Diangkat menjadi kepala bagian, manajer, atau menduduki posisi penting dalam perusahaan memang menjadi kebanggaan tersendiri. Namun, Anda perlu menyiapkan diri sebaik-baiknya, terutama jika Anda seorang perempuan. Perempuan yang menjadi pemimpin memang telah umum. Sayangnya, sering kali muncul keraguan mengenai kemampuan perempuan pemimpin yang baru.
Untuk itu, perempuan pemimpin perlu membekali kemampuan diri serta menguatkan karakter untuk menangkis keraguan sejumlah pihak. Berikut ini adalah stigma atau anggapan miring yang terkadang muncul ketika perempuan menduduki jabatan tinggi beserta cara untuk menanganinya.
Kurang tegas
Perempuan kerap identik dengan sifat yang lemah lembut. Saat menjadi pemimpin, kerap muncul anggapan bahwa perempuan tidak mampu mengambil keputusan dengan bijak dan tegas. Di sinilah tantangan Anda. Saat awal menduduki jabatan pimpinan, pastikan Anda mempunyai visi yang jelas
Meskipun perempuan, bukan berarti Anda tidak bisa mengambil keputusan yang cepat dan tepat tanpa berubah-ubah. Caranya adalah berpikir secara obyektif dan membaca permasalahan secara menyeluruh. Kumpulkan berbagai informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditangani. Dari berbagai masukan dan informasi, Anda bisa mengambil keputusan yang terbaik. Jalani keputusan tersebut dengan konsisten, dari sini akan terlihat sisi tegas dalam diri Anda.
Sensitif
Periode bulanan alias menstruasi tidak jarang menjadi alasan bagi perempuan pemimpin untuk mudah terpancing emosi. Namun, sebaiknya jangan berpandangan bahwa perempuan memiliki emosi yang labil. Emosi bisa dikendalikan dengan baik dengan pola pikir yang positif.
Hal ini memang tidak mudah. Lebih-lebih ketika terjadi masalah berskala besar yang melibatkan pihak eksternal. Jika dilanda permasalahan serius dan menguras emosi, usahakanlah tetap berpikir jernih. Semakin banyak masalah yang datang, semakin sering pula Anda perlu mengasah kesabaran.
Tidak tersentuh
Saat seorang perempuan diangkat menjadi atasan di sebuah perusahaan, posisinya tentu berubah dari sebelumnya yang hanya karyawan biasa. Ini akan menimbulkan perbedaan perlakuan. Sikap orang akan menjadi lebih hormat. Jika tidak disikapi dengan baik, hubungan antara karyawan dan atasan akan menjadi kaku. Apalagi jika komunikasi tidak terjalin dua arah, perempuan pemimpin akan dianggap otoriter.
Untuk itu, perempuan yang menjadi pemimpin perlu tetap bersikap ramah dan terbuka pada semua orang. Dalam memimpin rapat, terbukalah pada berbagai masukan, tetapi saring ide-ide yang paling bermanfaat bagi perusahaan. [MIL]