Bumi kita saban hari dikelilingi ribuan pesawat terbang yang mengantar jutaan orang untuk bepergian antarkota-antarnegara. Ini menjadi indikasi ada begitu banyak pesawat yang membutuhkan perawatan di hanggar-hanggar yang menjadi bengkel aviasi berkapabilitas tinggi.

Di bengkel-bengkel tersebut, armada udara ini akan dibongkar, dirawat, dicatat, dan diuji ulang kelayakannya secara amat detail. Perawatan ini mencakup airframe powerplant (struktur rangka dan mesin) hingga electric radio instrument (sistem kelistrikan, instalasi radio, dan instrumentasi). Pemeliharaan yang terjamin akan berimbas pada keselamatan penerbangan.

Pemerintah sebagai regulator, telah mengatur seputar keamanan dan keselamatan penerbangan melalui PP Nomor 3/2001. Pesawat harus mempunyai sertifikat perusahaan perawatan pesawat udara, yakni tanda bukti terpenuhinya standar dan prosedur dalam perawatan pesawat, mesin pesawat, baling-baling pesawat, dan komponen-komponen lain oleh suatu perusahaan perawatan.

Dicatat dari sejumlah sumber, secara garis besar, perawatan mesin pesawat berikut komponen penunjangnya dikerjakan berdasar interval waktu pelaksanaan. Tindakan bongkar-pasang dalam merawat pesawat dikelompokkan menjadi perawatan rutin (scheduled maintenance) dan nonrutin (non-scheduled maintenance).

Untuk perawatan rutin, interval yang sudah ditetapkan harus diulang dalam interval waktu tersebut. Sementara itu, perawatan nonrutin akan dilakukan berdasarkan temuan yang didapat saat pengoperasian pesawat.

Rata-rata, perawatan rutin terhadap pesawat sekelas Boeing 737 dibagi menjadi perawatan harian yang dilakukan pada fase sebelum terbang atau before departure check (BDC), saat singgah di suatu bandara atau transit check, dan pemeriksaan harian atau daily inspection/24 hours check. Adapun perawatan berkala dilakukan dalam interval waktu tertentu sesuai dengan maintenance schedule inspection.

Contoh perawatan interval dan penamaan perawatan, misalnya A Check yang dilakukan setiap interval 250 jam terbang dan kelipatannya. Pada 250 jam terbang pertama disebut 1A Check, lalu 500 jam terbang disebut 2A Check, kemudian 750 jam terbang dilakukan 1A Check kembali. Saat mencapai 1.000 jam terbang, disebut 4A Check.

Perawatan kemudian diulang hingga 2.000 jam terbang yang disebut 8A Check. Setelah menempuh 4.000 jam terbang, pesawat akan mengalami pemeliharaan yang disebut C Check. Perawatan ini dilakukan setiap interval 4.000 jam terbang dan kelipatannya.

Saat 4.000 jam terbang pertama disebut 1C Check, 8.000 jam terbang disebut 2C Check. Pada 12.000 jam terbang, kembali dilakukan 1C Check. Setelah sampai 16.000 jam terbang, perawatan disebut 4C Check dan pada 4.000 jam terbang setelah fase ini, pesawat mengalami 1C Check lagi. Bila penerbangan sebuah pesawat telah mencapai 24.000 jam terbang, dilakukan 6C Check atau heavy maintenance. Dari sini, penjadwalan perawatan kembali ke nol.

Bayu (46), penerbang Boeing 747, mengatakan, “Kalau pesawat sudah mengalami pemeliharaan berat, biasanya umurnya dianggap nol lagi. Meskipun pesawat tersebut diproduksi 20 tahun sebelumnya, selama dipastikan layak terbang, ya, oke-oke saja. Harus dibedakan antara layak terbang dan usia tua.”

Menurut Bayu, perawatan pesawat komersial itu dilakukan di bawah pengawasan yang ketat. Para teknisinya pun harus mengantongi sertifikat tertentu. “Jadi, meski usia pesawat sudah lebih dari 20 tahun, selama dirawat dengan baik dan dinyatakan layak terbang, tidak masalah. Di Eropa, masih ada beberapa maskapai yang menerbangkan pesawat tua. Tetap nyaman dan aman. KLM (maskapai asal Belanda) contohnya, baru memensiunkan Fokker 70-nya tahun ini. Pesawat ini umurnya sekitar 22 tahun,” ujarnya.

Di Indonesia, bengkel pesawat yang cukup menonjol dan mampu melakukan pemeliharaan beragam jenis pesawat adalah Garuda Maintenance Facilities (GMF) AeroAsia yang bermarkas di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Berbagai maskapai dari luar negeri telah menjadi pelanggan GMF untuk urusan perawatan pesawat.

Kabin penumpang

Pemeliharaan bagian pesawat yang tak kalah penting adalah cabin maintenance atau perawatan kabin. Ini demi menjaga kenyamanan dan keamanan penumpang. Perawatan kabin pesawat dilakukan oleh bagian tersendiri, mengingat semakin kompleksnya teknologi yang diaplikasikan.

Contohnya, saat ini, kursi pesawat semakin ergonomis dan dapat disetel sesuai keinginan penumpang. In-flight entertaiment (hiburan selama terbang) pun sudah menjadi kelengkapan wajib pesawat komersial full service. Perangkat-perangkat ini harus dicek secara berkala.

Secara umum, pelaksanaan cabin maintenance yakni memelihara isi kabin pesawat seperti kursi, karpet, dinding, partisi atau tirai, tempat bagasi, dan jendela. Kemudian, merawat perlengkapan atau sistem yang menunjang aktivitas penumpang dan awak kabin dalam melayani penumpang selama penerbangan, contohnya public address atau announcement, hiburan selama penerbangan, dapur (galey), dan toilet beserta kelengkapannya.

Selanjutnya, mengecek ketersediaan dan merawat fungsi peralatan darurat, seperti jaket pelampung (life vest), peluncur penyelamatan (escape slide), rakit keselamatan (life raft), megaphone, lampu senter, peralatan pertolongan pertama (first aid kit), dan perlengkapan obat-obatan (medical kit), serta portable emergency locator transmiter (ELT).

Perawatan kabin dibagi menjadi dua, yakni ringan dan berat. Pemeliharaan ringan, semisal inspeksi sebelum terbang (pre-flight), inspeksi transit, dan inspeksi harian. Sementara, pemeliharaan berat dilakukan untuk mengganti konsep kabin atau pengecatan ulang.

“Selain perawatan fisik pesawat, yang wajib dilakukan adalah pelatihan rutin untuk para pilot dan pramugari. Ini untuk menjamin kecakapan para kru dalam menjalankan misi penerbangan yang aman,” pungkas Bayu. [TYS]

Foto-foto Iklan Kompas/Tyas Ing Kalbu

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 13 November 2017