Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama beberapa bulan belakangan membuat berbagai industri terdampak, tak terkecuali industri teknologi yang dianggap memiliki “daya tahan” yang cukup kuat karena adanya permintaan yang sangat tinggi saat ini.

Salah satu dampak yang paling signifikan terlihat adalah banyaknya perusahaan yang merumahkan, membekukan perekrutan, hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai bentuk efisiensi agar perusahaan dapat bertahan di tengah pandemi. Data dari Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan bahwa hingga 27 Mei 2020 saja, sudah ada 3,1 juta tenaga kerja yang terkena PHK.

Kemudian, berdasarkan data Ekrut, yang merupakan marketplace pencarian tenaga kerja, lebih dari 50 persen perusahaan teknologi memangkas lowongan yang mereka buka. Namun, uniknya, menurut data yang sama, lebih dari 50 persen lowongan yang dipertahankan adalah yang terkait dengan product, data, dan engineering.

Hal ini disampaikan oleh Niko Questera selaku Chief Product Officer Ekrut, dalam webinar Kognisi berjudul “What’s Next for Product Development and Tech Engineers?” beberapa waktu lalu. Topik pemaparan materi dan diskusi dalam sesi ini berhasil menarik perhatian hampir 120 peserta yang terdiri atas karyawan Kompas Gramedia, masyarakat umum, dan mahasiswa selama 1,5 jam.

Peluang “tech talent dan keterampilan

Dalam pemaparannya awalnya, Niko merangkum tiga poin menarik dari artikel yang dipublikasikan oleh McKinsey, yang menurut Niko, dapat membuka kesempatan bagi tech talent dan organisasi untuk tetap berada pada performa puncak selama dan pascapandemi.

Pertama, digital transformation yang diperkirakan akan terjadi lebih cepat dan luas karena kondisi yang terjadi saat ini “memaksa” perusahaan untuk melakukannya lebih awal daripada perkiraan mereka.

Kedua, terkait design thinking yang semakin lama dianggap semakin penting dan diperkirakan akan menjadi salah satu fokus utama perusahaan dalam menggali ide baru (insight) dan uji coba produk (product testing).

Terakhir, pandemi Covid-19 membuat perusahaan diprediksi menjadi lebih inklusif karena dituntut untuk mampu beradaptasi dan memperkuat jalinan kolaborasi.

“Mungkin saat ini sudah mulai terlihat (kolaborasi), itu juga salah satu alasan kenapa di awal waktu Ekrut sudah mulai terkena efek pandemi ini yang secara major, saya jadinya fokusnya ke kolaborasi,” jelas Nico

Selain itu, Nico memaparkan keterampilan yang dibutuhkan oleh tech talent untuk dapat survive selama dan pascapandemi. Menurut Niko, peluang masih terbuka lebar bagi mereka yang menguasai bahasa pemrograman Java, JavaScript, dan Python.

“Ketiga program ini memang lagi highly demanded di market sekarang,” paparnya.

Soft skill vs hard skill: mana yang lebih penting?

Meskipun begitu, ia menggarisbawahi bahwa soft skill tidak kalah penting dengan hard skill yang dimiliki tech talent. Ia memberikan contoh posisi product manager, yang secara garis besar memang harus memiliki kemampuan analisis dan manajemen proyek yang baik. Namun, itu saja belum cukup. Agar dapat stay on top, para product manager perlu memiliki kemampuan komunikasi dan kepemimpinan yang baik.

“Ini berdasarkan data Ekrut juga, orang-orang semakin lama semakin butuh orang yang mempunyai keterampilan kepemimpinan dan komunikasi yang baik. Soalnya kalau komunikasinya saja gak benar (secara) face-to-face, gimana lewat virtual,” ungkap Nico.

Penjelasan dan materi menarik yang dipaparkan oleh Nico kemudian memantik pertanyaan-pertanyaan yang tak kalah menarik dari peserta. Salah satu peserta mengajukan pertanyaan sekaligus mengelaborasi penjelasan mengenai apakah lebih baik memiliki skill baru yang future-proof atau memperdalam skill yang sudah dikuasai?

“Tergantung dengan skills apa yang dikuasai saat ini, apakah skill yang sekarang sudah dikuasai adalah skill yang masih ada dan menjadi permintaan pasar? Kalau skill-nya sudah ‘tua’ dan permintaan pasar sudah menurun drastis, mungkin alangkah baiknya pelajari skills baru (yang menjadi permintaan pasar). Namun, kalau skill yang kita ngomongin untuk diperdalam ini adalah skill yang memang masih banyak permintaannya, lebih baik diperdalam,” jawab Nico.

Sebagai penutup, Nico memberikan pesan untuk tetap berpikir positif dalam menghadapi kondisi saat ini dan mulai mencoba melakukan hal yang memiliki nilai lebih serta rajin memperluas jaringan.

Kognisi adalah platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik. Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung dikunjungi di akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogifriends! Stay safe and stay sane!

Penulis: Aurina Indah Tiara; Penyunting: Sulyana Andikko;