Sejarah bukan cuma bisa jadi acuan dalam menentukan langkah. Jika mau memelihara dan merawat bermacam peninggalannya, sejarah memiliki nilai ekonomis yang bisa mendatangkan berkah. Sejumlah kota besar, antara lain Shanghai di Tiongkok, membuktikan hal tersebut.

Kota yang dalam aksara Tiongkok berarti “di atas laut” ini tidak hanya jadi simpul penting dalam percaturan bisnis di Asia, tetapi juga sebagai destinasi wisata kaliber dunia. Hal tersebut lantaran lembar sejarah yang tidak hanya meninggalkan cerita, tetapi juga bangunan-bangunan yang seolah membawa kita ke masa silam.

Kalau mau bukti, coba susuri Zhongshan Rd yang akan mengantarkan Anda ke lokasi yang sekaligus jadi ikon utama Shanghai, The Bund.

Pada awalnya The Bund adalah tempat bermukim orang-orang dari bangsa yang pernah menduduki Shanghai. Kini, mereka meninggalkan kawasan tersebut dengan jejak antara lain berupa bangunan bergaya gotik, barok, klasik, dan renaisans.

Bangunan-bangunan berusia ratusan tahun tersebut kini digunakan untuk mendukung geliat ekonomi di Shanghai antara lain Shanghai Pudong Development Bank, Shanghai Customs House, dan Shanghai Foreign Exchange Trade Centre yang membuat kawasan tersebut kini dikenal sebagai jantung bisnis dan disebut sebagai Bund Financial Square.

Tak jauh dari The Bund, di seberang Sungai Huangpu, terdapat distrik Pudong yang menandai pesatnya perkembangan di Shanghai. Meski hanya terpisah sungai selebar kira-kira 400 meter, The Bund dan distrik Pudong seolah berada dalam dua dimensi waktu yang berbeda. Sementara itu, Pudong dibangun menjadi kota untuk mengakomodasi perkembangan zaman dengan bangunan modern dan futuristis, The Bund tetap “dipelihara” hingga seolah menjadi Eropa kecil pada era kolonialisme.

Masa lalu

Bukan cuma gedung di kawasan The Bund, Yu Yuan Garden atau Yu Garden yang berlokasi di Anren Jie juga menjadi bukti keseriusan pemerintah setempat dalam hal merawat peninggalan bersejarah sekaligus menjadikannya aset penting untuk pariwisata.

Desain taman yang dibangun pada masa Dinasti Ming (1368–1644) ini begitu kental dengan masa klasik di Shanghai.

Adalah Pan Yunduan, sang gubernur pada masa itu, yang membangun taman tersebut untuk kedua orangtuanya agar mereka bisa menghabiskan masa tua dengan tenang dan bahagia. Tujuan pembuatan taman tersebut sesuai dengan namanya, yu yang berarti “memuaskan” dalam bahasa Mandarin.

Di taman seluas kurang lebih 2 hektare ini, pengunjung tidak hanya bisa melihat pohon berusia ratusan tahun yang masih tumbuh subur, tetapi juga aula, serambi, kolam, dan bebatuan yang dibagi ke dalam enam area.

Salah satu hal yang menarik saat menelusuri Yu Garden adalah bagian The Exquisite Jade Rock. Menurut cerita, Pan Yunduan sangat menyukai batu-batu giok. Oleh karena itu, ia sengaja membangun bagian tersebut secara khusus agar bisa melihat dan mengagumi keindahannya.

Belanja

Yu Garden menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Shanghai. Selain menikmati sejarahnya, pengunjung bisa berleha-leha sejenak menikmati sepoi angin dan rindang pepohonan sambil sesekali berfoto di beberapa titik di taman tersebut.

Tempatnya juga tidak terlampau jauh dari pusat kota. Bagi wisatawan Indonesia, tempat ini juga bernilai tambah karena letaknya yang bersebelahan dengan Old City Shanghai.

Menurut Gloria, seorang pemandu wisata, Old City Shanghai dulunya adalah perkampungan nelayan, yang beberapa bangunannya tetap dipertahankan dan kini dialihfungsikan menjadi toko-toko, restoran, kafe, dan pusat perbelanjaan. Di beberapa sudut, bisa dijumpai penjaja penganan khas semacam dumpling atau suvenir unik sebagai buah tangan.

Gloria menambahkan, tempat ini memang menjadi salah satu lokasi yang tepat untuk membeli suvenir selain deretan toko yang ada di Jalan Nanjing. “Jangan lupa untuk mencermati barang dan pandai menawar,” kata Gloria. [ASP]

noted: Merawat Sejarah Mendulang Berkah