Perubahan dunia yang tidak menentu membuat individu perlu menyesuaikan diri supaya bisa tetap adaptif. Salah satunya terletak pada penguasaan pola pikir. Pasalnya, kesuksesan masa depan turut ditentukan oleh bagaimana cara berpikir hari ini atau seberapa kuat pola pikir positif itu melekat pada jiwa kita.

Isu di atas diangkat oleh Andrea Lusi Anari sebagai pembuka pada webinar yang diselenggarakan oleh Kognisi berjudul “Let’s Grow: Disrupt Yourself with Growth Mindset” pada Jumat, 2 Oktober 2020 yang dihadiri lebih dari 400 peserta.

Anari menyampaikan materi tentang pola pikir bertumbuh yang dikorelasikan dengan era disruptif belakangan ini. Anari menuturkan, “Pada era yang penuh volatile, uncertain, complex, dan ambiguous (VUCA), apalagi di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, pola pikir menjadi hal sentral yang perlu kita kuatkan untuk meningkatkan kapasitas diri dan memberikan impact nyata pada lingkungan sekitar.”

Growth mindset adalah proses kita learn, unlearn, relearn. Bagaimana kita belajar hal baru dengan cara mengosongkan pikiran kita, kemudian secara konsisten mempelajari ulang apa yang pernah kita pelajari,” imbuh Anari.

“Fixed mindset versus growth mindset”

Lebih lanjut, Anari menjelaskan pola pikir bertumbuh dengan menganalogikan dengan pepatah Jawa yang berbunyi “watuk iso diobati, watak digowo mati”. Artinya, batuk bisa diobati, watak dibawa mati. Watak inilah yang menjadi pembeda antara seseorang yang memiliki pola pikir bertumbuh (growth mindset) dengan pola pikir menetap/kaku (fixed mindset).

Menurut psikolog Oxford University, Carrol Dweck, perbedaan mendasar dari pola pikir menetap/kaku dengan pola pikir bertumbuh (growth mindset) adalah pada sistem kepercayaannya. Orang yang memiliki pola pikir menetap/kaku adalah orang yang percaya bahwa watak atau kemampuan seseorang sudah tetap sehingga tidak dapat diubah. Sementara itu, orang yang memiliki pola pikir bertumbuh meyakini bahwa kemampuan dan keahlian dapat berkembang seiring usaha dan dedikasi yang kita lakukan.

“Orang dengan fixed mindset percaya kalau kemampuan adalah bawaan lahir sehingga mereka terlalu fokus pada hasilnya. Sementara itu, orang dengan growth mindset yakin kalau kemampuan itu akan terus berkembang. Oleh karena itu, mereka akan fokus pada proses dan perbaikan yang dilalui sembari menuju hasil yang akan mereka raih,” ujar Anari.

“Growth mindset” pada organisasi

Pola pikir bertumbuh (growth mindset) seyogianya tidak mengenal usia. Anari memperlihatkan video founder Masako yang sudah berusia 80 tahun, dan tokoh lain seperti Oprah Winfrey, hingga musisi The Beatles yang tak dapat dimungkiri merupakan grup musik yang masih menjadi kiblat penulisan lagu pada masa modern. Tidak sebatas pada figur-figur itu, pola pikir bertumbuh juga dapat memengaruhi keberhasilan sebuah organisasi melalui pemilihan para pemimpinnya.

Anari menjelaskan, “Mindset seorang leader akan berpengaruh pada lingkungan kerjanya. Bisa tecermin dari bagaimana cara seorang leader memperlakukan anggotanya, menjabarkan strategi menghadapi tantangan besar, dan saat perusahaannya hendak melakukan inovasi atau bahkan saat mengalami turbulensi.”

Selama lebih kurang 60 menit, Anari membuka cakrawala berpikir para generasi muda yang masih memiliki semangat yang tinggi untuk tumbuh dan mendobrak masa depan mereka. Premis utama kelas ini adalah optimalisasi kemampuan dan keahlian tidak akan bernilai lebih tanpa dimulai dan diiringi pola pikir bertumbuh.

Kognisi adalah produk turunan Growth Center, yang merupakan platform berbasis edukasi persembahan Kompas Gramedia yang dibangun pada Mei 2019. Kognisi secara periodik juga mengadakan webinar yang terbuka untuk publik.

Informasi lebih lanjut mengenai webinar Kognisi selanjutnya bisa langsung dikunjungi di akun Instagram @kognisikg dan situs learning.kompasgramedia.com (khusus karyawan Kompas Gramedia). Selamat belajar, Kogi Friends! Stay safe, healthy, and sane!

Penulis: Gilang Rizky Pratama, Editor: Sulyana Andikko.