Stres akibat khawatir soal Covid-19 atau tidak bisa ke mana-mana karena physical-distancing? Jangan. Nanti Anda malah jadi lebih gampang sakit akibat imunitas menurun. Waspada bahaya stres berkepanjangan.

Stres disebut-sebut sebagai faktor penyebab berkurangnya daya tahan tubuh. Memang benar, merawat kesehatan mental akan menjaga kesehatan badan juga.

Apa saja dampak stres bagi tubuh dan mengapa hal itu terjadi? Kita bahas beberapa efek stres, mulai dari imunitas.

  • Menurunnya kekebalan tubuh

Saat stress, tubuh akan memproduksi hormon kortisol. Kortisol sebenarnya diperlukan untuk mengendalikan gula darah dengan melepaskan insulin. Namun, kadar kortisol yang terlalu tinggi akan menghambat pelepasan histamin dan respons peradangan untuk melawan zat asing. Oleh karena itu, seseorang dengan stres berkepanjangan akan rentan terinfeksi penyakit.

  • Sesak napas

sesak napas (Foto-foto: Shutterstock)

Kondisi tertekan bisa membuat Anda mengalami gangguan pernapasan. Ketika berada pada situasi yang memicu stres, otak melepas hormon kortisol dan adrenalin. Kedua hormon ini meningkatkan fungsi-fungsi tubuh, termasuk jantung yang memacu denyut lebih cepat untuk mengalirkan darah ke organ-organ penting.

Mekanisme ini sebenarnya penting untuk mempersiapkan tubuh ketika menghadapi bahaya. Namun, pada saat yang sama, mempersempit otot-otot saluran pernapasan dan pembuluh darah. Anda pun secara tidak sadar menarik napas dengan pendek dan cepat. Hal ini bisa menyebabkan napas terasa sesak.

Pada umumnya, meski cukup mengganggu, gejala ini tak sampai fatal. Kondisi akan membaik apabila pemicu stres sudah hilang.

Baca juga : 

Masih karena pemicu yang sama, yaitu pengaruh kortisol dan adrenalin pada sistem kardiovaskular, stres akan membuat jantung berdetak lebih cepat. Hal ini membuat pembuluh darah yang menuju ke otot besar dan jantung melebar.

Tekanan dan volume darah yang dipompa ke seluruh tubuh pun meningkat. Oleh karena itu, dalam jangka panjang, stres dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi, serangan jantung, dan stroke.

  • Nyeri di bagian tertentu

Stres membuat otot-otot menegang. Dalam jangka panjang, ketegangan otot ini bisa menyebabkan sakit kepala, bahu kaku, nyeri punggung, atau nyeri di bagian tubuh yang lain.

  • Gangguan pada pencernaan

gangguan pada pencernaan.

Lambung dan usus kita punya saraf tertentu yang langsung terhubung ke otak. Bahkan, sebagian besar serotonin atau hormon yang mengatur suasana hati terdapat di sistem pencernaan.

Stres dapat menghambat aliran darah ke sistem pencernaan, mengganggu kontraksi organ pencernaan, dan mengurangi sekresi enzim pencernaan. Oleh karena itu, stres bisa memicu konstipasi, refluks asam yang menyebabkan GERD, mual, muntah, dan sakit perut.

  • Meningkatnya risiko obesitas

Pada banyak kasus, stres memicu orang untuk makan lebih banyak sebagai tindakan pengalihan untuk merasa lebih baik. Tubuh menganggap kalori sebagai cara untuk mengatasi perasaan tidak nyaman akibat stres.

Kadar insulin yang meningkat dan gula darah yang turun juga membuat kita menginginkan makanan yang bergula dan berlemak. Ditambah dengan melambatnya metabolisme akibat stres, hal ini akan meningkatkan risiko terjadinya obesitas.

  • Gangguan sistem reproduksi

Pada perempuan, stres akan mengacaukan ovulasi karena saat stres tubuh mengirimkan sinyal ke hipotalamus, bagian otak untuk mengontrol ovulasi. Tingginya kadar kortisol juga memundurkan siklus ovulasi. Siklus menstruasi pun menjadi tidak teratur.

Pada laki-laki, hormon testosteron akan meningkat ketika stres. Dalam jangka pendek, ini akan meningkatkan gairah seksual. Jika stres terjadi dalam jangka panjang, kadar hormon ini lantas akan menurun. Hal ini akan mengganggu produksi sperma dan bisa meningkatkan risiko disfungsi ereksi atau impotensi.