Film ini mengikuti kisah Bagus (Ringgo Agus Rahman), seorang penulis film adaptasi. Ia mendapat kesempatan untuk menulis film orisinal pertamanya. Ia pun berusaha sekuat tenaga untuk meyakinkan produsernya, Pak Yoram (Alex Abbad).
Cerita yang ia usulkan untuk menjadi film bukan sembarang cerita. Karena merupakan kisah nyata tentang perempuan yang ia taksir sejak SMA, yaitu Hana (Nirina Zubir). Hana belum lama menjanda setelah ditinggal pergi selama oleh suaminya.
Baca juga: Sepuluh Meter, Berdamai dengan Kegelisahan
Begitu orisinalnya cerita yang ingin diangkat Bagus, sehingga ia berani menabrak berbagai pakem pembuatan film. Misalnya saja, ia mengusulkan untuk menggunakan film hitam-putih ketimbang film berwarna. Selain itu, ia lebih banyak menggunakan dialog ketimbang bercerita dari satu adegan ke adegan lain.
Bagus berharap, film tersebut nantinya akan menjadi kejutan bagi Hana. Akankah rencananya kesampaian? Dan, yang tak kalah penting, apakah filmnya disetujui untuk diproduksi?
Perayaan insan film
Jatuh Cinta Seperti di Film-film ibarat “perayaan” bagi insan film. Bukan hanya berkisah tentang insan film, tetapi berbagai hal yang berhubungan dengan dunia perfilman seperti “dimuntahkan” dalam film ini.
Misalnya saja, film dibagi atas apa yang dalam dunia film dikenal sebagai “sequence”. Bahkan, ada adegan di mana Bagus menjelaskan pengertian sequence, layaknya dosen perfilman kepada mahasiswanya.
Meski demikian, bukan berarti film ini tidak bisa dipahami orang. Justru, hal-hal itu bukan sekadar tempelan, melainkan elemen yang melebur dalam rangkaian cerita yang dibangun Yandy Laurens.
Belum lagi situasi yang dihadapi seorang penulis cerita ketika menjual ide kepada produser atau bagaimana sutradara mengarahkan seluruh kru dalam proses syuting.
Baca juga: Gampang Cuan, Prahara Anak Pertama
Sebagai romansa komedi, banyak pula curahan hati (curhat) insan film dijadikan bahan lelucon. Dapat dipastikan, insan film yang menonton film ini akan merasa sangat relate.
Namun, yang paling menonjol dalam film ini adalah dua karakter utama, Bagus dan Hana, yang dengan gemilang dibawakan Ringgo Agus Rahman dan Nirina Zubir.
Ringgo menghadirkan sosok Bagus yang sibuk dengan pikirannya, cenderung egois, dan tidak peka dengan perasaaan orang lain. Sementara itu, Nirina memerankan sosok Hana yang mengalami duka mendalam usai ditinggal pergi sang suami.
Idenya Bagus adalah mengangkat kisah nyata dirinya dan Hana ke dalam cerita film. Namun, yang terjadi, ia jadi berkaca pada kisah tersebut. Dia menjadi sadar betapa egoisnya dirinya dengan perasaannya.
Menarik menyimak betapa karakter Hana dibawakan—dan diinterpretasikan—oleh dua orang yang berbeda. Pertama oleh Nirina dan kedua oleh Julie Estelle, yang dalam film dikisahkan memerankan sosok Hana.
Masing-masing ternyata menghadirkan interpretasi yang berbeda. Ini kemudian menggemakan kembali apa yang disampaikan Bagus bahwa film dapat menjadi cerminan untuk kita belajar tentang kehidupan.
Hal lain, yang menjadi pergumulan Hana dan Bagus, terkait asmara. Untuk mereka yang masih remaja atau katakanlah dewasa muda, urusan asmara boleh jadi terasa indah dan amat menggugah perasaan. Berbeda halnya bagi mereka yang telah lebih berumur, urusan asmara bukan lagi prioritas. Bahkan, seperti dikatakan Hana, sudah tidak mungkin lagi (merasakannya).
Seperti judulnya, film ini mencoba mengungkap bagaimana problematika “jatuh cinta” seperti di film-film. Bagaimana rasanya? Tonton saja filmnya yang sekarang sedang diputar di bioskop Tanah Air.
Review overview
Summary
8Kisah tentang seorang penulis film yang mengangkat kisah cintanya pada seorang teman lama yang baru saja ditinggal mati suaminya.