Satu goresan luka bisa berakibat fatal. Ini yang memicu kengerian dari hemofilia. Secara umum, hemofilia dipahami sebagai salah satu penyakit kelainan darah dengan gejala darah sukar membeku. Akibatnya, bila tidak segera ditangani, luka terbuka pada orang dengan hemofilia bisa memicu luka yang semakin parah karena terjadi perdarahan.

Sayangnya, penyakit ini belum diketahui oleh semua orang. Penanganan yang terlambat bisa memperburuk kondisi pasien hemofilia. Saat ini, jumlah pasien hemofilia yang terdata baru sekitar 1.204 orang. Bisa jadi jumlah orang yang mengalami hemofilia lebih besar daripada jumlah tersebut.

Meskipun demikian, pasien dengan hemofilia dapat menjalani hari yang tidak jauh berbeda dengan orang lainnya. Dengan catatan, kehati-hatian dalam beraktivitas menjadi hal yang utama.

Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Prof dr Djajadiman Gatot SpA(K) menuturkan, hemofilia merupakan kelainan darah yang diturunkan dari generasi sebelumnya. Sebagai contoh, perempuan atau kaum ibu biasanya bersifat sebagai pembawa gen hemofilia. Anak laki-laki dari ibu pembawa hemofilia berpotensi mengalami hemofilia.

Jika hal ini terjadi, Djajadiman menyarankan agar orang tidak saling menyalahkan. Pasien harus menerima kondisi hemofilia yang dialami. Agar mampu bertahan dengan hemofilia, dukungan dari keluarga, sekolah, dan lingkungan kerja sangat diperlukan.

Sepanjang usia

Muhammad Gunarso adalah salah satu pasien hemofilia. Karyawan swasta dalam bidang teknologi informasi ini mengaku sejak lahir telah mengalami hemofilia. Namun, ia baru menyadari dirinya mengalami hemofilia ketika semasa kecil jatuh dari tempat tidur dan mengalami biru-biru layaknya lebam. Setelah diperiksa, ternyata kondisinya bertambah parah.

“Pasien hemofilia zaman dulu lebih susah ditangani karena fasilitas medis masih terbatas. Apabila terjadi masalah perdarahan pada bagian sendi, ini bisa berisiko menimbulkan kecacatan. Untungnya, saat ini fasilitas kesehatan sudah lebih oke, terutama di sejumlah kota besar,” terang Djajadiman.

Begitu mengetahui dirinya mengalami hemofilia, Gunarso menjalani perawatan secara rutin. Biaya perawatannya terbilang cukup mahal. Apalagi, sekitar 30 tahun lalu, hemofilia bukanlah penyakit yang familier bagi orang awam. Penangannya pun belum semaju seperti saat ini.

“Dulu, saya masih terbantu karena orangtua mendapatkan bantuan kesehatan dari perusahaan tempat ayah saya bekerja. Namun, saat setelah orangtua pensiun, saya harus memikirkan biaya penanganan hemofilia sendiri,” kata Gunarso.

“Hemofilia merupakan penyakit katastropik. Penyakit ini membutuhkan terapi seumur hidup dan pembiayaan yang cukup besar,” ungkap Dr dr Tubagus Djumhana Atmakusuma SpPD-KHOM dari Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHDTI).

Tubagus menuturkan, penanganan hemofilia saat ini hanya bersifat sementara. Oleh karena itu, penanganan hemofilia perlu dilakukan terus-menerus agar pasien mampu bertahan dengan hemofilia. Selain itu, Tubagus menyarankan agar pasien hemofilia mengikuti program layanan kesehatan nasional agar beban ekonomi dapat sedikit terbantu.

Dengan fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, pasien bisa survive dan menjalankan kehidupan layaknya orang normal. Untuk olahraga, sebenarnya tidak ada larangan bagi pasien hemofilia. Namun, Djajadiman menganjurkan agar pasien hemofilia melakukan olahraga yang ringan, menghindari benturan dan risiko goresan benda tajam.

“Saya berusaha menghindari aktivitas yang berisiko benturan fisik. Olahraga juga tidak semuanya dihindari. Saya masih bisa berenang atau melakukan senam,” papar Gunarso.

Apabila ada salah satu anggota keluarga yang mengalami hemofilia dan terluka, Djajadiman memberikan solusi, yaitu dengan RICE. RICE merupakan singkatan dari rest, ice, compression, dan elevation. Artinya, pasien hemofilia yang mengalami luka harus segera diistirahatkan dari aktivitasnya. Usahakan kompres bagian luka dengan air dingin. Tekanlah area di sekitar luka untuk mencegah perdarahan lebih lanjut. Terakhir, usahakan posisi luka lebih tinggi dari badan. Selanjutnya, pasien hemofilia yang terluka harus mendapatkan penanganan yang lebih lanjut. [MIL]