Pamor kopi terus memelesat. Tren coffee-to-go pun mulai menjadi solusi bagi orang-orang yang sibuk, tetapi tetap ingin menikmati kopi. Era kopi gelombang ketiga berhasil menaikkan pamor kopi. Masyarakat mulai mengetahui bahwa minuman ini memiliki rasa yang unik dari setiap biji dan cara penyeduhannya. Konsumsi kopi pun semakin meningkat. Tak heran, konsep coffee-to-go mulai menjamur di berbagai kota besar.

Jika Anda seorang yang sibuk, tetapi membutuhkan kopi yang disajikan dengan cepat dan memiliki rasa yang konsisten, cobalah untuk membeli kopi di Kopi Noni. Kedai kopi kecil yang berada di bilangan Prof Dr Satrio, Jakarta, ini fokus untuk memberikan kecepatan bagi para penikmat kopi tanpa melalaikan rasanya.

“Kopi Noni dibuka memang untuk melayani mereka yang bekerja di sekitar Karet Kuningan ini, kami fokus memang untuk ke kantor-kantor. Tapi, mereka yang jauh dari sini, bisa memesan melalui layanan Go Food. Kami menawarkan kecepatan dalam penyajiannya. Jadi, kalau ada yang pesan lewat Go Food, mereka bisa dengan cepat mendapatkan segelas kopi yang segar,” ujar pemilik dan pendiri Kopi Noni Dimas Wahyu Wijaya (27).

Foto-foto : Iklan Kompas/Iwan Andryanto

Standar yang diterapkan oleh Dimas adalah sebuah kopi bisa disajikan dalam waktu kurang dari 2 menit tanpa mengurangi kualitas rasa. Untuk mengejar standar itu, Kopi Noni menggunakan cara overnight brewing, bubuk kopi direndam dengan standar yang ditetapkan hingga siap untuk dicampur dengan bahan lainnya.

Dimas memilih cara ini karena selain dirasa lebih konsisten secara rasa, penyajiannya bisa lebih cepat. Tanpa harus menggunakan alat-alat kopi yang besar dan karyawan berstandar barista, sebuah kopi bisa disajikan dan langsung bisa dibawa pulang. Kecepatan penyajian juga dikarenakan semua bahan pembuatan sudah dijadikan cair. Jadi, karyawannya cukup mencampurnya berdasarkan takaran yang diberikan oleh Dimas.

“Kedai kita memang kecil karena konsep kita memang coffee-to-go. Jadi, di sini tidak bisa menampung banyak orang. Kopi Noni memang ingin memfasilitasi mereka yang ingin menikmati kopi segar sebelum kembali masuk ke kantor,” ungkap Dimas.

Kopi Noni saat ini sedang aktif mengembangkan jaringan pelanggan di sekitarnya. Sebuah kantor e-commerce terkenal pun diklaim oleh Dimas sudah menjadi pelanggan tetap, yang untuk itu Dimas menyiapkan karyawan khusus untuk mengantarkan pesanan ke kantor-kantor pelanggan tersebut, tentu saja dengan jumlah pesanan tertentu.

Saat ini, Kopi Noni memiliki menu kopi dan nonkopi, baik dingin maupun hangat. Untuk kopi, ada kopi keling (kopi hitam), kopi susu, kopi de coco, dan nutella kopi. Sedangkan nonkopi, ada pilihan, soklat tok, soklat susu, dan soklat nutella. Kopi susu dan soklat susu merupakan menu favorit. Soklat diambil dari pelafalan orang Jawa yang kerap menyebut cokelat menjadi “soklat”.

“Untuk kopinya, saat ini kita sudah bekerja sama dengan sebuah coffee roastery. Sedangkan biji kopinya, kita menggunakan biji kopi flores dengan tipe dark roast. Bahan pendukung lainnya, kita gunakan yang premium, mulai dari susu hingga gula,” ucapnya.

Salah satu yang spesial di sini adalah kopi de coco, kopi dicampur dengan air kelapa murni. Saat mencobanya, Tim Klasika merasakan kesegaran air kelapa, tetapi after taste khas kopi Flores yaitu sedikit rasa cokelat masih tersisa. Dimas membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa mendapatkan rasa kopi de coco khas Kopi Noni ini.

Beli dan berdonasi

Ide Kopi Noni lahir dengan ketertarikan seorang Dimas yang sejatinya merupakan seorang personal trainer. Dulu, dia menyesap kopi sekadar untuk meningkatkan tenaga. Namun, saat dirinya diajak ke beberapa kedai kopi oleh seorang teman, Dimas mengetahui bahwa kopi punya cita rasa yang berbeda. Dia mulai melihat peluang.

Dimas pun membangun Kopi Noni bersama dua orang temannya. Namun, dirinya tidak ingin sekadar berbisnis. Kopi Noni sedang dirancang agar pembeli tidak hanya bisa menikmati kopi, tetapi juga berdonasi. Saat ini, Kopi Noni sudah berkomunikasi dengan Yayasan Pita Kuning Indonesia untuk membantu anak-anak penderita kanker.

“Nama noni sendiri diambil dari panggilan anak perempuan Belanda yang sudah akrab di telinga kita. Kebetulan, salah satu pendiri Kopi Noni bekerja sebagai guru bahasa Belanda, jadilah nama itu dipakai. Nah, dari situ kita ingin usaha ini bisa juga membantu anak-anak penderita kanker. Saat ini, kita sedang menghitung soal konsep donasi ini. Rencananya, kita ingin setiap cup yang dijual bisa didonasikan ke anak-anak tersebut. Jadi, pembeli bisa minum kopi sembari berdonasi,” ungkap Dimas.

Baru sekitar satu bulan berjalan, pembelian Kopi Noni rata-rata 50 gelas per hari. Namun, dari waktu ke waktu, ada peningkatan. Dimas mengatakan, menu baru akan terus dihadirkan untuk menghindari kebosanan pembeli. Pada masa mendatang, Kopi Noni berencana akan membuat ekstrak kopi khas Kopi Noni. Ekstrak ini akan dijual bersamaan dengan resep pembuatan. Harapannya, setiap orang bisa membuat kopi sesuai rasa mereka dengan ekstrak Kopi Noni.

“Dengan diferensiasi Kopi Noni, saya tidak terlalu khawatir dengan persaingan. Sebab, pasarnya masih besar. Kopi Noni punya cara yang berbeda, mulai dari sajian, komposisi, dan rasa. Jadi, kami yakin, Kopi Noni bisa menjadi pilihan bagi mereka yang membutuhkan kopi yang enak, tetapi penyajiannya cepat,” pungkas Dimas. [VTO]

Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 26 Januari 2018