannya, kok, keras sekali, ya. Ini karena pesawatnya kecil. Mending naik maskapai lain yang pakai Boeing atau Airbus,” gerutu seorang ibu yang duduk di samping media ini dalam penerbangan dari Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta menuju Bandara Adisucipto Yogyakarta menggunakan pesawat ATR 72-600, Jumat (14/4/2023).

ATR 72-600 adalah pesawat buatan Eropa bermesin baling-baling. Daya angkutnya sekitar 70 penumpang. “Apakah ibu kurang nyaman dengan pesawat ini?” timpal media ini. “Iya, ini guncangannya lebih terasa. Lebih aman pake pesawat yang gede,” jawab ibu tadi.Kesimpulan yang bisa diserap dari perbincangan singkat itu, si ibu merasa tidak aman terbang dengan pesawat kecil. Padahal, pesawat berbadan besar pun sering terguncang hebat saat menembus awan pekat.

Jadi, sesungguhnya guncangan pada pesawat kecil yang lebih terasa keras, lebih pada persoalan kenyamanan. Ini sama seperti saat kita menumpang mobil. Getaran mobil kecil tentu lebih terasa dibanding mobil besar, tapi bukan berarti mobil yang kecil tidak aman.

Aman di landasan pendek

Kabin pesawat ATR 72-600 Citilink yang cukup nyaman.

Saat ini semua pabrikan pesawat telah mengusahakan teknologi terbaik untuk produknya. Selain mengutamakan keamanan, mereka juga mengejar faktor kenyamanan. Boeing contohnya, dalam produk B737NG, mencangkokkan radar yang mampu mendeteksi sel badai beberapa ratus kilometer di depan. Perangkat ini membantu penerbang untuk merencanakan rute teraman selama perjalanan.

Demikian pula dengan Airbus yang menghadirkan sistem komputer canggih dalam kokpit untuk membantu penerbang membawa penumpang dengan aman dan nyaman. Sejumlah teknologi canggih itu juga ditanam oleh produsen pesawat berbadan kecil, seperti ATR dan Bombardier.

Tak banyak kota di Indonesia yang memiliki landasan pacu yang panjangnya lebih dari 2.000 meter. Meski Boeing dan Airbus merancang produknya agar bisa mendarat di landasan sepanjang 1.800 meter, secara rasional akan lebih aman jika pesawat yang kita tumpangi memang dirancang untuk mendarat di landasan yang pendek.

Oleh sebab itu, jika bandara di kota tujuan mudik kita hanya memiliki landasan yang panjangnya “pas-pasan”, akan lebih aman jika pesawat yang menerbanginya berbadan kecil. Apalagi, Kemenhub telah melakukan uji kelaikan terhadap ratusan pesawat yang akan diterbangkan pada setiap momen liburan panjang.

Soal kenyamanan, pesawat sekelas ATR atau Bombardier Dash 8 pun tak kalah menyenangkan dari armada yang lebih besar. Beberapa maskapai juga telah menyediakan hiburan selama penerbangan, termasuk suguhan hidangan lezat pada maskapai full service.

Kunyah permen karet

Berbicara soal guncangan selama penerbangan yang sering membuat waswas, biasanya kondisi ini dipicu faktor cuaca. Namun, setiap pilot telah dilatih untuk menghindari atau meminimalkan keadaan ini. Terlebih pesawat yang diterbangkan telah dirancang secanggih mungkin untuk bermanuver saat cuaca sedang liar.

Lalu, apa yang perlu dilakukan penumpang saat terbang dalam kondisi cuaca kurang baik? Saran sederhana dari media ini, penumpang harus percaya penuh kepada awak pesawat. Dengarkan instruksi yang diberikan awak pesawat selama penerbangan. Terlebih para pilot telah dilatih sedemikian rupa untuk bekerja sama dengan pengawas penerbangan (ATC) dalam menghadapi segala rupa kondisi cuaca.

Selain itu, menghela napas panjang dan berpikir positif. Ini kata beberapa praktisi penerbangan. Berpikir tentang hal-hal yang menyenangkan saat nanti sampai tujuan dapat membantu kita agar lebih relaks.

Cara lainnya adalah mengunyah permen karet. Ini menjadi kegiatan kecil yang dianggap bisa mengalihkan rasa cemas kita selama penerbangan. Jangan lupa pula, setiap hendak memulai penerbangan dan setelahnya, berdoalah untuk memohon perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Baca jugaPesawat dan Drone untuk Lahan Pertanian