Dari segi interaksi yang terjallin, masalah tersebut dapat muncul antara suami dan istri, orangtua dan anak, serta saudara kandung atau antar-anak. Setiap tahapan memiliki tugas perkembangan yang lahir dari potensi krisis.
Menurut Duval (1971), tugas perkembangan ini akan menentukan kesuksesan kehidupan dari keluarga tersebut. Agar dapat melalui tahapan selanjutnya, tugas perkembangan pada saat ini harus dipenuhi dengan optimal.
Lantas, apa saja tahap perkembangan keluarga tersebut? Maka, mari kita kenali sembari mengetahui potensi krisis dalam setiap tahapannya.
1. Keluarga baru menikah
Pertama adalah tahap keluarga untuk pasangan yang baru saja menikah tanpa melibatkan anak. Pada tahap ini muncul tantangan dari pasangan agar dapat saling menyesuaikan diri. Masalah dapat muncul dari ketidaktahuan yang menimbulkan kecewaan. Selain itu, juga proses penyatuan dua insan ini menuntut pembentukan hubungan baru dengan keluarga pasangan.
Perencanaan kehamilan dan memiliki anak juga menjadi salah satu potensi krisis. Maka, sangat diperlukan keterbukaan dan adaptasi di tahap awal membangun keluarga ini.
2. Keluarga dengan kelahiran anak pertama
Tahap kedua dimulai ketika pasangan suami istri mulai memiliki anak. Banyak yang menyebutkan bahwa fase ini adalah awal kehidupan berkeluarga.
Dengan penambahan anggota, maka pasangan suami-istri dapat memiliki kesulitan menjadi orangtua baru. Perselisihan dapat muncul yang membuat kelelahan sepanjang waktu jika sama-sama tidak mau mendengarkan. Masalah pengasuhan dan perawatan bayi juga dapat menjadi pemicunya.
3. Keluarga dengan anak usia prasekolah
Tahap ketiga melibatkan anak usia prasekolah dalam keluarga, biasanya pada rentang usia 2 sampai 5 tahun.
Potensi krisis dapat muncul dari ketegangan dalam mengasuh anak. Pembagian peran menjadi tahap sangat penting, apalagi bagi orang tua yang bekerja. Selain itu, anak yang juga berada dalam usia rentan sakit juga membutuhkan perlindungan dan keamanan di segi lingkungan.
4. Keluarga dengan anak usia sekolah
Dihitung sejak anak pertama berusia 6-13 tahun. Ini merupakan tahapan dengan tahun yang sibuk, saat anak mulai terbiasa dengan kegiatan di sekolah dan timbul keingintahuannya akan segala hal. Pada tahap ini juga perilaku anak mulai dipengaruhi oleh lingkungan seperti teman-temannya, guru, media, dan masyarakat.
Orangtua pada tahap ini bisa merasakan tekanan dan tanggung jawab yang mulai terbagi antara pasangan masing-masing dan juga anak-anak.
5. Keluarga dengan anak remaja
Keluarga dengan anak usia remaja merupakan fase penting dalam tahap perkembangan mereka sebelum beranjak dewasa. Orang tua berpedan untuk membantu anak-anak untuk mulai menentukan jalan hidup mereka di masa depan.
Krisis pada tahapan ini sering berputar pada masalah komunikasi dan perbedaan persepsi antara orangtua dan anak. Apalagi remaja mulai mencari jati dirinya dan seringkali ada perbedaan pandangan terkait nilai dan gaya hidup antargenerasi.
6. Keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda (launching)
Fase ini ditandai dengan anak-anak yang tumbuh dewasa dan siap meninggalkan rumah, dengan bantuan orang tua. Biasanya untuk pergi kuliah, bekerja, hingga menikah.
Krisis terbesarnya adalah perpisahan karena anak mulai terjun pada dunianya, baik dengan berkuliah, bekerja, maupun menikah. Masalah komunikasi masih menjadi landasan masalah apalagi jika jarak perpisahan tersebut cukup besar.
7. Keluarga dengan orangtua usia pertengahan
Ditandai dengan anak terakhir yang telah meninggalkan rumah. Biasanya orangtua sudah berusia 45-55 tahun. Tahun yang umumnya berat karena masalah kehilangan sosok anak, penuaan, ataupun timbul perasaan gagal dalam mengasuh anak maupun dalam karier.
8. Keluarga dalam masa pensiun atau lansia
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini memiliki beberapa sumber masalah. Dari segi ekonomi, perlu menyesuaikan pendapatan yang telah menurun. Segi sosial dapat dipicu dari kehilangan atau kematian kerabat terdekat. Kemudian dengan perubahan fisiologi yang signifikan timbul masalah kesehatan dengan penurunan fisik, mental, dan kognitif yang kadang membutuhkan perawatan secara khusus.
Baca Juga:Â Mengelola Konflik dalam Keluarga