OLEH FELLYCIA NOVKA KUARANITA dari Slovenia

Di Kastil Ljubljana, sejarah serupa kawan seperjalanan yang menyenangkan diajak bercakap-cakap. Ia menuturkan kisah panjang Slovenia, yang gelap dan yang terang. Dan ketika kita sedikit mencandainya dengan berkata, “Jangan hanya bercerita, tunjukkan kepadaku,” ia akan benar-benar membawa kita menjelajah sangkala.

Jika sejarah panjang Slovenia itu ibarat bab-bab pokok ketika kita membaca buku, Kastil Ljubljana punya prolog yang baik. Bangunan masa silam ini kira-kira luasnya dua kali lapangan sepak bola. Ia membuka perjalanan kita dengan suasana bersahabat Ljubljana masa sekarang. Tepat di kaki bukit kecil yang di pucuknya Kastil Ljubljana berdiri gagah, terdapat pasar sentral Vodnik Square.

Pukul tujuh pagi di pertengahan September. Masih berselimut kabut tipis, Ljubljana seperti baru terjaga dari tidurnya. Sebagian pedagang di pasar menata dagangannya–sayuran, buah-buahan, pakaian, tanaman hias, atau suvenir khas Ljubljana. Pejalan kaki dan pesepeda terlihat berarak melintasi jalan-jalan di tepian Ljubljanica, sungai yang mengaliri Ljubljana. Dentang lonceng terdengar dari Katedral St Nicholas, tak jauh dari pasar.

Dari Vodnik Square, tak sulit menemukan setapak yang mengarah ke puncak bukit. Jika tak yakin, bisa bertanya pada warga setempat. Cukup menyebut “Ljubljanski Grad” dan mereka akan menunjukkan jalan kecil Studentovska Pot, yang akan menuntun kita ke kastil. Berjalan kaki selama 15 menit, kita akan terhibur, bahkan takjub, dengan pemandangan yang bisa dilihat dari ketinggian. Jalan-jalan yang rapi, rumah berwarna-warni, serta kota tua Ljubljana.

Begitu sampai di atas, pemandangan kota langsung terasa kontras dengan bangunan kastil Abad Pertengahan. Mengingatkan kita pada imaji-imaji dalam negeri dongeng. Namun ternyata, dongeng itu bisa kita alami langsung. Cukup datangi loket informasi dan mengambil paket Time Machine Tour.

Kembali ke masa lalu

Jernej Prinat, pemandu Time Machine Tour, menyapa para tamunya. Setiap sudut Kastil Ljubljana, katanya, punya sisi menarik untuk diceritakan. Semacam rahasia untuk dibisikkan.

“Tapi tidak terlalu seru jika saya yang menyampaikan,” ujarnya. “Kita akan bertemu langsung dengan tokoh-tokoh kita,” lanjut Jernej. Petualangan melintasi waktu pun dimulai.

Jernej membimbing pengunjung yang berjumlah belasan itu ke bagian depan kastil. Di sana, dua orang berpakaian Romawi kuno telah menanti. Yang lelaki mengenakan semacam helm besi, jubah merah, dan pelindung dada dari baja. Tangannya menggenggam tameng. Yang perempuan berjubah putih dengan selempang kain oranye di bahunya.

Tiba-tiba saja kita seolah terlempar ke masa 2.000 tahun silam, suatu era ketika Ljubljana masih menjadi bagian dari Emona, wilayah pertahanan Roma di bagian utara Italia. Orang Romawi itu, seorang tentara dan seorang perempuan, bercerita tentang tanah yang di atasnya kini didirikan Kastil Ljubljana. Tanah itu adalah tanah pilihan. Area yang tinggi itu dijadikan tempat bagi warga Romawi mengantarkan persembahan untuk Equrna, dewi junjungan mereka.

Ada satu ruang kecil di halaman kastil, atapnya hijau tertutup lumut. Ruangan itu, yang tampak telah lama berteman dengan waktu, terkunci. Jernej mengambil kunci dari sakunya dan menyingkapkan kepada pengunjung apa yang ada di sana. Sebuah sumur dan kincir putar raksasa.

“Dulu, orang mengambil air dengan cara tradisional. Mereka menggunakan katrol. Tapi di sini, katrol itu digerakkan dengan kincir putar. Caranya, mereka meminta tawanan berlari di kincir putar raksasa itu. Pergerakannya akan memutar katrol juga,” kata Jernej. Sebagian peserta tur terkesiap dan menutup mulutnya sambil bergumam, “Oh….”

Mesin waktu lantas membawa penumpangnya ke abad pertengahan, bertemu George si pendekar penumpas naga. Legenda Slovenia lekat dengan naga. Alkisah, naga itu mendekam di sebuah gua di dekat puncak gunung.

“Aku bergelut dengan naga itu. Sesaat aku berpikir aku tak akan pernah lagi menunggangi punggung kudaku. Tapi kemudian setelah tusukanku yang terakhir, naga itu terempas,” kata George dengan heroik. Ia lantas berbalik, barangkali ingin menagih janji raja yang akan menikahkan putrinya dengan siapa pun yang berhasil menaklukkan naga.

Sambil berjalan menyusuri kastil, Jernej bercerita. Kastil ini adalah hasil pembangunan ulang kesekian kali. Kastil yang pertama dibangun pada abad ke-11, lebih kecil dan terbuat dari kayu. Dua ratus tahun kemudian, kastil dibangun kembali dengan batu, tapi itu dihancurkan hingga benar-benar tak bersisa. Kastil yang berdiri sekarang adalah hasil pembangunan abad ke-15 dengan renovasi pada abad ke-17 dan ke-18.

Jejak waktu terbaca paling jelas di Menara Pentagonal, yang mulanya dibangun untuk tujuan defensif. Tingginya kira-kira setara gedung lima lantai. Di menara itu, beberapa batu tampak berbeda. Yang terlihat lebih kasar, besar, dan berwarna abu-abu adalah batu dari Abad Pertengahan. Batu-batu berkualitas tinggi yang tersisa dipakai untuk membangun kembali menara ini. Fasad dengan batu yang warnanya lebih putih adalah yang ditambahkan kemudian.

Bentuk menara yang bersegi lima adalah salah satu pencapaian strategi pertahanan wilayah. “Ketika wilayah ini diserang, akses masuk musuh adalah pintu kecil ini,” Jernej mengarahkan tangannya ke sebuah lubang besar yang kini ditutup kaca.

“Ketika kuda-kuda dan para prajurit menyerbu, karena bentuk menara yang persegi lima, mereka tidak akan bisa langsung masuk ke bagian dalam kastil, tetapi terbentur di sisi dinding yang ini,” kata Jernej sambil menunjuk tembok di sisi pintu kastil.

Tujuan utama dibangunnya kastil itu adalah menahan serangan Turki atau pemberontakan kaum petani, yang paling kerap terjadi pada abad ke-15 dan ke-16. Namun, kastil ini juga beberapa kali beralih fungsi. Pada abad ke-17 dan ke-18, menjadi rumah sakit militer sekaligus gudang senjata. Napoleon sempat menguasai Slovenia sekitar 1809, tetapi perang dengan kerajaan Habsburg Austria membuat tentara Perancis mesti menerima kekalahannya.

Penjara terbuka

Yang menarik, setelah Perancis angkat kaki, Kastil Ljubljana pernah dijadikan penjara. Ada bagian semacam penjara terbuka. Seperti namanya, tak ada atap di sel tahanan.

“Matahari, hujan, suhu musim dingin yang menusuk; para tawanan harus bertahan dengan itu. Kita lihat, ada tawanan di bawah sana,” terang Jernej sambil menunjukkan seorang perempuan yang terduduk lesu. Ia, tentu saja, bagian dari Time Machine Tour.

Di tur itu, kita juga bertemu dengan tahanan lain. Yang dengan bernas menggambarkan lewat menu makanan betapa membosankannya kehidupan di penjara.

“Perutku meronta! Pada hari Minggu, daging dan roti. Senin, kacang lentil dengan bawang bombay. Selasa, susu jagung. Rabu, sup barley. Kamis, bubur. Jumat, greasy beans. Dan Sabtu, menu yang sama dengan Rabu, sup barley lagi! Menu yang sama setiap minggu! Aku bersumpah tak akan menyentuh sup barley sekali-kalinya lagi dalam hidupku!” begitu ia mengumpat.

Periode kastil digunakan sebagai penjara berlangsung sampai era Perang Dunia II. Pada 1970-an, renovasi dilakukan dan pelan-pelan Kastil Ljubljana beralih fungsi menjadi ruang publik sekaligus perhentian populer bagi para pelancong sampai sekarang.

Time Machine Tour memberikan pengalaman berharga bagi para pengunjung Kastil Ljubljana. Tur ini menyajikan sejarah, legenda, dan drama yang dirancang dengan apik–dengan skenario yang ditulis dengan matang, pengetahuan yang menyeluruh, dan kepekaan untuk menentukan pilihan peristiwa. Itu lantas dibawakan oleh para aktor kawakan yang begitu ekspresif dan menguasai “panggung”. Tempat ini tak sekadar menghibur tapi juga memperkaya diri.

Lalu, seperti pada perjalanan para petualang sejati, epilog bisa kita tentukan sendiri. Mungkin kita berakhir di Castle Coffee House dan menutup cerita dengan es krim Carte D’or yang disajikan dengan anggur berkualitas prima dari Slovenia. Atau, singgah di Rustika Gallery yang juga berada di area kastil.

Jangan lupa, bawa pulang kerajinan lokal yang terinspirasi dari sejarah Slovenia. Ini akan menjadi jembatan kecil bagi ingatan untuk menyeberang dari masa kini ke masa lalu, tentang sebuah negeri di seberang benua.

Baca juga : Rekomendasi Wisata di Sabang, Pulau Penuh Pesona