Terkenal sebagai negara maritim dan kekayaan lautnya, Indonesia ternyata memiliki ikon maritim yang juga menjadi warisan budaya. Ikon itu bernama kapal pinisi. Ada karakteristik  kapal pinisi yang membuatnya khas dan menjadi ikon maritim Indonesia.

Kapal pinisi telah menjadi sebuah entitas maritim yang sangat lekat dengan jiwa masyarakat Indonesia. Salah satu kapal pinisi yang paling terkenal adalah KRI Dewaruci, sebuah kapal pelatihan bagi taruna/kadet Akademi Angkatan Laut.

Namun, tahukah kamu kalau kapal pinisi adalah ikon sejati dari kekayaan maritim Indonesia yang tak ternilai harganya?

Sejarah kapal pinisi

Mengutip dari museum.kemdikbud.go.id, kapal pinisi pertama dibuat oleh Sawerigading, putra mahkota Kerajaan Luwu pada abad ke-14. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sebuah naskah La Galigo.

Pinisi itu dibuat untuk berlayar menuju negeri Tiongkok.  Dia pergi untuk merantau dan meminang seorang putri di sana bernama We Cudai.  Sawerigading membuat kapal pinisi dari pohon Welengreng atau pohon dewata yang terkenal dengan karakteristiknya yang kuat dan kokoh.

Sawerigading pun tiba di tujuan dan berhasil meminang gadis pujaannya. Dia pun memutuskan untuk menetap di sana. Satu waktu, Sawerigading hendak pulang ke kampung halaman. Namun, kapal yang ditumpangi itu diterjang badai besar.

Kapal itu hancur menjadi tiga bagian dan menyebar ke daerah Ara, Tanah Lemo, dan Bira. Tiga daerah inipun yang kemudian dipercaya sebagai asal kelahiran kapal pinisi. Sebab, berdasarkan naskah tersebut, dari tiga wilayah itu, pecahan dari kapal Sawerigading itu dirakit kembali.

Baca juga :

Arti nama pinisi

Nama “pinisi” sendiri memiliki tiga cerita. Dalam bahasa Bugis, kata ini berasi dari suku kata “panisi” yang punya arti “sisip”, ada juga yang mengatakan “mappanisi” yang artinya “menyisipkan”. Orang Bugis menggunakan kata itu merujuk pada proses pendempulan kapal yang menyisipkan dempul pada bagian kapal yang berlubang. Biasanya kata ini berada pada kalimat “lopi dipanisi” yang artinya perahu yang sedang disisip atau didempul.

Namun, ada juga yang mengatakan bahwa nama “pinisi” berasal dari gabungan dua kata “picuru” yang artinya contoh baik dan “binisi” yang artinya ikan kecil tangguh dan lincah. Nama ini dipercaya diberikan oleh Raja dari Kesultanan Tallo dari Makassar.

Jika melihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pinisi adalah perahu layar tradisional Bugis Makassar, Sulawesi Selatan, mempunyai dua tiang utama dan tujuh buah layar (tiga di depan, dua di tengah, dan dua di belakang), digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau.

Karakteristik kapal pinisi

Tidak semua kapal bisa disebut pinisi. Berikut ini adalah beberapa karakteristik khas pinisi. Pinisi umumnya dibuat dari kayu khas tropis Indonesia, yakni kayu besi, bitti, kandole atau punaga, dan jati. Secara historis, desain kapal phinisi telah berevolusi, dari penggunaan tiang layar tunggal menjadi dua tiang.

Pada dua tiang kapal ini, total kapal pinisi memiliki 7-8 layar. Dengan jumlah layar ini, kapal pinisi dapat leluasa bermanuver di laut Indonesia. Layar inilah yang menjadi alasan kenapa disebut pinisi. Bagi masyarakat tradisional bugis, pinisi juga mengacu kepada sistem layar yang digunakan di kapal.

Secara umum, ada dua jenis kapal yang menggunakan sistem layar pinisi, yaitu palari dan lamba.

  • Palari memiliki bentuk lambung melengkung yang lebih kecil.
  • Sementara, lamba merupakan jenis pinisi yang lebih modern karena sudah bertenaga motor diesel.

Perkembangan teknologi membuat pinisi telah berkembang lebih pesat. Mulai dari penerapan mesin hingga tidak menutup kemungkinan penggunaan tenaga surya. Karakteristik kapal pinisi yang unik dan fungsional membuatnya menjadi salah satu kebanggaan dari kekayaan maritim Indonesia. Dengan keanggunannya yang tak tertandingi dan kekuatannya yang tangguh, kapal pinisi tetap menjadi simbol dari perjalanan panjang dan keberanian masyarakat maritim Indonesia dalam mengarungi lautan.