Toilet umum menjadi fasilitas vital di ruang publik. Sayangnya, kebersihan dan kenyamanan toilet umum masih kurang diperhatikan, baik oleh pengguna maupun pengelola. Mayoritas publik menilai masih banyak fasilitas sanitasi di ruang publik yang belum memadai. Padahal, berbagai penyakit dapat menular lewat toilet umum yang kotor.
Sebagai salah satu indikator kualitas hidup masyarakat, akses terhadap fasilitas sanitasi yang memadai masih menjadi persoalan di Indonesia. Data Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas tahun 2012 menunjukkan akses untuk sanitasi baru menjangkau 58,8 persen penduduk Indonesia. Artinya, Lebih dari 40 persen penduduk belum mendapatkan fasilitas sanitasi yang memadai.
Toilet adalah salah satu fasilitas sanitasi dasar yang menjadi kebutuhan masyarakat. World Economic Forum pada 2014 juga memberi nilai 40 dari skala 100 untuk kualitas toilet di Indonesia. Demikian juga Asosiasi Toilet Indonesia menyebutkan, 63 juta orang masih terbiasa buang hajat di tempat terbuka karena tidak memiliki akses ke fasililitas sanitasi dasar.
Buruknya fasilitas sanitasi juga terjadi di ruang publik. Setidaknya, hal ini tergambar dari pendapat mayoritas responden yang terjaring dalam jajak pendapat yang diselenggarakan Litbang Kompas. Setiap enam dari sepuluh responden menilai kondisi toilet umum masih buruk. Toilet yang kotor menjadi sumber penularan bakteri yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri berkembang biak dengan mudah dan cepat terutama di toilet yang tidak terawat.
Bakteri yang dapat berkembang biak di toilet yang kotor antara lain adalah Salmonella listeria dan Bacillus (penyebab keracunan makanan), Rhinovirus (penyakit flu), Rotavirus (infeksi diare pada anak-anak), dan Respiratory syncytial virus (infeksi pernapasan). Selain itu, Jamur Candiada yang menjadi penyebab penyakit pada area kelamin juga bisa menular lewat toilet yang kotor. Jamur lain yang dapat muncul adalah Trichophyton dan Microsorum yang dapat mengakibatkan cacingan dan bau kaki.
Kesadaran bersama
Sanitasi umum yang bersih dan berkualitas menuntut kesadaran dan perhatian dari berbagai pihak. Kesadaran untuk menjaga toilet umum agar tetap bersih tak hanya menjadi kewajiban pengelola, tetapi juga masyarakat pengguna. Pemahaman masyarakat terkait sanitasi bersih sesungguhnya sudah cukup memadai. Setidaknya ini tergambar dari pengetahuan publik terkait prasyarat kelayakan toilet umum.
Ketersediaan air bersih yang paling banyak disebut responden. Setidaknya tujuh dari sepuluh responden menyatakan demikian. Selain itu, responden menyebutkan kondisi kloset yang bersih dan tidak berbau sebagai syarat layaknya sanitasi umum. Idealnya, kloset dibersihkan secara teratur setelah minimal tiga kali dalam sehari. Untuk itu, keberadaan petugas kebersihan menjadi kebutuhan mutlak di setiap toilet umum. Ketersediaan tisu yang memadai dinilai sebagai prasyarat yang juga harus ada.
Syarat lainnya adalah kondisi toilet harus senantiasa kering untuk mencegah kuman berkembang biak. Ventilasi dan pencahayaan yang cukup akan menjaga toilet tidak lembab. Kuman akan terus berkembang biak di tempat yang lembab. Tempat cuci tangan yang memadai juga dinilai penting karena tangan merupakan media pengantar kuman bila tidak dijaga kebersihannya.
Sebagian terbesar responden juga manganggap pentingnya peran serta pengguna toilet umum dalam menjaga kebersihan. Sedikitnya tujuh dari sepuluh responden menyebutkan penting untuk membilas toilet secara benar sehabis digunakan. Penggunaan tisu basah atau semprotan desinfektan untuk kloset duduk dapat menjaga toilet tetap bersih.
Tidak merokok di dalam toilet, menggunakan toilet duduk dengan benar, serta membuang pembalut atau tisu ke tempat sampah menjadi upaya lain yang wajib dipatuhi pengguna toilet. Toilet umum adalah milik bersama. Oleh karena itu, setiap pengguna wajib menjaga kebersihan toilet demi kesehatan diri sendiri dan orang lain yang akan menggunakannya setelah kita. (SUSANTI AGUSTINA S/LITBANG KOMPAS)
Foto dokumen Shutterstock.
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 14 Juli 2015