Tari caci menjadi salah satu daya tarik utama wisata budaya di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini memang unik karena menyajikan atraksi semacam uji ketangkasan yang secara kasat mata seolah-olah tampak seperti peperangan. Mari mengenal Tari Caci.

Tari caci berasal dari bahasa setempat ca yang berarti satu dan ci yang berarti uji sehingga ini bisa diartikan uji ketangkasan satu lawan satu. Tari caci dapat disaksikan salah satunya di Desa Wisata Liang Ndara, Manggarai Barat. Saking penasarannya orang untuk menyaksikan atraksi ini, tari caci bahkan menjadi alasan sebagian besar wisatawan untuk bertandang ke Liang Ndara.

Siang itu, sejumlah pengunjung telah menunggu dipentaskannya halaman Sanggar Riang Tana Tiwa yang cukup lapang. Para penari tengah bersiap. Pakaian adat untuk menari sudah lengkap mereka kenakan. Panggal sebagai penutup kepala, celana panjang berwarna putih dilapisi sarung songke khas Manggarai, kain putih yang dililitkan di pergelangan tangan kiri dan kain hitam di tangan kanan, serta giring-giring atau lonceng yang diikatkan di pinggul dan pergelangan kaki.

Nanti, ketika tari dimulai, para penari ini akan berhadapan satu lawan satu untuk saling mencambuk dan menangkis. Dalam pertarungan itu, mereka dipersenjatai dengan larik (cambuk), toda (perisai bulat), dan koret (penangkis berbentuk setengah lingkaran menyerupai bulan sabit).

Tarian pun dimulailah dengan dimainkannya musik tradisional dan dinyanyikannya lagu adat yang disebut nenggo. Kaki para penari, juga para tetua yang menyanyi, mengentak-entak. Para penari juga mengeluarkan seruan-seruan yang menyentak-nyentak untuk menyemangati diri dalam pertarungan itu.

Dua orang penari lalu berhadap-hadapan secara bergantian untuk saling menyerang dan menangkis. Geletar suara cambuk kadang membuat penonton tersentak.

Penari menyerang dengan tangkas atau menghindar dengan lincah. Menciptakan paduan elok antara keluwesan menari dan gerak-gerak tegas yang gagah. Setelah semua mendapat giliran, para penari pun berkumpul bersama para penyanyi.

Baca juga : 

Penuh makna

Jauh sebelum caci ditampilkan sebagai atraksi budaya, tarian ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Liang Ndara. Tari ini digelar saat musim panen, ritual tahun baru, pembukaan lahan, serta penyambutan tamu besar.

Ketua Adat Liang Ndara Kristoforus Nison mengatakan, tari caci memiliki makna yang sangat mendalam karena ini dianggap salah satu bentuk komunikasi antara manusia dan penciptanya.

“Caci itu sebenarnya tujuannya naring hyang nang mengkes. Naring itu menari, hyang itu memuji, mengkes itu bergembira. Kita memuji dan menghormati pencipta dan leluhur dengan nada bergembira,” jelas Kristoforus beberapa waktu lalu.

Karena filosofi itu pula, setiap atribut yang dikenakan dalam tari Caci pun memiliki makna. Misalnya, pada toda atau perisai yang bulat serta koret atau perisai yang berbentuk bulan sabit.

Toda itu melambangkan ibu atau ibu pertiwi, koret simbol ayah atau langit. Perisai itu simbol adanya pelajaran atau percobaan dalam kehidupan, tetapi dalam menerima percobaan itu kita dapat selalu mengandalkan kekuatan ayah dan ibu,” kata Kristoforus. Filosofi itu juga menggambarkan, betapa alam, yang disimbolkan dengan langit dan ibu pertiwi, menjadi bagian tak terpisahkan dari penghayatan hidup orang Liang Ndara.

Nah, kalau ingin menyaksikan tari caci secara langsung, kamu bisa melihatnya di Desa Liang Ndara. Selain itu, ada pula Festival Caci yang diselenggarakan setahun sekali di Flores. Biasanya, ini digelar pertengahan tahun, tetapi kita mesti mengecek waktu persisnya.

Baca Juga: 4 Tarian Tradisional Indonesia yang Mendunia