McKinsey Global Institute pernah memproyeksikan dengan pertumbuhan pengguna internet sebesar 20 persen per tahun, pada 2016 pengguna internet di Indonesia akan mencapai angka 100 juta orang. Tentu saja, jumlah pengguna sebesar itu mampu menggerakkan putaran uang di ranah digital, tak terkecuali di sektor game.
Tiongkok, Korea, dan Jepang merupakan negara di Asia yang mungkin masih menjadi kiblat gamer untuk kawasan Asia. Terang saja, ketiga negara itu sudah melek teknologi lebih dulu dan memiliki basis gamer yang sudah menggurita. Tengok saja pertandingan video game League of Legends antara Tiongkok dan Korea pada Oktober lalu yang menyedot puluhan juta penonton.
Indonesia pun berpeluang untuk menyejajarkan diri dengan ketiga negara itu dan menjadi raja di Asia Tenggara. Untuk Asia Tenggara sendiri, menurut riset Niko Partners perusahaan intelegensi pasardan App Annie (via Venture Beat) menyebut pasar game di Asia Tenggara diekspektasikan meraih pendapatan hingga 784 juta dollar AS atau sekitar Rp 9 triliun pada 2014. Indonesia bersanding bersama Thailand dan Vietnam sebagai negara di Asia Tenggara yang memiliki pertumbuhan pemain game tercepat.
Sementara itu, Asia Game Business pernah juga mengungkapkan bahwa sektor game di Indonesia telah menghasilkan pendapatan sekitar 20-30 juta dollar AS setiap tahunnya dengan jumlah pemain aktifnya mencapai lima juta gamer. Angka ini memang kecil jika dibandingkan dengan bidang e-commerce, tetapi potensinya untuk setara dimungkinkan. Pasalnya, gamer cukup royal juga untuk membeli fitur tambahan di dalam game menggunakan kartu kredit.
Keunikan lain pasar game di Indonesia adalah kegemaran gamer untuk membagi keberhasilannya di media sosial. Secara tidak langsung, muncul komunitas-komunitas game yang bisa saja menggerakkan nilai ekonomi sektor ini, misalnya dengan penjualan merchandise yang terkait dengan game. [*/VTO]
noted: pasar game indonesia