Sebelumnya, istilah extremely online lebih dulu populer. Namun, sebutan itu berubah seiring dengan gaya hidup manusia yang sulit terlepas dari internet hingga ke fase kronis. Fase saat mereka terjebak dalam dunia maya hingga sulit membedakan kehidupan nyata.
Coba perhatikan, dapatkah kamu tidak membuka media sosial seharian? Generasi Z yang melek teknologi, kemungkinan besar akan menjawab tidak bisa karena kehidupan mereka telah bergantung pada internet dan media sosial. Situasi ini yang membuat mereka masuk dalam kategori chronically online. Lantas, seberapa berbahaya chronically online ini?
Perubahan sikap dan kepribadian
Manusia pada umumnya memang bersifat dinamis yang akan terus berubah seiring dengan pengetahuan yang terus berkembang. Namun, chronically online akan mengarahkan ke perubahan sikap dan kepribadian yang cenderung memburuk.
Paparan internet yang berlebihan mampu mengacaukan cara pandang seseorang. Banyak contoh yang bisa kita temukan di Twitter. Orang-orang cenderung bersikap lebih sensitif dalam memandang sesuatu. Terlalu banyak pertikaian di media sosial.
Tidak jarang kita temukan sebuah postingan sehari-hari milik seseorang yang penuh dengan komentar negatif. Manusia seperti kehilangan rasa saling menghargai dan menghormati. Segala hal dipandang dengan penuh emosi negatif.
Pada dasarnya, media sosial merupakan ruang bebas bagi setiap orang untuk membagikan pendapatnya. Namun, bukan berarti kita bisa melepaskan semuanya. Ingatlah bahwa hak kita dibatasi oleh hak-hak orang lain. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk bijak dalam bermedia sosial.
Sulit bedakan dunia maya dan nyata
Berapa jam kamu berselancar di media sosial dalam sehari? Jika terlalu larut bermain internet hingga lebih dari 10 jam, kamu akan sulit melanjutkan hidup di dunia nyata. Ini karena kamu terlalu fokus dalam dunia maya.
Saat ini, acap kita jumpai orang-orang membangun citra yang baru di dunia maya. Mereka menjauh dari teman-teman di dunia nyata dan ingin dikenal sebagai orang yang baru. Contoh sederhana saja, kamu merupakan sosok yang tertutup dari keluarga, saudara, maupun teman di sekitarmu. Sebaliknya saat di media sosial, kamu berubah menjadi sosok yang terbuka dan suka membagikan segala hal kecil yang terjadi dalam hidupmu.
Hal yang terjadi berikutnya adalah kamu akan merasa lebih nyaman hidup di dunia maya. Alhasil, kamu akan merasa bahwa media sosial dan kehidupan di dalamnya adalah realita yang kamu jalani. Fenomena seperti ini dapat terjadi jika kamu terjerumus dalam chronically online. Untuk itu, gunakanlah akal sehat selama kamu bermain media sosial.
Kesehatan mental terganggu
Terlalu sering membuka media sosial akan membuatmu kecanduan. Jika hal tersebut dibiarkan, lambat laun akan membuat produktivitas menurun karena fokus yang terbagi.
Di saat kamu tidak lagi produktif, masalah kepercayaan diri akan muncul. Orang di sekitarmu mulai bangga dengan pencapaiannya. Banyak unggahan momen bahagia lewat di beranda media sosialmu.
Di sisi lain, kamu masih terjebak dalam lingkup yang itu-itu saja dan tidak ada perkembangan. Hingga akhirnya, kamu diselimuti dengan rasa cemas akan tertinggal. Alasan-alasan itulah yang memengaruhi terganggunya kesehatan mental. Oleh sebab itu, membatasi diri dalam bermain media sosial adalah jalan keluar terbaik.
Baca juga:Â 5 Cara Mengatasi Kecanduan Media Sosial