Dee Daud menyusuri halaman depan Istana Buckingham pagi itu. Cerah sinar matahari menciptakan atmosfer bersahabat untuk berjalan-jalan. Namun, tiba-tiba tubuhnya terkulai. Ia jatuh. Karen, perempuan yang menemaninya, langsung melepas jaket tebalnya, menekuknya, dan menaruhnya di bawah kepala Dee, menjadikannya alas tidur. Ia akan menunggu di sana sampai Dee bangun.

Dee adalah seseorang dengan narkolepsi, serangan tidur yang membuat penderitanya sulit mempertahankan keadaan sadar. Dalam satu hari, Dee bisa jatuh tertidur selama 18 jam. Psikiatri dari Harvard Medical School John Winkelman menjelaskan bahwa terdapat gangguan saraf di bagian hipotalamus orang yang mengalami narkolepsi, yang menyebabkan rasa kantuk tidak bisa dikelola.

Pada Dee, narkolepsi juga disertai dengan katapleksi, gejala khas narkolepsi yang ditandai dengan melemasnya otot secara mendadak. Seseorang dengan katapleksi dapat kehilangan kontrol sekaligus pada beberapa otot sehingga ia dapat terjatuh, membuka mulutnya, atau menjatuhkan barang-barang. Katapleksi juga dipicu lonjakan emosi, terutama kegembiraan.

Bagi seorang penderita narkolepsi, melakukan kegiatan, sesederhana apa pun itu, dapat menjadi amat sulit, bahkan membahayakan. Bayangkan, rasa kantuk yang tak dapat ditahan dan melemahkan otot-ototnya pernah menyerang Dee ketika sedang menyeberang jalan raya. Di sana ia terjatuh dan tertidur. Tubuhnya kerap luka karena jatuh mendadak. Pada halaman Facebook-nya, Dee bercerita ia bisa saja cedera lima kali dalam seminggu.

Narkolepsi terjadi pada satu dari sekitar 2.000 orang di Amerika Serikat. Meski sekitar separuh penderitanya mengaku mengalami gejala narkolepsi sejak remaja, penyakit ini lebih sering terdeteksi bertahun-tahun setelahnya. Rasa kantuk yang menyerang kerap dianggap kemalasan atau kelelahan biasa. Penyakit ini jarang terjadi pada anak-anak, meski pada kasus Dee berbeda, ia menderita narkolepsi sejak berusia tujuh tahun.

“Hidupku sulit dimengerti oleh orang lain,” ungkap Dee dalam tayangan dokumenter yang dibuat National Geographic. Untuk membantu orang lain yang juga mengalami narkolepsi, ia lantas mendirikan kelompok dukungan Narcolepsy Friends di media sosial seperti Facebook. Ada 600 orang yang tergabung dalam kelompok itu. Mereka bisa berbagi cerita dan saling menguatkan.

Dee sendiri masih terus berjuang untuk hidup senormal mungkin dengan kondisinya saat ini. Ia masih melakukan aktivitas di luar rumah, meski tak bisa tanpa Karen dan sebuah kalung di lehernya yang bertuliskan “I have narcolepsy”. [NOV]

foto: shutterstock