Kenikmatan yang bersumber dari menghidu aroma kertas pada buku, meraba teksturnya yang rapuh, menelusuri baris demi baris kalimat apik yang tertera di sana, atau membolak-balik halamannya yang menggugah rasa penasaran barangkali kini sudah tak lagi akrab dengan kita. Tren global menunjukkan konsumsi buku secara general turun drastis.

Studi yang dilakukan Gallup di Amerika Serikat menyebutkan, sekitar 48 persen responden membaca 11 buku atau lebih per tahun pada 1978, sementara pada 2014 persentasenya merosot menjadi 28 persen. Di Korea Selatan, penjualan buku menurun 20 persen pada 2012 dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, di tengah derap teknologi digitalnya, Korea Selatan kini juga giat meniupkan semangat untuk menumbuhkan kembali kebiasaan membaca buku.

Upaya menggairahkan dunia perbukuan di Korea Selatan begitu kentara pada Oktober tahun ini. Beragam ajang digelar untuk kembali mendekatkan orang pada buku. Kegiatan tersebut antara lain Paju Book Award 2015, Seoul International Book Fair (SIBF), program Toji Cultural Centre Residency for Writers, dan Asian Publisher Fellowship Program in Seoul.

Semua penikmat buku rasa-rasanya akan jatuh cinta pada Paju, kota pusat industri buku di Korea Selatan. Selain menjadi wadah bagi penerbit dan percetakan, kafe buku dan perpustakaan menjadi daya tarik Paju. Atmosfer hangat menyambut begitu kita memasuki perpustakaan. Rak-rak kayu menjulang setinggi langit-langit, pendar kuning lampu membuat kita merasa tak berjarak dengan ruangan, kafe kecil yang terletak di tengahnya menghadirkan suasana akrab. Di tempat inilah malam penghargaan Paju Book Award diselenggarakan.

Paju Book Award terutama bertujuan merangkul penerbit, penulis, ilustrator, dan semua orang yang terlibat di industri buku untuk bersama-sama memajukan dunia perbukuan dan merekam geliat Asia Timur dengan buku. Apresiasi diberikan lewat sejumlah kategori penghargaan, yaitu Writing Award, Planning Award, Book Design Award, dan Special Award.

Otsuka Nobukazu, Paju Book Award Representative Committee Member dari Jepang begitu bangga ajang ini bisa konsisten terselenggara sampai yang keempat pada 2015. “Asia berperan penting pada pertumbuhan buku global. Dan pada buku sejati, saya bisa merasakan jiwanya,” ujar Nobukazu, Sabtu (6/10), pada malam penghargaan.

Pada forum Asian Publisher Fellowship Program in Seoul, peran editor berdiskusi tentang apa yang bisa dilakukan agar buku mampu menjadi dinamis dan mengikuti gerak zaman. Editor Gramedia Pustaka Utama Hetih Rusli juga berkesempatan memaparkan perkembangan buku di Indonesia. Dunia digital, dalam penjelasan Hetih, justru menjadi peluang untuk disinergikan dengan buku.

“Kita juga bisa mengolaborasikan buku dengan film. Film dapat membantu mempromosikan dan meningkatkan nilai jual buku,” tutur Hetih di Seoul, Rabu (7/10).

Tang Xuefeng dari Tshinghua University Press, Tiongkok, juga berbagi tentang salah satu proyek buku menarik yang sedang mereka garap. Menyadari daya tarik visual dan sains bisa digabungkan, Tsinghua akan menerbitkan buku yang menampilkan foto makro hasil rekam proses perubahan zat kimia lewat proyek Beautiful Chemistry. Tak dinyana, bentuk maupun perpaduan warna zat-zat kimia itu begitu indah.

Asian Publisher Fellowship Program in Seoul ditutup dengan makan malam yang sederhana tapi intim, berada di ruang kecil sehingga orang-orang bisa saling menyapa. Diiringi musik akustik yang volumenya tak mengganggu jalannya obrolan di antara semua yang hadir, penulis dan penerjemah V Ramaswamy dari India bercerita, ia baru saja mengikuti program residensi yang diadakan Toji Cultural Centre.

“Program ini luar biasa. Selama satu bulan, saya diberi ruang menulis yang hening dan dikelilingi perbukitan. Dari jendela yang lebar, setiap hari saya bisa menghirup udara segar dan mendengar kicauan burung. Ruang bebas interupsi seperti inilah yang saya butuhkan, tempat yang sempurna untuk menyelesaikan proyek penerjemahan yang sedang saya kerjakan,” kata Ramaswamy dengan begitu antusias.

Eratkan hubungan

Korea Selatan dan Indonesia sedang terus menjalin relasi, terutama dalam hal perbukuan. Tahun ini, Korea Selatan menjadi tamu kehormatan pada Indonesia International Book Fair September lalu. Upaya-upaya untuk mengenal Korea Selatan secara lebih mendalam juga ditempuh dengan beragam cara, termasuk lomba menulis yang diadakan penerbit Grasindo dan Korea Cultural Center dengan tema “Korea dalam Kata dan Rasa”.

Lewat kompetisi tersebut, para penulis ditantang untuk mengeksplorasi budaya Korea Selatan. Para pemenang, antara lain Pretty Angelia Wuisan, Indah Erminawati, Mega Marchelina, dan Debyanca Sagitasya Saputra berkesempatan mengunjungi Seoul dan mempresentasikan karya mereka di depan Korea Publishers Society.

“Kami tidak menyangka penulis-penulis yang belum pernah ke Korea ini bisa bercerita dengan baik tentang Korea. Ke depannya, Korea Publishers Society ingin membangun kerja sama bilateral antara penerbit Korea dengan penerbit Indonesia,” ujar President of Korea Publishers Society Chul Ho Yoon, Senin (5/10).

Lewat beragam cara, orang-orang dari penjuru dunia yang kebetulan bertemu di Seoul beberapa waktu lalu memperjuangkan sesuatu yang sama. Memberikan roh pada buku, memopulerkan lagi kebiasaan membaca. [NOV]

noted: Merawat Masa Depan Dunia Perbukuan