Sebagai warga keturunan, Sam mengalami gegar budaya. Di rumah, ibunya, Poorna (Neeru Bajwa), selalu mengingatkan Sam akan akar budayanya. Sam, antara lain, diajak untuk memasak hidangan khas tradisional serta selalu disapa menggunakan bahasa ibunya.
Namun, agar diterima lingkungan sekitar, terutama di sekolah, Sam justru berusaha menjauhi akar budayanya. Berbeda dengan ibunya, ayahnya, Inesh (Vik Sahay), tidak memaksa dan memberikan Sam kebebasan untuk mengekspresikan diri.
Baca juga: Tradisi Unik Perayaan Ulang Tahun di Beberapa Negara
Salah satu yang merasakan perubahan sikap Sam adalah Tamira (Mohana Krishnan), teman masa kecilnya. Sam menjauhinya saat di sekolah. Apalagi ketika Tamira mulai bertingkah aneh dengan selalu membawa stoples kaca.
Ternyata, ada rahasia mengerikan di balik stoples kaca Tamira. Belakangan, Sam pun terseret dan harus berhadapan dengan kuasa jahat tersebut. Untuk dapat mengatasinya, mau-tidak-mau, Sam harus menggali lagi akar budaya yang sempat dijauhinya.
Mampukah ia mengatasinya dan bagaimana hubungannya dengan Tamira?
Budaya yang berbeda
Film yang menjadi debut sutradara sekaligus penulis Bishal Dutta ini menawarkan premis menarik sekaligus menjanjikan sebagai film horor. Menarik untuk mengetahui karakter jahat dari latar budaya yang berbeda.
Selain itu, konflik antara orang tua dan anak yang berbeda pendapat tentang budaya juga bisa menjadi kisah lain yang menarik. Demikian pula adaptasi seorang remaja di tengah lingkungan yang berbeda budaya. Sayangnya, berbagai potensi pengembangan cerita tersebut tidak dapat dioptimalkan.
It Lives Inside tampaknya hanya bermain-main di permukaan tanpa keinginan untuk menukik lebih jauh ke dalam konflik. Banyak hal yang diutarakan terkesan tanggung, atau penonton dianggap telah mengetahui. Sehingga, dapat dipahami jika penonton menjadi kebingungan atau geregetan dengan perkembangan cerita.
Baca juga: Saw X, Permainan Pamungkas Sang Penebar Horor
Secara sinematografis dan akting para pemeran sebenarnya cukup menjanjikan. Megan Suri dengan gemilang menampilkan sosok remaja India Amerika dengan aksen benar-benar “amrik”. Jika tidak melihat sosoknya yang masih sangat India, kalau hanya mendengarkan suara dan caranya berbicara, barangkali tidak ada yang akan mengira bahwa ia adalah warga keturunan.
Megan mampu menampilkan sosok yang bergumul, paham dengan latar belakangnya di satu sisi, tetapi di sisi lain ingin tampil dan berperilaku sesuai dengan lingkungan sekitar. Ia pun tampak bimbang, apakah harus mengikuti perayaan tradisional di rumah, atau berpesta dengan teman-teman sebayanya di luar rumah.
Sementara itu, sosok jahat dalam kisah ini dikenal sebagai pishachas. Sosok yang merupakan wujud nyata dari si jahat ini digambarkan seabgai monster pemakan daging dalam mitologi Hindu dan Buddha.
Sebenarnya menarik untuk menggali lebih jauh tentang sosok jahat ini. Mitologi menghadirkan legenda menarik tentang latar belakang pishachas. Selain bahwa ia pemakan daging dan dapat disekap dalam sebuah wadah, tidak banyak informasi yang disajikan oleh film ini.
Wujudnya yang misterius sebenarnya lebih menggelitik dan terasa mengerikan, ketimbang saat ia tampil dalam wujud fisik yang mirip monster dalam film anak-anak. Kesan bengis dan mengerikan menjadi jauh berkurang.
Tak heran jika kemudian sebagai film horor, It Lives Inside kurang memenuhi harapan penggemar genre film ini. Setidaknya, It Lives Inside hanya mampu menampilkan kisah lintas budaya, tanpa benar-benarnya menjadikannya menarik untuk ditonton.
It Lives Inside akan segera dapat disimak di layar bioskop Tanah Air.
Review overview
Summary
6It Lives Inside berkisah tentang remaja India-Amerika yang dihantui monster pemakan daging. Ia harus kembali pada akar budayanya untuk dapat mengalahkan sang monster.