Gangguan kesehatan akibat perceraian jika tidak diwaspadai akan berimbas fatal. Sebab, perceraian rumah tangga dengan segala alasannya, tak hanya menghancurkan hati dan pikiran, tetapi juga fisik.

Semua orang yang terlibat dalam perceraian akan menderita, cepat atau lambat, termasuk anak-anak jika sudah memilikinya. Ada beberapa gangguan kesehatan yang acap mengintai pasangan yang bercerai. Mulai dari stres hingga menurunnya sistem kekebalan tubuh, perceraian kemudian mengundang sejumlah penyakit.

Bukan cuma orang dewasa yang dapat terserang berbagai gangguan kesehatan. Anak-anak yang menjadi korban perceraian orangtuanya juga berisiko mengalami sakit.

Berikut ini, beberapa gangguan kesehatan akibat perceraian yang bisa mengancam banyak pihak.

1. Sindrom metabolis

depresi akibat perceraian

Pasangan yang bercerai juga rentan terhadap sindrom metabolis. Ini adalah kombinasi mematikan dari peningkatan tekanan darah, gula darah, dan lemak di sekitar perut hingga pinggang.

Menurut penelitian yang dilakukan Emory University, Atlanta, AS, orang yang mengalami depresi memiliki kecenderungan terserang sindrom metabolis. Perceraian, kata penelitian tersebut, menjadi faktor berisiko tinggi yang menyebabkan depresi, utamanya pada perempuan.

2. Insomnia

Pelaku perceraian juga mudah terserang insomnia. Para ahli kesehatan menggambarkan hal itu sebagai “insomnia sekunder” sebab terkait dengan suatu peristiwa dalam bagian tertentu sebuah kehidupan. Jika tak ditangani secara serius, gangguan ini dapat menjadi masalah jangka panjang. Bila mengalami insomnia dengan alasan apa pun, segera konsultasi dengan dokter untuk mendapat rencana pengobatan terbaik.

Baca juga :

3. Gangguan mobilitas

Para peneliti di University of Chicago juga menemukan, 23 persen pelaku perceraian amat mungkin mengalami gangguan mobilitas, seperti kesulitan naik tangga atau berjalan jarak pendek. Sebuah penjelasan yang masuk akal, munculnya kecemasan pada orang yang bercerai ditambah dengan kurang tidur yang kemudian membuat tubuh lemas dan tidak termotivasi. Peneliti juga menemukan bukti, perceraian meningkatkan risiko penyakit jantung hingga 20 persen.

4. Stres pada anak

anak menangis

Anak-anak yang orangtuanya bercerai juga menunjukkan gejala-gejala stres. Ini harus segera diperhatikan dan mendapat tindakan yang benar. Stres yang menghampiri si kecil bisa membuatnya kelelahan dan mengalami kekurangan gizi.

Stres yang dipicu oleh ketidakharmonisan hubungan orangtua awalnya berupa ketakutan yang dialami anak. Orangtua yang sering bertengkar atau hingga bercerai, mengundang rasa tak aman dan kegelisahan pada anak. Ketidaknyamanan ini terekam dalam memori anak dan bisa membuatnya menepi dari pergaulan dengan teman sebayanya. Anak menjadi minder, sensitif, atau sulit berkonsentrasi.B

Baca juga : 

5. Sakit kepala dan perasaan tertekan

DailyMail pernah membuat laporan, anak-anak atau remaja yang melihat orangtua mereka bercerai cenderung akan mengalami sakit kepala, gangguan tidur, perasaan yang tertekan, pusing, dan menurunnya nafsu makan. Setelah anak atau remaja tinggal dengan salah satu orangtuanya, keadaan mereka bisa lebih memburuk.

6. Psikosomatik

perceraian membuat anak stres

Riset yang dilakukan beberapa ilmuwan Stockholm University menemukan, perceraian orangtua bisa meningkatkan risiko psikosomatik pada anak. Psikosomatik adalah gangguan fisik akibat tekanan-tekanan emosional dan psikologis atau gangguan fisik yang terjadi sebagai efek dari kegiatan psikologis berlebihan dalam mereaksi gejala emosi.

Selama lebih dari 20 tahun, angka perceraian di negara maju terus meningkat. Hal itu mendorong tingginya kasus perebutan hak asuh anak. Di Swedia, kata beberapa sumber, pertikaian seputar hak asuh anak telah melonjak dari 1 persen hingga 2 persen dari anak-anak yang terkena dampak perceraian selama 1980. Pada 2010, persentasenya telah menyentuh angka 40 persen.

Oleh sebab itu, janji dan cita-cita sebuah pernikahan harus selalu dipegang sebagai penguat dalam komunikasi setiap pasangan. Keterbukaan dan budaya mengkritik-dikritik bisa ditumbuhkan dalam keluarga agar selalu hadir solusi untuk setiap masalah.