Impostor Syndrome adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa tidak pantas atas pencapaian atau keberhasilannya, meskipun bukti nyata menunjukkan sebaliknya. Penderita sering kali merasa bahwa kesuksesan yang diraih hanyalah keberuntungan semata, dan ada ketakutan konstan bahwa mereka akan “ketahuan” tidak sekompeten yang orang lain pikirkan.

Menurut penelitian dari Pauline R Clance, pencetus istilah ini, yang dituangkan pada bukunya yang berjudul The Impostor Phenomenon: Overcoming the Fear that Haunts Your Success, mengatakan impostor syndrome dapat terjadi pada orang yang sangat berprestasi, namun selalu meragukan kemampuan dirinya sendiri.

Baca juga: Bahaya Impostor Syndrome yang Mengganggu Hubungan Sosial

Penyebab Impostor Syndrome

Secara klinis, penyebab impostor syndrome bisa beragam, dan sering kali merupakan hasil dari kombinasi beberapa faktor:

  1. Pengalaman Keluarga di Masa Kecil
    Berdasarkan International Journal of Behavioral Science yang ditulis oleh Salkuku yang berjudul The Impostor Phenomenon, pola asuh yang sangat kritis atau terlalu menuntut sering kali menjadi akar dari impostor syndrome.Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan di mana pencapaian akademis atau karier dianggap segalanya, bisa tumbuh dengan perasaan bahwa apapun yang mereka lakukan tidak pernah cukup.
  2. Perfeksionisme
    Pauline R Clance dan rekan juga menulis dalam The Impostor Phenomenon: Recent Research Findings Regarding Dynamics, Personality and Family Patterns and Their Implications for Treatment menulis bahwa orang yang memiliki standar tinggi untuk diri sendiri sering kali jatuh ke dalam perangkap impostor syndrome.Mereka merasa bahwa setiap kesalahan atau kegagalan kecil adalah bukti ketidakmampuan mereka, meskipun orang lain mungkin tidak melihatnya.
  3. Lingkungan Kompetitif
    Bekerja atau belajar di lingkungan yang sangat kompetitif juga bisa memperparah perasaan impostor. Menurut jurnal The Impostor Phenomenon in Higher Education: Incidence and Impact yang ditulis oleh Anna Parkman, ketika seseorang terus-menerus dibandingkan dengan orang lain, rasa tidak pantas atau inferior bisa muncul, meskipun orang tersebut sudah mencapai banyak hal.
  4. Diskriminasi Gender dan Ras
    Menurut penelitian yang dilakukan Kevin O Cokley dan rekan yang berjudul Impostor Phenomenon in Racially/Ethnically Minoritized Groups: Current Knowledge and Future Directions, impostor syndrome sering dialami oleh individu dari kelompok minoritas. Perasaan bahwa mereka harus bekerja dua kali lebih keras untuk mendapatkan pengakuan yang sama dengan kelompok mayoritas bisa menimbulkan perasaan tidak layak.

Gejala Impostor Syndrome

Mengenali gejala impostor syndrome sangat penting agar bisa ditangani dengan tepat. Gejala-gejala yang sering muncul meliputi:

  1. Merasa Tidak Layak
    Meskipun seseorang memiliki bukti kesuksesan yang nyata (seperti pujian dari atasan atau pencapaian akademis), mereka tetap merasa tidak layak dan menganggap kesuksesan tersebut sebagai keberuntungan semata.
  2. Takut Gagal
    Orang dengan impostor syndrome sering kali merasa takut bahwa kesalahan kecil atau kegagalan akan “mengungkap” ketidakmampuan mereka yang sebenarnya. Ketakutan ini bisa menyebabkan kecemasan yang tinggi.
  3. Menyalahkan Diri Sendiri Berlebihan
    Mereka cenderung mengambil tanggung jawab berlebihan ketika terjadi kegagalan, bahkan jika faktor-faktor di luar kendali turut berperan.
  4. Menghindari Tantangan
    Karena takut “ketahuan” tidak kompeten, mereka mungkin menghindari tantangan baru atau kesempatan yang sebenarnya bisa meningkatkan karier atau pengembangan diri.

Cara Mengatasi sindrom

Mengatasi impostor syndrome membutuhkan pendekatan yang komprehensif, baik secara klinis maupun melalui perubahan pola pikir:

  1. Menyadari dan Menerima Perasaan Tersebut
    Cobalah untuk mengidentifikasi kapan perasaan ini muncul dan apa yang memicunya.
  2. Mencari Dukungan Sosial
    Terbuka kepada orang-orang terdekat, seperti teman atau keluarga, tentang perasaan yang dialami bisa sangat membantu. Berbagi pengalaman dapat memberikan perspektif yang lebih objektif terhadap situasi.
  3. Mengubah Pola Pikir Perfeksionis
    Salah satu cara untuk mengatasi impostor syndrome adalah dengan belajar menerima ketidaksempurnaan. Ini tidak berarti menurunkan standar, tetapi lebih pada menerima bahwa kegagalan dan kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran.
  4. Terapi Kognitif-Perilaku (CBT)
    Secara klinis, terapi kognitif-perilaku (CBT) terbukti efektif untuk menangani impostor syndrome. CBT membantu penderita mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif yang memperkuat perasaan tidak layak. Melalui CBT, seseorang bisa belajar mengubah cara mereka menilai diri sendiri secara lebih rasional dan positif.
  5. Fokus pada Pencapaian Nyata
    Buatlah daftar pencapaian pribadi yang telah diraih, baik besar maupun kecil. Ketika perasaan impostor muncul, baca kembali daftar tersebut sebagai pengingat bahwa kesuksesan Anda adalah hasil kerja keras, bukan sekadar keberuntungan.
  6. Pelatihan Mindfulness
    Mindfulness dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan yang sering dialami oleh penderita impostor syndrome. Teknik ini membantu seseorang untuk tetap fokus pada momen saat ini, tanpa terlalu terjebak dalam pikiran negatif.

Impostor syndrome mungkin membuat kita merasa tidak layak, tetapi dengan pemahaman lebih mendalam tentang penyebab dan gejalanya, kita dapat mengembangkan cara untuk mengatasinya. Langkah pertama adalah mengenali bahwa perasaan tersebut tidak mencerminkan realitas sebenarnya. Ingatlah bahwa kesuksesan Anda adalah hasil dari kemampuan dan kerja keras Anda, bukan hanya keberuntungan.