Isu jender terus menjadi satu hal yang dianggap blunder oleh sebagian orang. Kadang dianggap tabu dan ditanggapi negatif, di sisi lain dielukan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan peradaban dan kemajuan bangsa.
Berbagai seminar, pelatihan, dan pendidikan mengenai jender terus dikaji serta diselenggarakan agar semakin banyak lapisan masyarakat yang memahaminya secara lebih dalam. Tidak sepotong-sepotong untuk menghindari misinterpretasi yang justru dapat menegasikan perjuangan emansipasi itu sendiri.
Sejatinya, sebelum menuntut orang lain -terlebih orang yang berbeda jenis kelamin- memiliki sikap tersebut, yang diperlukan adalah mempelajari dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Merita Gidarjati (42) yang sehari-hari bekerja sebagai Project Manager di LSM Lokal Kemitraan mengakui hal tersebut. Penanaman perspektif jender di lingkungan kerjanya sudah menjadi makanan harian, yang diharapkan semua pekerja memiliki wawasan serta pemikiran yang lebih sensitif gender.
Baginya, tak hanya secara teori yang perlu ditanamkan, tetapi juga perilaku dalam keseharian. Perempuan yang amat keibuan ini pun berinisiatif memberi ruang di kamar kerjanya bagi rekan-rekan kerja yang sedang dalam masa laktasi, berhubung tidak ada kamar laktasi. Ia juga mengusahakan kulkas khusus untuk menyimpan ASI tersedia. Mengapa? “Tak lain demi kenyamanan kerja seluruh pekerja perempuan, khususnya yang sedang dalam masa laktasi, yang tentunya akan berdampak pada kinerja dan produktivitas,” ujarnya.
Hal serupa juga dilakukan Mifta (31), yang berprofesi sebagai guru tari dan penari. Berkecimpung di dunia tari diakuinya membawa bertemu berbagai kondisi yang kadang tidak nyaman. “Saya menari dengan hati dan demi seni. Walau ada pihak yang menyewa jasa saya sebagai penari, bukan berarti saya harus mengikuti semua kemauan jika tidak sesuai dengan prinsip,” ujarnya.
Dalam satu kesempatan, ia pernah diprotes pihak penyelenggara karena kostumnya kurang seksi dan minim. Ditambah ada permintaan ekstra, yaitu membuat atraksi di luar menari di atas panggung demi membuat suasana semakin meriah. “Saat itu saya langsung katakan pada mereka, sepertinya Anda salah mencari penari. Dari awal tidak dikatakan seperti itu sehingga saya mengiyakan. Uang yang sudah dibayar di muka saya kembalikan. Tetap ujung-ujungnya pihak penyelenggara mau mengikuti sesuai konsep semula, yang saya setujui. Saya tidak mau hanya menjadi komoditas,” bebernya.
Seperti mendiang penyanyi pop legendaris Michael Jackson dalam lagu “Man in The Mirror”, “I’m starting with the man in the mirror; I’m asking him to change his ways; and no message could have been any clearer; if you wanna make the world a better place; take a look at yourself and then make a change.” [ADT]
foto: shutterstock