Sampah bisa jadi sumber kreasi dan berkah. Di tangan mereka yang jeli dan kreatif, sampah dan barang-barang bekas yang sebelumnya tidak bernilai bisa diubah menjadi sesuatu yang berkelas dan berdaya jual tinggi.

Berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sampah di provinsi ini mencapai lebih dari 6.300 ton per hari. Sebanyak 3.845 ton atau 60,49 persen merupakan sampah dari pemukiman, sementara sisanya 1.429 ton berasal dari perkantoran, 725 ton berasal dari sektor industri termasuk hotel serta restoran, dan 757 ton dari terminal angkutan umum.

Dari jumlah yang begitu besar, beberapa barang masih bisa diproses sehingga berdaya guna dan bernilai ekonomis. Kalau sebelumnya kita mengenal istilah daur ulang (recycle), sekarang ada istilah baru yaitu upcycle.

Istilah upcycling pertama kali dicetuskan pada 1990-an oleh Reiner Pilz. Insinyur asal Jerman tersebut mengatakan, daur ulang sebagai downcycling karena dalam prosesnya cenderung menghancurkan produk, baru kemudian membentuk barang baru. Sementara itu, upcycling, menurut Pilz, adalah upaya memberi nilai tambah pada produk lama.

                Contoh sederhana upcycling adalah menggunakan botol bekas sebagai vas bunga, atau menambahkan beberapa ornamen atau pulasan warna sehingga bisa menjadi hiasan di dalam rumah. Namun tentu kreasinya tak terbatas hanya di situ. Ada begitu banyak kemungkinan yang bisa dibuat dari barang-barang yang sebelumnya hanya teronggok di tempat sampah, seperti yang ditunjukkan Trashure.

Trashure adalah bentuk kolaborasi antara Ffrash dan Karsa. Ffrash adalah sebuah organisasi nirlaba asal Belanda yang fokus pada upaya pemberdayaan anak-anak jalanan sehingga mereka mampu mandiri dengan memproduksi produk berkualitas tinggi dari barang-barang bekas. Sementara itu, Karsa adalah produsen mebel berbasis desain dan merek yang kelahirannya dibidani oleh Joshua Simandjuntak.

Gina Provo Kluit-Gonesh, founder Ffrash mengatakan, ia memperhatikan bahwa sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan bermacam dampak, misalnya banjir. Sementara itu, di sisi lain, ia melihat orang Indonesia memiliki kreativitas yang tinggi.

“Oleh karena itu, kita berupaya mencari cara bagaimana agar sampah-sampah tersebut bisa dikelola dengan baik dan diproses sedemikian rupa sehingga bisa menjadi produk berkualitas. Untuk itu, kita melibatkan anak-anak jalanan, khususnya yang berusia remaja, agar mereka juga memiliki masa depan yang baik,” kata Gina.

Gina menambahkan, semua hasil penjualan dari barang-barang tersebut akan dikembalikan ke anak-anak tersebut melalui Yayasan Kampus Diakonea Modern (KDM).

Unik

Sebelum bekerja sama dengan Karsa, pada 2012 Ffrash pernah menggandeng Karin van Lieshout dan Guido Ooms dari Design Studio OOOMS untuk membuat produk dari barang bekas. Hasilnya bermacam, mulai tempat telur dari pantat botol, tempat cuka hasil modifikasi dari botol air mineral, hingga sarung bantal dari kain sisa jins yang dirajut.

Sementara itu, bersama Karsa, Ffrash menampilkan sesuatu yang unik. Kayu, material yang selama ini sering digunakan Karsa, dipadukan dengan barang bekas menjadi bentuk baru, misalnya meja dengan kaki dari botol bekas yang dibalik, gelas dari botol bekas, vas bunga yang unik, hingga tempat keju yang mengombinasikan kayu dan bekas lampu nelayan. Sebagai catatan, lampu nelayan mengandung kadar merkuri yang cukup tinggi sehingga jika lampu tersebut di-upcycling dapat membantu menjaga lingkungan dari pencemaran merkuri.

“Alur kerjanya adalah kita membuat desain dengan apa yang anak-anak itu bisa buat di bengkel mereka. Misalnya, untuk tempat keju, kita minta mereka memotong bekas lampu nelayan sedemikian rupa sehingga cocok dengan desain. Ini memang cukup menantang karena proses pemotongan ini, misalnya, harus dilakukan dengan sangat telaten,” kata Joshua.

Joshua pun mengamini bahwa ia sendiri merasa tertantang membuat desain untuk Trashure.  Hal tersebut lantaran produk yang selama ini ia buat lekat dengan sesuatu yang sleek dan serbapresisi, sesuatu yang cukup sulit dilakukan jika menggunakan materi barang bekas.

“Tapi, saya anggap ini tantangan, bentuk baru, sekaligus mencoba keluar dari zona nyaman. Ternyata seru juga. Semoga ini bisa mengundang desainer lain untuk turun berkarya. Finding beauty in the unlikeliest place,” pungkasnya. [ASP]

noted: mengubah barang bekas menjadi berkelas